Mohon tunggu...
Fahrijal Nurrohman
Fahrijal Nurrohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hey there! I am using Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ada Rembulan di Kelopak Matamu #6

25 Agustus 2022   22:50 Diperbarui: 25 Agustus 2022   22:56 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

6. Sekolah Madrasah

Teng... Teng... Teng...

Bunyi lonceng terdengar dari arah kantor sekolah madrasah. Tak berselang lama anak-anak yang selesai belajar di dalam kelas berhamburan keluar. Rata-rata umur mereka masih 8 tahunan. Waktunya pulang. Kebanyakan dari mereka langsung pulang ke rumah masing-masing. Tapi masih ada satu dua anak yang duduk-duduk di bangku taman sekolah madrasah itu. Diantara mereka ada sekelompok anak yang dijuluki dengan trio nakal. Adalah Udin, Ali dan Bejo sebagai ketuanya. Kalian pasti sudah tahu kenapa mereka dinamai trio nakal.

"Sore-sore habis mengaji begini enaknya ngapain ya Jo?", Udin merasa bosan karena tidak ada kegiatan mereka cuma gitu-gitu aja setelah mengaji. Kalau nggak main ya langsung pulang ke rumah masing-masing.

"Hmm... Sebenarnya ada sih. Tapi ini agak beresiko", Bejo clingak-clinguk sebentar kemudian meminta teman-temannya mendekat.

"Kenapa kok harus bisik-bisik sih Jo?", Ali merasa Bejo terlalu berlebihan. Pertama, karena disekitar mereka tidak ada orang sama sekali. Kedua, suara Bejo itu kecil, ngapain juga harus bisik-bisik.

"Udah dengerin aku dulu", Bejo bersungut-sungut.

"Iya-iya"

"Jadi, pohon mangga yang ada di samping rumah kyai udah matang. Udah banyak yang dimakan sama kelelawar malahan. Kan sayang kalau dibiarkan. Kalian tau kan maksudku?", Bejo balik bertanya kepada teman-teman mereka.

"Kamu mau kita mencuri?", Udin mencoba memastikan maksud dari Bejo.

"Bukan mencuri, tapi lebih kepada memanfaatkan barang yang tidak dimanfaatkan dan dibiarkan begitu saja oleh kyai hehehe", Bejo menjelaskan sambil menyedekapkan tangannya.

Namanya juga anak kecil. Mereka masih belum bisa berfikir lebih jauh. Jadilah mereka bertiga sepakat untuk mengambil buah mangga yang ada di depan rumah kyai.

"Oke nanti malam kita kumpul di rumahku ya. Aku kasih tau rencananya gimana", Bejo memberi tahu kedua temannya.

"Siap Jo", jawab Ali dan Udin kompak.

Rumah kyai terletak di belakang bangunan sekolah madrasah yang beliau kelola. Rumah kyai terlihat asri dengan taman bunga di depan rumah. Para santri yang mengabdi di rumah kyai yang menanam bunga-bunga itu. Disana juga ada kolam kecil yang berisi ikan-ikan koi. Kalau dalam agama Islam, ikan-ikan itu mendoakan orang-orang yang menuntut ilmu. Mungkin hal itu yang melatarbelakangi adanya kolam kecil itu.

"Kalian lama banget sih Ali, Udin!", Bejo terlihat kesal karena sudah lama menunggu kedua temannya itu.

"Maaf Jo. Tadi masih disuruh injak-injak bapakku"

"Wah, kamu durhaka Din. Masa' bapakmu kamu injak-injak", Ali berkelakar

"Ya bukan diinjak-injak yang itu. Kamu mau aku pukul pakek senter ini?", Udin bersiap-siap memukulkan senter ke Ali lantaran jengkel.

"Hahaha... Aku cuma bercanda Din. Kamu gitu aja kok marah sih", Ali cuma terkekeh.

"Udah-udah. Kalian udah nyiapin barang-barang yang aku minta tadi belum?", Bejo mencoba untuk menghentikan pertengkaran Ali dan Udin.

"Udah ini", Ali dan Udin menunjukkan senter dan galah yang mereka bawa.

"Bagus. Ayo berangkat. Mumpung belum terlalu malam", Bejo memberi aba-aba.

Berangkatlah ketiga anak kecil itu ke sekolah madrasah. Bermodalkan nekat dan pikiran yang masih pendek, mereka yakin betul akan mendapatkan hasil yang memuaskan. Setelah berjalan sekitar 15 menitan, akhirnya mereka tiba di gerbang sekolah madrasah. Setelah melihat situasi yang sepertinya sudah aman, mereka melompat satu persatu. Gerbang sekolah madrasah itu tidak tinggi, hanya sekitar 1 meter tingginya.

"Turunnya hati-hati hei! Jangan sampai berisik, nanti bisa ketahuan!", Udin mencoba memberi tahu

"Iya tahu. Kamu enak badannya kecil. Lah aku gimana?", sepertinya Udin membuat Bejo sedikit tersinggung. Karena memang diantara mereka bertiga, Bejolah yang memiliki badan yang lumayan besar.

