"yaa kalau pegal-pegal itu 30 (ribu) ditambah beras kencur dan yang kunyit asam sama beras kencur itu 15 (ribu)", pungkas Tumi.
Meski sudah lama berjualan, tetap saja terdapat pembeli yang mungkin merasa kemahalan dengan harga yang dipasang, salah satunya Rahman, salah seorang pembeli yang sedikit kaget dengan harga yang dipasang untuk secangkir jamu pegal linu dan menganggap lumayan mahal dengan harga tersebut.Â
"agak kaget sih tadi harganya, sayang juga duit 30 ribu abis buat jamu doang, tapi nggak papa lah itung-itung sedekah, udah lama nggak sedekah juga", tutur Rahman dengan raut muka yang agak kecewa tapi seakan pasrah setelah membeli jamu itu.
Namun, hal itu mungkin hanya terjadi pada pembeli tadi, sebab masih banyak orang yang tetap membeli jamu dari Tumi tersebut, bahkan ada yang sampai membeli jamunya langsung satu botol, dibuktikan ketika sedang melayani pembeli lain, terdapat seorang yang datang dan langsung membeli sebotol jamu racikan Tumi tersebut.
Keberadaan jamu tradisional ini menghadirkan sebuah kearifan lokal yang tetap terjaga. Dalam harmoni kearifan lokal, pasar ini memberikan kesempatan bagi para pengunjung untuk merasakan kekayaan budaya yang autentik dan membangkitkan rasa cinta akan warisan nenek moyang.