Muhammadiyah bisa "ditemukan" di Pemakaman Karangkajen, Brontokusuman, Mergangsan, Yogyakarta. Tepat di belakang Masjid Jami' yang juga dikelola oleh warga Muhammadiyah setempat.
Potongan sejarahItu adalah Pemakaman Umum, bukan pemakaman milik Muhammadiyah. Meskipun banyak tokoh Muhammadiyah dari era awal hingga sekarang makamnya di tempat tersebut.
Selain makam KH. Ahmad Dahlan, bersebelahan ada makam KH. Ibrahim, KH. Hisyam, KH. AR Fachrudin, KH. Azhar Baasyir. Di sisi lain ada makam Pak Said Tuhuleley, Prof. Dr. Yunahar Ilyas, dan masih banyak lagi, terutama warga atau yang masih keturunan warga Karangkajen, dan banyak dari mereka juga adalah aktivis Muhammadiyah ataupun Aisyiyah.
Juru kunci makam, Pak Nur Samhudi menunjukkan ke kami makam dua tokoh penting: Djazman Al Kindi dan Lafran Pane. Keduanya adalah tokoh pendiri organisasi Mahasiswa.
Pak Djazman adalah pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), organisasi otonom Muhammadiyah, dan saya salah satu yang mendapatkan "berkah" karena pernah berproses di dalamnya.
Pak Lafran Pane adalah pendiri HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), yang juga seorang Muhammadiyah dari ranah minang.
Makam dua tokoh pergerakan tersebut berada di area yang sama, tentu ini menjadi sejarah yang menarik dikulik, terutama relasi keduanya di masa lalu.
Saat berziarah kubur, umumnya warga Muhammadiyah hanya melafalkan doa singkat secukupnya, dan selebihnya mentadabburi sosok yang dimakamkan: kisah hidup, rekam jejak, pemikiran dan hal yang bisa diteladani.
Selain agar selalu ingat mati, Aksiru Dzikro Hadrimi Ladzati, dan mempersiapkannya sebaik mungkin, agar bisa mati sebagai "sesuatu" yang bisa dinikmati amal-amalnya.
Di depan pusara Ust. Yunahar Ilyas, saya termenung agak lama, beliau telah berpulang, namun serasa masih hidup, sebab tiap kali membuka ceramah keagamaan di YouTube, keyword Ust. Yun lah yang paling sering saya putar.