Kendati Indonesia memprotes terkait pelarangan pemanfaatan kelapa sawit, timbul kekhawatiran akan hal tersebut. Uni Eropa sebagai salah satu importir besar kelapa sawit kian melakukan impor sebanyak 4,7 ton sejak tahun 2018 (Data GAPKI). Angka tersebut merupakan angka yang cukup fantastis dan menunjukan persentase eskpor sebesar 12% dari total seluruh ekspor kelapa sawit. Jika ekspor kelapa sawit kepada Uni Eropa harus dihentikan maka stabilitas ekonomi Indonesia dapat terancam. Ketidaksejahteraan terhadap petani sawit, keluarga petani sawit dan masyarakat Indonesia bisa terjadi. Sehingga pemerintah Indonesia harus menyusun strategi untuk menghadapi pelarangan total kelapa sawit yang akan diberlakukan pada tahun 2024.
Selain Eropa, China dan India juga termasuk dalam pasar strategis untuk melakukan ekspor kelapa sawit. Salah satu strategi yang mungkin dapat dilakukan oleh pemerintah terkait ekspor kelapa sawit adalah dengan mencari pasar baru. Selain itu, pemerintah Indonesia juga telah mencanangkan program B20. Program tersebut berkaitan dengan mengolah biodiesel dengan mencampur kelapa sawit sebanyak 20%.Â
Kendati hal tersebut dinilai belum begitu efektif dan efisien untuk menciptakan keseimbangan fundamental yang lebih baik. Sebab itu, usaha pemerintah untuk mencampurkan kelapa sawit sebanyak 100% dalam produksi biodiesel demi tercukupinya kebutuhan nasional sudah sepatutnya untuk terus didukung supaya dapat direalisasikan.