"Udahlah, ayok cepetan ini. Waktu kita nggak banyak ini", Ali gemas sendiri melihat tingkah kedua temannya. Rasa-rasanya tiada hari tanpa bertengkar diantara mereka bertiga. Bahkan hanya untuk hal yang sepele. Seperti tempo hari, dimana mereka memperdebatkan duluan mana telur atau ayam. Sampai-sampai mereka hampir bertengkar karena hal itu

"Ayok jalan. Tapi kita harus sembunyi-sembunyi"

"Ya elah Din, dimana-dimana maling itu ya sembunyi-sembunyi. Mana ada maling malah nunjukin dirinya", Ali menepok jidat.

"Tau nih si Udin. Udah mana sini senternya", Bejo mengarahkan senternya ke arah pohon mangga. Mereka sudah tepat di bawah pohon yang dimaksud oleh Bejo tadi sore.

Satu, dua, tiga. Banyak sekali buah yang mereka ambil. Setelah merasa cukup, mereka menyudahi perburuan buah mangga malam itu. Untuk kemudian mencari pos ronda sebagai tempat menyantap makan malam mereka. Namun, kesenangan mereka hanya bertahan satu malam. Keesokan harinya, kyai memanggil seluruh anak-anak yang belajar di sekolah madrasah tersebut. Membariskan mereka seperti akan ada upacara bendera. Kemudian kyai mulai menyampaikan alasan mengapa seluruh anak-anak dikumpulkan.

"Ini sungguh berita yang sangat menyedihkan. Tadi malam, kyai melihat ada anak yang mengambil buah mangga di samping rumah kyai tanpa minta izin terlebih dahulu", Kyai mulai serius

"Saya minta kepada yang merasa mengambil buah mangga di samping rumah kyai tanpa izin untuk maju ke depan!", melihat kyai berkata dengan nada tinggi membuat anak-anak itu hanya menundukkan kepala.

"Kalau tidak ada yang mengaku, bapak tidak akan membubarkan barisan ini"

"Saya kyai", seorang anak kecil dari trio nakal maju ke depan. Ali. Ali maju menuju tempat berdiri kyai

"Siapa lagi yang selain kamu yang mencuri buah mangga itu Ali?"

"Tidak ada kyai, hanya saya seorang", Ali mencoba melindungi teman-temannya.

"Oh, kamu mau mencoba menjadi pahlawan bagi teman-temanmu. Baiklah kalau begitu, kamu akan menanggung resikonya", Kyai memandang Ali dengan tatapan tajam "Sebagai hukuman atas pencurianmu itu, kamu harus membersihkan kamar mandi di gedung sekolah madrasah itu"

Ali hanya bisa menelan ludah. Tapi mau bagaimanapun Ali harus menjadi orang yang bertanggung jawab. Setidaknya itu yang dikatakan ayahnya sebelum meninggal.

"Maaf ya Ali, aku dan Udin tidak bisa bantu. Soalnya aku dan Udin disuruh langsung pulang setelah mengaji", Bejo menyampaikan alasannya.

"Tak apa Jo, anggap saja ini olahraga buat aku hehe", begitu pikir Ali.

"Iya Ali, terima kasih ya sudah membantu kami", sekarang terima kasih. Cuma terima kasih, tidak kurang tidak lebih.

"Sama-sama Jo", Ali hanya tersenyum.

Tapi dari sana, ada seorang anak perempuan yang baru pertama kali melihat ada anak yang begitu berani melindungi teman-temannya. Saat melihat Ali yang sedang membersihkan kamar mandi sendirian, anak perempuan itu mencoba mendekati Ali

"Hai Ali. Boleh aku ikut membantu?", anak perempuan itu mencoba menawarkan bantuan.

Ali menoleh, memperhatikan sejenak anak perempuan itu. "Iya silahkan. Itu ember sama sikatnya ada disana", Ali menunjuk ruangan tempat menyimpan peralatan bersih-bersih.

Mendengar hal itu, anak perempuan itu segera pergi kesana dan mengambil peralatan yang dimaksud Ali. Mereka membersihkan bersama-sama. Untuk mengisi kekosongan, Ali mencoba berbincang kepada anak perempuan itu.

"Oh iya, namamu siapa?"

"Namaku Ali, kalau kamu?"

"Namaku Sarah"

***

Itu adalah pertemuan pertamaku dengan Ali. Walaupun katanya dia nakal, tapi aku tidak menemukan sifat itu dalam dirinya. Malah menurutku dia adalah orang yang baik dan peduli dengan teman-temannya. Semoga kita bisa menjadi teman baik, Ali.

Ali selesai membaca bab pertama buku harian milik Sarah. Bab itu ditulis tanggal 24 Februari tahun 1998. Ali menghembuskan nafas dalam-dalam. Sedikit demi sedikit kisah tentang masa kecil Ali mulai terkuak. Karena merasa kelalahan, Ali memutuskan untuk tidur sejanak di ruang tamu. Ditemani suara rintik hujan yang jatuh di atas rumput hijau depan rumah Mbah Ijah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun