Mohon tunggu...
Fahri Ardiansyah
Fahri Ardiansyah Mohon Tunggu... Penulis -

Menulis adalah cara terbaik mengabadikan peradaban

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Polemik di Balik Revisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

10 April 2018   11:05 Diperbarui: 10 April 2018   15:18 2048
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: style.tribunnews.com

Peluang Transaksi Jabatan

Indikasi patologi Birokrasi atau penyakit birokrasi salah satunya ialah maraknya penyalahgunaan wewenang pemerintahan. Hal ini dapat terjadi karena pengendalian dan pengawasan ASN terhadap jabatan atau promosi tertentu tidak berjalan dengan baik. Dengan direvisinya UU ASN yang merupakan kombinasi dari kecerdasan dan kinerja, tentunya akan sedikit memuluskan terbukanya cara-cara transaksi lama dalam suatu jabatan yang sejak pemberlakuan UU ASN perlahan telah ditinggalkan. Sebab akan ada 1,2 juta target potensial untuk ditawari jabatan oleh pejabat pemerintah dengan nilai uang yang menggiurkan.

Berdasarkan Informasi dari Komite Aparatur Sipil Negara, untuk jabatan pemimpin tinggi maupun pemimpin non-tinggi saja telah terdapat nilai transaksi jual-beli mencapai 35 trilliun yang berpotensi untuk dikorupsi (jual-beli) yang bisa menyebabkan kerugian pada APBD/APBN. Sungguh ironi, ketika praktik seperti ini kembali membudaya ditengah ketertinggalan birokrasi kita dari negara lain, bahkan di asia tenggara sekalipun.

Selain itu, target SMART ASN 2019 yang dicanangkan Kemenpan dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan berkelas dunia dan memiliki daya saing hanya akan menjadi usapan jempol semata tanpa realisasi nyata. Ketika pemerintah belum melihat permasalahan ini sebagai suatu masalah yang serius. Diperlukan rasionalisasi pemilihan sumber daya manusia dalam menetapkan masing-masing area jabatan secara proporsional, bukan dengan pembiaran berjalannya regulasi yang dapat melemahkan tujuan reformasi birokrasi.

Menyikapi hal tersebut, aparatur Sipil negara dengan konsep rightsizing sangat penting untuk diimplementasikan karena memudahkan penataan organisasi yang sesuai dengan jumlah dan keperluan organisasi. Semua ini tentunya bisa tercapai apabila elemen-elemen birokrasi dapat bertanggung jawab terhadap jabatan yang diembannya, tidak dengan transaksi jabatan.

Hanya saja, pertanyaan yang muncul, seberapa kuat keinginan pemerintah menciptakan birokrasi yang sehat ditengah-tengah patologi birokrasi yang semakin lama semakin menjamur. Sebab hal ini memiliki konsekuensi antara menciptakan system yang objektif, transparan dan fairnessdalam rangka mengembalikan kepercayaan masyarakat atau mengikuti kecenderungan aspirasi pengangkatan tenaga honorer dan segelintir pejabat pemerintahan yang bisa saja dipolitisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun