Mohon tunggu...
Fahrijal Nurrohman
Fahrijal Nurrohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hey there! I am using Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ada Rembulan di Kelopak Matamu #3

11 Agustus 2022   21:00 Diperbarui: 11 Agustus 2022   21:00 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

3. Teman Masa Kecil

Malam ini ada yang berbeda di daerah sekitar kontrakan Ali. Bukan karena adanya maling ayam yang ketahuan warga ataupun artis yang tiba-tiba tersesat masuk ke gang menuju kontrakan Ali. Tapi hal yang berbeda itu adalah pengajian untuk memperingati hari besar Islam, yaitu hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ali, sebagai salah satu panitia dalam acara tersebut terlihat sibuk kesana kemari sambil membawa makanan. Setelah shalat isya', terlihat warga mulai berdatangan dan memadati tempat pengajian. Walaupun mushola yang ada di dekat kontrakan Ali itu terbilang kecil, namun warga yang ada di sekitarnya sangat antusias untuk memakmurkan mushola mereka. Salah satunya adalah dengan adanya pengajian ini. 

Jam sudah menunjukkan pukul 20.00 WIB. Acara akan segera dimulai.

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh", MC membuka acara.

Satu dua warga ada yang baru menyusul ke tempat pengajian. Ali yang sekarang menjadi penerima tamu mempersilahkan tamu yang baru datang. Ada Pak RT, Pak RW, bahkan Pak Camat pun tak luput mendapatkan undangan acara pengajian malam ini.

"Assalamu'alaikum Pak Lurah. Wah, tumben bapak pakai baju putih. Biasanya kalau ada acara apapun itu bapak selalu pakai baju sakera", Ali menyapa pak lurah yang baru datang.

"Wa'alaikumussalam. Gimana lagi Ali. Nanti kalau bapak pakai baju sakera nanti malah nggak jadi pengajian. Yang ada orang-orang malah takut sama bapak. Hahaha", pak lurah menjabat tangan Ali.

"Hahaha. Iya juga. Silahkan pak, untuk tamu terhormat seperti bapak bisa duduk di depan"

"Siap pak ketua panitia"

Ali, tidak menanggapi. Sibuk mempersilahkan tamu yang lain. Sebenarnya Ali tidak hanya menjadi panitia yang menyuguhkan makanan atau penerima tamu. Namun Ali menjadi ketua panitia acara tersebut. Hal itu tidak lepas dari usulan Pak Slamet. Pagi itu, setelah Pak Slamet meminta Ali membuatkan banner acara pengajian, Pak Slamet mempunyai ide untuk menjadikan Ali sebagai ketua panitia. Dan jadilah ketika malam tiba, setelah sholat maghrib Ali didekati Pak Slamet.

"Lah kok saya pak, kan saya bukan warga asli", protes Ali ketika dia ditunjuk sebagai ketua panitia acara tersebut.

"Sudahlah terima saja, toh itu sesuai dengan namamu yang artinya tinggi. Yang tinggi itu cocoknya ditaruh yang paling atas", Pak Slamet menjawab dengan santai. 

"Kan masih ada pemuda lain yang bisa menjadi ketua", Ali berusaha keras menolak posisi itu.

"Kamu ini jadi cowok cerewet banget Ali. Habis ini bapak beliin kamu kerudung aja, biar cocok sama sikap cerewetmu itu", bapak-bapak yang nimbrung dalam obrolan itu tertawa. Ali hanya bisa pasrah, mengingat posisi Pak Slamet sebagai ketua takmir. Dan beruntung acara pada malam ini berjalan dengan lancar.

"Terima kasih kepada seluruh teman-teman panitia yang ikut berpartisipasi dalam acara malam hari ini", Ali memberikan sambutan "Dan khususnya kepada Bapak Slamet, Ketua Takmir Mushola Darun Najah yang telah memaksa saya menjadi ketua panitia. Hal itu akan saya ingat seumur hidup saya", audien yang mendengarkan itu tertawa. Warga sekitar memaklumi Ali mengatakan hal demikian, karena memang Ali dengan Pak Slamet sering bergurau dan saling sindir satu sama lain. Pak Slamet yang disebut saat itu hanya bisa nyengir.

"Baiklah, sekian dari saya. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh", Ali menutup sambutannya.

"Selanjutnya adalah acara inti. Yaitu mau'idhah hasanah dari Kiai Anwar Muchlis dari Banyuwangi. Kepada beliau kami persilahkan", MC mempersilahkan kepada yang bersangkutan. 

