Sebenarnya bukan hanya satu kali ini saja terjadi pelanggaran mengenai aturan penyiaran yang menyangkut pornografi, sebelum-sebelumnya juga pernah dan sering, namun entah mengapa terulang lagi dan lagi. Mungkin kurangnya pemahaman mengenai klasifikasi program siaran oleh pihak televisi. Harusnya sebagai lembaga penyiaran lebih bijak dan lebih berhati-hati memahami ketentuan tentang klasifikasi atau kategori setiap program acara. Karena percuma rasanya lembaga yang mengatur penyiaran Indonesia membuat peraturan sedemikian rupa, namun tidak bisa diterapkan dengan maksimal karena ketidakpahaman lembaga penyiar itu sendiri.
Semakin kesini program tayangan televisi mulai kualitasnya menurun. Banyak program acara yang tidak layak ditonton bagi anak-anak seperti sinetron, infotainment yang berisi masalah pribadi artis, dan program hiburan yang menghadirkan bintang tamu karena masalahnya bukan prestasinya. Ini masih di media televisi, belum lagi di media sosial yang aksesnya sangat luas dan bebas.
Pengamat masyarakat di Amerika Serikat menganggap bahwa televisi sebagai orang tua ketiga, pertama ayah-ibunya, kedua gurunya. Sebabnya karena anak ditinggalkan sendirian di depan televisi, dan anak tersebut dapat menyaksikan segala macam tayangan yang mengasyikkan. Disinilah peran orang tua hadir untuk mendampingi dan mengontrol apa yang sedang ditonton anaknya. Setidaknya, orang tua mampu menjelaskan tujuan dari tayangan itu sendiri. Anda sebagai orangtua juga perlu memberikan penjelasan mengenai makna dari tontonan tersebut, sehingga tidak terjadi kesalahan pemahaman dari anaknya.Â
Masalah seperti ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua, khususnya dalam memilih tontonan. Kecermatan memilah dan memilih tontonan perlu ditingkatkan, karena didalamnya ada peran masyarakat yang ikut andil mengurangi masalah-masalah seperti ini. Tidak hanya pihak lembaga penyiaran yang harus mengerti dan paham mengenai aturan klasifikasi program acara, namun juga kita sebagai masyarakat harus belajar memahami aturan tersebut.Â
Kita boleh mengikuti alur teknologi yang semakin cepat ini, namun tetap jaga etika dan aturan yang sudah ditetapkan sehingga dapat membantu Pemerintah mewujudkan kecerdasan bangsa. Salah satunya dengan cara mengedukasi lingkungan disekitar kita tentang wawasan menggunakan teknologi, khususnya media televisi. Karena kita tidak bisa hanya mengandalkan lembaga pemerintah saja.
Muhammad Fahri Al Farezy,
Mahasiswa Ilmu Komunikasi
Universitas Muhammdiyah Malang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H