Mohon tunggu...
Fahri Setiyadi
Fahri Setiyadi Mohon Tunggu... Penulis - Public Relations 19

Cek semua berita yang ada dan berikan ulasan yang membangun

Selanjutnya

Tutup

Politik

Strategi Pembangunan Nasional di Era Jokowi

10 Desember 2019   12:33 Diperbarui: 30 Juli 2022   01:16 1011
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Joko Widodo meminta semua pihak agar memisahkan persoalan politik dan agama. Menurut Presiden, pemisahan tersebut untuk gesekan antarumat. Karena rentan gesekan itulah, Presiden meminta tidak ada pihak yang mencampuradukkan politik dan agama. Dipisahan sehingga rakyat tahu mana yang agama, mana yang politik. Jokowi berpesan kepada masyarakat untuk menghindari konflik horizontal, seperti antarsuku atau antaragama. Keberagaman suku, karna bisa menimbulkan perpecahan dan justru harus jadi kekuatan NKRI.

Mengingatkan semuanya bahwa bangsa kita terdiri dari macam-macam suku dan agama, bermacam-macam ras. Presiden menyebutkan bahwa Indonesia terdiri atas 71 suku dan 1.100 bahasa daerah. Itu menjadi keanekaragaman bangsa yang harus terus ditanamkan kepada masyarakat. Presiden meminta para pemuka agama untuk mengingatkan para umatnya tentang keragaman yang harus dirawat agar tidak menimbulkan perpecahan. Para ulama agar disebarkan, diingatkan, dipahamkan pada kita semua, bahwa kita ini memang beragam, anugerah yang diberikan Allah bahwa kita beragam

Presiden mengatakan, jika perbedaan bisa dirawat dan dipersatukan akan menjadi kekuatan besar. Ini ada sebuah kekuatan besar, sebuah potensi besar, tetapi kalau kita tidak bisa menjaga dan merawat, ada gesekan, ada pertikaian, itulah yang harus awal-awalnya kita ingatkan. Pernyataan Jokowi dapat dinilai sebagai upaya sekularisasi yang ingin misahkan agama dan kehidupan bernegara dengan dasar-dasar negara yang telah dijelaskan diatas.

Agama adalah alat integrasi nasional dan bukan alat pemecah persatuan sebagaimana di contohkan oleh para pendiri bangsa. Saya berkeyakinan, semakin menjabarkan nilai-nilai agama yang dianut akan semakin memperkokoh persatuan nasional dan memberi inspirasi para pemeluk agama dalam pembangunan negara. Mempertentangkan agama dan politik atau negara sama dengan mengembalikan debat ideologis dimasa awal kemerdekaan dan itu berarti kemunduran dalam bernegara.

Apa yang dilakukan Presiden Jokowi dengan road show ke pelbagai Pondok Pesantren belakangan ini merupakan anomali tindakan politik disatu sisi ingin memisahkan agama dan politik tetapi diwaktu lain ingin menarik dukungan kelompok agama untuk mempertahankan posisi politiknya.

Jangan jadikan kepercayaan beragama sebagai sumber perpecahan, kita harus hidup berdampingan dengan damai sentosa sebagaimana dengan nilai nilai yang diterapkan oleh pancasila.

*Ditulis Oleh   Mahasiswa Semester 1 Mata Kuliah Ilmu Politik Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP Untirta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun