Indonesia Sebagai Negara Penghasil dan Pengekspor Batubara
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, bukan hanya dikenal akan keindahan alamnya, tetapi juga sebagai salah satu produsen dan eksportir batubara terkemuka. Data menunjukkan bahwa Indonesia memiliki cadangan batubara yang melimpah, menjadikannya salah satu pemain utama di pasar energi global. Menurut laporan terbaru, produksi batubara Indonesia pada tahun 2022 mencapai lebih dari 600 juta ton, menempatkannya di antara produsen terbesar di dunia.
Keberhasilan Indonesia sebagai penghasil dan eksportir batubara dapat dilihat dari kontribusinya terhadap perekonomian negara. Ekspor batubara memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan negara dan menciptakan lapangan kerja bagi ribuan orang. Sementara itu, keberlanjutan industri ini juga menjadi fokus, dengan pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mengelola sumber daya alam secara bijaksana.
Meskipun memiliki dampak positif dalam hal perekonomian, bagaimana jika kebijakan pemerintah Indonesia memliki dampak yang negatif bagi perusahaan atau pelaku usaha yang melakukan kegiatan ekspor batubara. Mengingat negara Indonesia adalah salah satu produsen terbesar ke tiga di dunia, maka dampak yang dihasilkan pasti memiliki efek yang besar terhadap keberlangsungan ekonomi di Indonesia.
Pada tahun 2021 tepatnya di tanggal 31 Desember pemerintah Indonesia melalui Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menerbitkan surat Ditjen Minerba dengan nomor B-1605/MB/DJB. Surat tersebut berisi tentang larangan perusahaan atau pelaku usaha di sektor batubara untuk melakukan segala tindak transaksi ekspor komoditas batubara.
Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI) menyebut bahwa banyak pelaku usaha yang mengalami banyak sekali kerugian akibat dari kebijakan pelarangan ekspor batubara yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia.
Ketua dari Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesi (APBI), Pandu Sjahrir mengungkapkan jika kebijakan larangan ekspor batubara yang berlaku terhadap pemilik tambang atau pemilik usaha industri pertambangan batu bara mengalami dampak yang signifikan. Berikut adalah dampak yang dihasilkan atau terjadi bila kegiatan ekspor batubara dilarang
- Â Produksi jumlah batu bara nasional yang terganggu mencapai skala 38-40 ton juta MT per bulannya.
- Pemerintah Republik Indonesia juga mengalami kerugian berupa devisa hasil kegiatan ekspor batu bara sekitar kurang lebih 3 US$ Milliar.
- Arus keuangan atau kas produsen komoditas batu bara juga mulai terganggu karena kegiatan ekspor batu bara yang dilarang.
- Â Kapal kapal yang memiliki tujuan ekspor, mayoritas nya adalah kapal kapal yang digunakan atau dimiliki oleh perusahaan negara negara yang memiliki tujuan ekspor. Pastinya dengan kebijakan larangan ekspor kapal kapal yang digunakan atau dimiliki oleh perusahaan akan terkena dampak yang dalam hal ini kerugian disebabkan biaya tambahan oleh perusahaan pelayaran terkait penambahan waktu pemakaian (demurrage) yang cukup besar yaitu sekitar US$ 20,000 -- US$ 40,000 per hari setiap 1 kapal, dimana biaya ini akan sangat membebani perusahaan dan para pelaku usaha ekspor di bidang komditas batu bara serta penerimaan negara juga akan terdampak.
- Kapal kapal yang berada di perairan Indonesia juga akan terdampak karena ketidakpastian dan ini akan mengakibatkan reputasi dan kemampuan Indonesia dalam menjadi negara pemasok komoditas batu bara di dunia.
- Para produsen batu bara akan melakukan deklarasi force majeur dikarenakan tidak bisa mengekspor batu bara kepada para pembeli yang telah menandatangani kontrak beli batu bara, dimana ini akan menyebabkan sengketa antara penjual dan pembeli batu bara.
- Kondisi ini akan membuat ketidakpastian usaha yang memiliki potensi untuk menurunkan minat dalam berinvestasi di Indonesia di sektor pertambangan mineral juga batu bara.
Pandu sebagai ketua APBI juga menambahkan, "APBI berharap agar pemerintah juga dapat berfokus pada upaya solusi permanen dalam menyelesaikan permasalahan yang struktural terhadap pasokan batu bara domestik baik untuk jangka panjang atau pendek dan juga jangka menengah".
