Mohon tunggu...
Fahri Prahira
Fahri Prahira Mohon Tunggu... karyawan swasta -

A shitty boy with an awesome plan.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Ada 18000 Nyawa Dibalik 8 Nyawa

29 April 2015   15:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:33 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya melihat yang terjadi pada kaum kita saat ini adalah kaum ‘Mak Erot’, yang doyan memperbesar masalah kecil dan memperkecil malah besar.

Pernah nggak mendengar orang meninggal karena digigit gajah? Sejauh ini saya belum pernah mendengar atau bahkan melihat orang meninggal karena itu, namun yang sering saya dengar adalah orang meninggal karena digigit nyamuk.
Kita kerap membahas dan mementingkan hal yang terlihat besar karena mungkin lagi booming, lalu melupakan hal kecil yang sebenarnya jauh lebih penting.

Saya adalah satu dari beberapa orang yang tidak pernah peduli dengan fatwa haram merokok. Saya pikir merokok hanyalah bagian dilema antara masalah individu dan social, ada yang suka ada pula yang tidak. Dengan kata lain, meroko adalah kisah klasik the right man in the right place atau the wrong man in the wrong place. Bukan masalah krusial yang bisa menyentuh ranah social menyangkut agama, yang musti dipalu dengan hukum halal-haram, makruh rasanya sudah merupakan keputusan terbaik.

Mari kita lupakan masalah rokok, karena itu hanya polemik kecil di Negri kita yang diperbesar untuk mengelabui mata kita pada maslah yang jauh lebih besar yang selalu dianggap kecil.

Belakangan ini gencar terdengar, brownies ganja, lalu muncul cookies ganja, mungkin kelak akan hadir sop buntut ganja. Banyak sekali cara untuk menyelundupkan dan menjual barang haram itu. Terdengar biasa jika diselundupkan dalam koper, atau jasa pemgiriman, namun sering terdengar hal yang lucu dan ekstrim, seperti disimpan didalam perut.

Menurut artikel dari berbagai media yang pernah saya baca, ada 50 orang perhari yang mati karena narkoba dan 18000 pertahun anak muda penerus bangsa yang mati karena narkoba, ada ribuan orang yang menejrit kesakitan atau mungkin meregang nyawa ditempat rehabilitasi narkoba.

Saya memiliki teman mantan penikmat duni hitam narkoba, untuk kebutuhan tulisan ini, saya berusaha mengorek informasi darinya. Menurut pengakuannya saat pertama mengkonsumsi, dia dikasih free, untuk selanjutnya membeli. Dan awalnya dia berusaha tidak menerima, namun teknik marketing para penjual narkoba jauh lebih lihay daripada SPG cantik produk rokok mana pun. Dan dia yakin semua orang yang kini jadi pengguna berawal dari hal yang gratis dan bujuk rayu yang manis.

Kini teman saya itu hanya bisa diam ditempat tidur dengan seluruh sel-sel didalamnya tidak lagi berfungsi dengan normal, seperti orang autis yang struck dan punya penyakit kanker otak. Bayangkan saja gimana ngerinya.

Pertanyaanya. Setuju atau tidak dengan tindakan pemerintah mengenai hukuman mati untuk terpidana narkoba.?

Saya kumpukan beberapa opini, dan hasilnya lebih banyak yang tidak setuju. Yang selalu jadi alasan adalah tentang kemanusiaan atau hak hidup manusia yang tidak bisa di tentukan oleh manusia. Ada juga kata salah satu dosen saya yang menyatakan tidak setuju, karena hukum di kita adalah hukuman yang membuat jera, jika dibuat mati maka akan hilang istilah efek jeranya, karena orangnya juga sudah mati. Ya walaupun itu dosen saya, namun saya berhak untuk tidak meneyetujui akan statmennya itu.

Saya pikir kita terlalu fokus pada 8 orang terpidana yang akan mati, membela habis-habisan untuk mereka, dan kita menutup mata pada 18000 orang yang meninggal pertahun, dan mungkin akan terus bertambah jika yang 8 itu tidak hilang.

Jika hukum dibuat untuk membuat efek jera. Apakah kata ‘efek jera’ berlaku untuk si pelaku itu sendiri.? Toh pada kenyataannya, yang menyangkut kasus nanrkoba tidak pernah ada kata jera. Sering kita melihat berita, dari orang biasa sampai kalangan selebritis yang bulak balik penjara dengan kasus yang sama, yakni narkoba, dan berulang kali masuk rehabilitasi. Mungkin tempat rehabilitasi, jauh lebih baik jika untuk kelas pengguna.

Bagaimana jika kata ‘Efek Jera’ diperuntukan bagi mereka yang belum mengenal narkoba, atau yang masih menggunakan dan belum tertangkap. Mungkin mereka akan lebih takut jika ganjarannya mati.

Saya tidak setuju jika hukuman mati untuk pengguna, namun sangat setuju jika kasusnya untuk penjual, pengedar, bandar besar, atau bahkan punya pabrik narkoba terbesar ketiga di dunia setelah pabrik di Fiji dan di China yang ketiga ada dinegara kita, tepatnya di Serang, Banten. Nahh, apa hak hidup masih berlaku untuk mereka? Banyak orang bersuara untuk penyelamatan delapan orang terpidana mati narkoba, membujuk bahkan memohon pada pemerintah untuk membatalkan kasus hukuman mati. Mereka lupa dengan masadepan Negri kita ada pada otak anak muda yang sekarang terus dijejeli barang haram.

Lantas untuk kelas pengedar dan penjual hukuman paling maksimal sepeti apa kalau bukan mati. Dipenjara seumur hidup? Pernah mendengar beberapa narapidana yang bertransaksi dibalik jeruji, atau yang belakangan ini diberitakan tentang Freddy Budiman salah satu terpidana mati kasus narkoba diduga masih mengendalikan narkotika. Lucu, jika yang sudah tertangkap dan mendapat ponis hukum tetap saja masih bisa berinteraksi dengan narkoba.

Kalau ada yang mengatakan beri tindakan kemanusiaan untuk terpidana mati kasus narkoba. Apa yang mereka (terpidana mati) lakukan dengan merusak otak manusia bisa dikatakan tindakan manusiawi. Jika seperti itu saya pikir mending jual narkoba di Alfamart/Indomart atau bahkan warung-warung seperti halnya menjual rokok, lalu keluarkan fatwa haram yang tidak akan dipedulikan, atau pasang text pada bungkusnya, ‘Narkotika bisa menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan gangguan jiwa. Toh sama saja kan.

Maaf jika opini saya kurang baik dibaca dan merusak mata, alasan saya menulis, karena saya yang masih percaya dengan sebuah kebebasan dalam beropini. Jika mereka bisa beropini kontra, toh saya pun berhak memilih opini Pro. Satu kalimat yang melandasi saya menulis ini, kalau saya nakal orang tua saya selalu bilang 'Ga rugi kehilangan anak durhaka satu, masih ada dua adik mu yang bisa dibanggakan'. So, tak masalah jika harus kehilangan 8 jika yang 18000 mampu diselamatkan.

Sumber: Prahira.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun