Peluang Transaksi Jabatan
Indikasi patologi Birokrasi atau penyakit birokrasi salah satunya ialah maraknya penyalahgunaan wewenang pemerintahan. Hal ini dapat terjadi karena pengendalian dan pengawasan ASN terhadap jabatan atau promosi tertentu tidak berjalan dengan baik. Dengan direvisinya UU ASN yang merupakan kombinasi dari kecerdasan dan kinerja, tentunya akan sedikit memuluskan terbukanya cara-cara transaksi lama dalam suatu jabatan yang sejak pemberlakuan UU ASN perlahan telah ditinggalkan. Sebab akan ada 1,2 juta target potensial untuk ditawari jabatan oleh pejabat pemerintah dengan nilai uang yang menggiurkan.
Berdasarkan Informasi dari Komite Aparatur Sipil Negara, untuk jabatan pemimpin tinggi maupun pemimpin non-tinggi saja telah terdapat nilai transaksi jual-beli mencapai 35 trilliun yang berpotensi untuk dikorupsi (jual-beli) yang bisa menyebabkan kerugian pada APBD/APBN. Sungguh ironi, ketika praktik seperti ini kembali membudaya ditengah ketertinggalan birokrasi kita dari negara lain, bahkan di asia tenggara sekalipun.
Selain itu, target SMART ASN 2019 yang dicanangkan Kemenpan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan berkelas dunia dan memiliki daya saing hanya akan menjadi usapan jempol semata tanpa realisasi nyata. Ketika pemerintah belum melihat permasalahan ini sebagai suatu masalah yang serius. Diperlukan rasionalisasi pemilihan sumber daya manusia dalam menetapkan masing-masing area jabatan secara proporsional, bukan dengan pembiaran berjalannya regulasi yang dapat melemahkan tujuan reformasi birokrasi.
Menyikapi hal tersebut, aparatur Sipil negara dengan konsep rightsizing sangat penting untuk diimplementasikan karena memudahkan penataan organisasi yang sesuai dengan jumlah dan keperluan organisasi. Semua ini tentunya bisa tercapai apabila elemen-elemen birokrasi dapat bertanggung jawab terhadap jabatan yang diembannya, tidak dengan transaksi jabatan.
Hanya saja, pertanyaan yang muncul, seberapa kuat keinginan pemerintah menciptakan birokrasi yang sehat ditengah-tengah patologi birokrasi yang semakin lama semakin menjamur. Sebab hal ini memiliki konsekuensi antara menciptakan system yang objektif, transparan dan fairnessdalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat atau mengikuti kecenderungan aspirasi pengangkatan tenaga honorer dan segelintir pejabat pemerintahan yang bisa saja dipolitisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H