Tujuan utama pemerintah republik Indonesia membuat regulasi untuk menghentikan kegiatan ekspor komoditas batu bara ini dilatar belakangi pasokan batu bara di Indonesia belum cukup terpenuhi pembangkit listrik. Sehingga pemerintah Indonesia ingin mementingkan terpenuhinya pasokan batu bara untuk pembangkit listrik. Karena apabila pasokan batu bara belum tercukupi maka ini akan berdampak terhadap lebih dari 10 juta pelanggan dari PT PLN (Persero), mulai dari masyarakat umum hingga industri di wilayah jawa, madura serta bali (Jamali) dan non Jamali.
Dirjen Minerba tahun 2022 Ridwan Djamaluddin menjelaskan "Kenapa semua dilarang untuk melakukan kegiatan ekspor? Ini harus terpaksa dilakukan dan ini sifatnya hanya sementara saja tidak permanen. Apabila kebijakan larangan ekspor batu bara di Indonesia tidak dilaksanakan maka hampir 20 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang memiliki daya sekitar 10.850 mega watt (MW) akan padam, karena pasokannya tidak tercukupi. Ini memiliki potensi menggangu kestabilan perkonomian Republik Indonesia"
Kebijakan larangan ekspor batu bara ini dampaknya banyak sekali, apalagi perekonomian negara kita yang setelah covid belum pulih dimana ekspor batu bara bisa menjadi solusi untuk menambah devisa atau pendapatan negara Indonesia justru dilarang. Dampak yang dihasilkan bukan hanya di berkurangnya pendapatan negara saja, namun kebijakan larangan ekspor batu bara dapat berpotensi memberikan sentimen negatif terhadap beberapa emiten saham yang bergerak di bidang pertambangan khususnya batu bara.
PT Indo Tambangraya Megah (ITMG),PT Adaro Energy (ADRO), PT Harum Energy (HRUM) Rata rata mayoritas penghasilan perusahaan batu bara tersebut berasal dari kegiatan ekspor semisal PT Harum Energy (HRUM) ekspor ada tulang punggung pendapatan perusahaan, kontribusi pendapatan yang diperoleh dari ekspor mencapai 94,8% dari total keseluruhan pendapatan PT Harum Energy.
Meskipun larangan ekspor batu bara dapat menjadi langkah strategis untuk mencapai berbagai tujuan, itu juga memiliki konsekuensi yang perlu diperhatikan. Larangan ekspor batu bara memiliki dampak yang signifikan terhadap berbagai aspek ekonomi, lingkungan, dan keberlanjutan sumber daya alam.
Dari perspektif ekonomi, larangan ekspor batu bara dapat berdampak pada penerimaan devisa negara karena batu bara merupakan salah satu komoditas ekspor utama. Hal ini dapat mengubah neraca perdagangan dan mempengaruhi industri lain yang terkait dengan batu bara. Namun demikian, kebijakan seperti ini dapat meningkatkan diversifikasi ekonomi dengan mendorong pertumbuhan industri lain yang lebih berkelanjutan.
Dalam hal lingkungan, larangan ekspor batu bara dapat dianggap sebagai upaya positif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan efek lingkungan lainnya yang terkait dengan penambangan batu bara. Pembatasan ekspor ini juga dapat mendorong penggunaan energi terbarukan seperti energi angin dan surya, serta mendorong pengembangan teknologi hijau.
Dari perspektif keberlanjutan sumber daya alam, larangan ekspor batu bara dapat membantu menjaga stok batu bara dalam negeri dan memenuhi kebutuhan energi dalam jangka panjang. Namun, untuk mencegah eksplorasi berlebihan dan kerusakan lingkungan, perlu ada langkah-langkah yang bijaksana dalam pengelolaan sumber daya ini.
Kesimpulannya, kebijakan larangan ekspor batu bara pemerintah memiliki efek yang rumit dan melibatkan keseimbangan antara kepentingan ekonomi, lingkungan, dan keberlanjutan sumber daya alam. Penting untuk mempertimbangkan solusi yang menyeluruh dan berkelanjutan untuk masalah ini, termasuk investasi dalam energi terbarukan, pengembangan sektor-sektor non-tambang, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H