Mohon tunggu...
Fahrijal Nurrohman
Fahrijal Nurrohman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hey there! I am using Kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perpeloncoan Itu Tidak Keren

22 April 2022   06:30 Diperbarui: 22 April 2022   06:32 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Adakah dari kalian yang pernah ikut organisasi? Atau yang pernah ikut MOS di sekolah ataupun OSPEK di kampus atau universitas? Sungguh pengalaman yang menyenangkan sekali bukan jika diingat kembali. 

Melalui MOS ataupun OSPEK, kita bisa lebih mengenal culture tempat kita akan menuntut ilmu, dan tentunya lebih memudahkan kita untuk bisa berkenalan dengan teman baru. 

Namun, di sisi lain, ada hal yang kurang begitu disukai oleh sebagian pelajar ketika masuk ke sebuah organisasi ataupun ketika awal tahun pelajaran baru. Adalah adanya perploncoan yang dilakukan oleh para senior .

Sebelum membahas lebih jauh, ada baiknya kita mengetahui sejarah tentang awal mula adanya MOS atau OSPEK di Indonesia. Dikutip dari merdeka.com (24/07/2016), masa orientasi ternyata sudah ada semenjak masa kolonial Belanda yaitu pada tahun 1898-1927, tepatnya di School Tot Opleiding Voor Indische Artsen atau yang disingkat STOVIA yang merupakan Sekolah Pendidikan Dokter Hindia. 

Menurut Arif Rahman Hakim yang seorang pengamat pendidikan, pada saat itu setiap awal masuk sekolah, siswa memperoleh penjelasan yang berkaitan dengan kondisi lingkungan sekolah ataupun tentang bagaimana cara agar bisa mengembangkan kreativitas. Dalam hal ini, para senior mempunyai peran yang sangat penting.

Namun, seiring perjalanan waktu, kesan yang menyenangkan dari MOS ataupun OSPEK sendiri mulai hilang. Masa orientasi bagi pelajar baru sering diwarnai dengan kegiatan yang aneh-aneh dan terkadang malah membuat para junior bingung. 

Mulai dari tugas untuk membawa barang-barang yang tidak tidak lazim seperti topi yang terbuat dari bola plastik, hingga barang yang tidak masuk akal seperti membawa buah atau bumbu dapur. 

"Buat apa coba kakak kelas kita suruh bawa barang yang aneh-aneh, kan barang-barang ini ndak ada korelasinya sama kegiatan belajar di sekolah", begitu kira-kira bunyi batin pelajar yang sedang melewati masa orientasi.

Lebih buruk lagi, ada beberapa kejadian pada saat kegiatan orientasi yang mana diwarnai dengan perploncoan dan bahkan ada yang berujung pada kematian. 

Dikutip dari detiknews (16/07/2019) kegiatan MOS yang diadakan di SMA Taruna Indonesia di Palembang diwarnai dengan kekerasan yang mengakibatkan salah seorang peserta meninggal karena mendapatkan pukulan bambu di sekitar kepalanya. 

Juga dikutip dari merdeka.com (16/07/2021) yang mana korban dari kerasnya orientasi ini adalah seorang mahasiswa baru di sebuah institut teknologi di Malang. Kejadian ini terjadi pada tahun 2013 silam. 

Yang terbaru dikutip dari CNN Indonesia (16/09/2020) yaitu orientasi mahasiswa di salah satu universitas di Surabaya, salah seorang mahasiswa baru mendapatkan perlakuan yang kurang baik hanya karena tidak memakai ikat pinggang. Padahal pada saat itu kegiatan orientasi dilaksanakan secara daring, namun masih saja terjadi bullying. Dan masih banyak lagi kasus kekerasan selama masa orientasi yang mungkin saja belum muncul ke permukaan.

Dikutip dari tempo.co, menurut Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim ada tiga dosa di dalam dunia pendidikan, yaitu intoleransi, kekerasan seksual dan perundungan atau bullying. Untuk dosa yang nomer tiga ini lebih marak terjadi, dan dilakukan oleh para pelajar. 

Tindakan bullying atau perploncoan yang dilakukan tidak melulu dengan fisik, terkadang dengan mengolok-olok. Dan hampir bisa dipastikan jika para guru tidak mengawasi pada saat kegiatan orientasi siswa, akan terjadi perploncoan terhadap para junior, apalagi jika si junior adalah anak yang pendiam dan mudah mengalah. "Zaman kami lebih parah dek daripada ini" begitu kira-kira kata-kata yang sering diucapkan senior.

Sudah selayaknya masa orientasi bagi siswa di isi dengan kegiatan yang membuat para junior betah. Sudah seharusnya mata rantai perploncoan ini diputus mulai sekarang. Sudah banyak sekali korban yang jatuh akibat orientasi yang terlalu keras. 

Lalu pentingkah masa orientasi bagi para pelajar jika kegiatan yang ada hanya menjadikan beban mental bagi pelajar itu sendiri? Jika orientasi hanya berisi ajang balas dendam senior ke junior, akan lebih baik masa orientasi itu dihilangkan saja daripada terus memperburuk citra pendidikan Indonesia di mata dunia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun