Keempat, menghasilkan produk karya tulis. Perpustakaan adalah sumber referensi, termasuk referensi khas daerah tersebut. Perpustakaan juga perlu melakukan upaya publikasi.
Beberapa Perpustakaan daerah, salah satunya Perpustakaan Daerah Kota Blitar, membuat program menerbitkan buku Sejarah Lokal. Hal ini berbentuk lomba menulis atau pelatihan menulis yang tindak lanjutnya adalah menerbitkan buku. Beberapa komunitas literasi turut diundang dalam kegiatan tersebut.
Program semacam itu sangat positif karena perpustakaan ternyata bisa turut serta memperkaya khazanah literatur nasional, khususnya terkait topik-topik lokal yang belum banyak tersentuh.
Namun program ini harus bersifat inklusif, terbuka bagi masyarakat. Setidaknya, perpustakaan daerah harus menjalin relasi yang baik dengan para pegiat literasi dan penulis di daerah masing-masing, bahkan jika perlu Perpusda memiliki data siapa saja penulis di daerahnya. Peran penulis di daerah ini akan memudahkan program publikasi karena mereka memiliki skill menulis yang baik.
Kenapa harus kegiatan menulis? Mereka yang melakukan kegiatan menulis, secara otomatis pasti memiliki kebiasaan membaca. Terutama membaca untuk memperkaya referensi atas tulisan yang sedang dibuat.
Selain itu, kemampuan menulis sangat ditopang oleh kebiasaan membaca. Setiap penulis sudah pasti adalah seorang pembaca. Maka kegiatan kepenulisan perlu digalakkan karena bisa sekaligus menyokong minat baca. Semakin banyak yang menulis, budaya membaca itu juga akan tumbuh dengan sendirinya.
Kegiatan menulis juga bisa diarahkan pada penulisan resensi atau sekadar review buku-buku koleksi perpustakaan. Pemanfaatan media digital, utamanya sosial media dan website mutlak dilakukan karena kini orang lebih sering memegang ponsel ketimbang buku.
Karena sebenarnya minat baca masyarakat pada unggahan di sosial media, atau pesan berantai di aplikasi chatting sangat tinggi, hanya saja tidak semua unggahan itu bermutu. Tak jarang yang berisi hoax atau informasi yang belum lengkap. Sehingga menciptakan kemelut di masyarakat. Itu dampak dari konsumsi bacaan yang tak sehat.
Kelima, menggelar lapak buku di areal keramaian. Satu problem yang sampai sekarang belum terpecahkan adalah, jam buka perpustakaan adalah juga jam kerja sebagian besar masyarakat.
Saat sebagian besar masyarakat sedang bekerja, perpustakaan buka. Sementara saat sebagian besar masyarakat sedang tidak bekerja, perpustakaan tutup. Padahal, rata-rata mereka yang berkunjung ke perpustakaan menggunakan waktu luang di luar jam kerja.
Karena itu, perpustakaan harus menjemput pembaca. Salah satunya menggelar lapak di area keramaian seperti Taman Kota, Alun-alun, City Walk dan sejenisnya.
Pihak perpustakaan bisa membentuk kader literasi, atau bekerjasama dengan pegiat lapak baca dengan sistem meminjamkan sekian eksemplar ke pegiat lapak baca.