Kiai Anwar segera menaiki panggung dan duduk di kursi yang telah disediakan oleh panitia. Karena pengajiannya dijadwalkan berjalan sekitar 1 jam, Ali memutuskan untuk istirahat sebentar di belakang mushola.

"Halo Ali, kita ketemu lagi", tiba-tiba ada perempuan yang menyapa Ali dari belakangnya.

Ali yang sedang meneguk teh seketika terbatuk-batuk, karena mendengar suara itu. Orang-orang yang sedang disekitar Ali seketika memandang perempuan yang menyapa Ali. Ali yang masih terbatuk-batuk mencoba menoleh ke belakang, mencoba memastikan lagi bahwa dia tidak salah dengar. Dan memang benar dia tidak salah dengar, perempuan yang ada di belakangnya adalah perempuan yang seminggu lalu menyapa dia di pasar malam.

"Ali, kita bisa bicara sebentar? Ada sesuatu yang mau aku omongin", Perempuan itu mengajak Ali berbincang empat mata. Ali yang mendengar hal itu diam sejenak untuk kemudian mengikuti langkah orang yang menyapanya seminggu lalu di pasar malam. Orang-orang yang melihat hal itu mencoba menggoda Ali.

"Cieilah. Ternyata Ali udah punya calon rupanya. Hahaha", Ali tidak menanggapi gurauan teman-temannya.

Perempuan yang telah membuat Ali penasaran selama seminggu ini telah menunggu di ayunan di samping mushola. Ali yang masih bingung mencoba mendekat dan duduk di sebelahnya. Ada dua ayunan disana. Mereka berdua masih diam satu sama lain.

"Kamu benar-benar tidak mengingatku Ali?", Perempuan itu membuka pembicaraan. Ali yang mendengar pertanyaan itu hanya menggeleng.

"Hahaha. Kamu ini memang pelupa ya Ali. Atau kamu hanya pura-pura lupa"

"Aku benar-benar tidak kenal sama kamu", akhirnya Ali berbicara.

"Huft. Mungkin dengan berjalannya waktu kamu akan ingat sendiri Ali", mereka saling diam lagi.

"Ali", perempuan itu mencoba untuk mengembalikan ingatan Ali "Dulu aku ingat ada seorang anak perempuan yang sedang menangis karena terjatuh dari sepeda. Lalu ada anak laki-laki yang melihatnya. Seketika dia berlari menghampiri anak yang terjatuh itu dan membantunya berdiri. Karena anak perempuan itu kakiknya terluka cukup parah, akhirnya anak laki-laki itu menggoncengnya dan mengantarkannya pulang. Berawal dari sana, akhirnya mereka dua menjadi teman yang cukup akrab dan sering bermain bersama", perempuan itu menghentikan ceritanya. Ali masih khidmat mendengarkan cerita perempuan itu.

"Lalu karena suatu peristiwa yang entah sampai sekarang aku belum mengetahuinya, kedua anak itu akhirnya terpisah. Dan tidak ada kabar lagi setelah itu. Anak perempuan yang merasa kehilangan itu berusaha mencari kemana anak laki-laki itu pergi. Hingga akhirnya suatu ketika Tuhan mendengar doanya. Anak perempuan itu akhirnya bertemu dengannya di tempat yang tidak biasa. Di pasar malam tepatnya", perempuan itu menghentikan ceritanya lagi. Diam lagi. Ali yang mendengar hal itu sudah pasti dapat menyimpulkan bahwa tokoh yang perempuan ceritakan itu adalah dirinya. Namun Ali tetap tidak dapat mengingat siapa perempuan yang sedang ada di depannya itu.

"Ah, sepertinya Abah sudah selesai. Baiklah Ali, mungkin kamu memang tidak ingat. Lain kali kalau kita bertemu lagi akan aku ceritakan banyak hal tentang dua anak kecil itu. Aku pamit dulu Ali. Assalamu'alaikum", perempuan itu bergegas pergi meninggalkan Ali.

"Wa'alaikumussalam", Ali hanya terdiam memandangi punggung perempuan itu yang semakin menjauh. Bukan karena apa, tapi ada hal yang lebih membuat Ali kaget. 

"Dia tadi memanggil Kiai Anwar dengan sebutan Abah?", pertanyaan yang akan membuat Ali tidak bisa tidur lagi untuk beberapa malam ke depan.

***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun