Mohon tunggu...
Fahriza Mutiara Adhyaksa
Fahriza Mutiara Adhyaksa Mohon Tunggu... Lainnya - Selamat membaca.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ketika Nyawa Pasien Gawat Darurat Diabaikan

7 Desember 2020   19:00 Diperbarui: 7 Desember 2020   19:12 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hingga akhirnya bayi Dera Nur Anggraini meninggal dunia karena tidak mendapatkan fasilitas pelayanan yang dibutuhkan. Kejadian ini sangat memprihatinkan dan membuat miris bagi kita semua terlebih para korban yang mengalaminya.

Sesuai dengan perkembangan zaman,  saat ini pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sudah jauh berbeda dan banyak mengalami perkembangan hingga perubahan. Berdasarkan penjelasan (Anthony 1997) seperti dikutip oleh Sudarmono, mengatakan bahwa pelayanan kesehatan di Indonesia telah bergeser dari public goods menjadi private goods sehingga pemenuhan kepuasan pasien akan terus semakin kompleks.

Dalam bukunya, (Kartono 1995) menjelaskan bahwa penyelenggaraan Rumah Sakit pada zaman seperti sekarang sudah semakin mumpuni. Kebutuhan dalam melakukan pengelolaan Rumah Sakit dengan prinsip bisnis sudah tidak lagi dapat diacuhkan. Penyelenggaraan Rumah Sakit pada saat sekarang membutuhkan modal yang terbilang besar terutama dengan semakin banyak muncul teknologi baru yang harus dipersiapkan.

Tenaga manusia yang menjadi kebutuhan pokok cukup banyak sehingga diperlukan adanya pengorganisasian yang telah matang. Kemudian seiring dengan berjalan waktu, tuntutan dan harapan dari masyarakat yang menjadi pengguna jasa Rumah Sakit mengenai kenyamanan juga kemudahan dalam pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan. Hal itu semua menjadikan biaya yang besar bagi Rumah Sakit sehingga memerlukan investasi dari berbagai pihak yang tepercaya.

Selain itu, akan memengaruhi fungsi dan kinerja Rumah Sakit dalam menyelenggarakan pelaksanaan kesehatan. Beberapa faktor tersebut membuat bergesernya penyelenggaraan layanan kesehatan yang orientasi awal mengenai kemanusiaan menjadi segi bisnis. Karena hal ini terjadi pergeseran pola hubungan provider dan receiver, yaitu pola yang sudah tidak lagi menjadi paternalistik, melainkan berubah menjadi kontraktual yang didasarkan kepentingan bisnis.

Hal ini juga memunculkan akibat berupa pergeseran fungsi Rumah Sakit pada pelayanan kesehatan yang dilandasi untuk kepentingan publik menjadi kurang optimal. Tidak optimalnya pelayanan kesehatan memunculkan permasalahan yang terus berulang.

Permasalahan penolakan pasien gawat darurat yang sering ditemui yaitu Rumah Sakit sudah penuh yang diartikan bahwa tidak tersedia kamar kosong untuk menampung pasien tersebut. Selanjutnya, keterbatasan fasilitas dan kondisi pasien yang sudah terlalu berat atau parah. 

Pertimbangan di sini dapat juga seperti minimnya jumlah tenaga medis dan kesehatan dalam Rumah Sakit itu sehingga kewalahan melayani pasien yang terus datang. Kemudian, administrasi yang berbelit-belit menyebabkan banyak lampiran yang harus diserahkan oleh keluarga dari pasien gawat darurat sehingga waktu tunggu semakin menipis dan kondisi pasien semakin memburuk.

Sistem rujukan yang juga tidak menjamin para pasien gawat darurat akan langsung mendapat daftar Rumah Sakit tujuan. Terkadang Rumah Sakit rujukan juga tidak dapat menerima pasien gawat darurat dengan alasan kamar sudah penuh atau tidak tersedianya dokter ataupun fasilitas penunjang pengobatan penyakit tersebut.

Hal ini ditegaskan dalam penjelasan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang mengatur bahwasanya dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan untuk menyelamatkan nyawa pasien juga mencegah terjadinya kecacatan.

Kemudian dalam ayat dua berbunyi keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. Hal ini juga dipertegas dengan Pasal 29 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit yang isinya berbunyi rumah sakit wajib memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun