Prajurit Kompi Gagak Lodra yang gugur kemudian dimakamkan oleh penduduk Penduduk di lereng-lereng gunung di Kalijahe. Sementara, yang terluka sebagian dirawat penduduk dan sebagian lagi ada yang ditawan Belanda. Prajurit yang masih hidup dan luka ringan saling mencari teman-temannya agar berkumpul kembali.
Meskipun kalah dan banyak anggotanya yang gugur dalam Pertempuran Kalijahe, Kompi Gagak Lodra ternyata berhasil melaksanakan misi yang diberikan yakni untuk memandu Wingate Action ke arah timur. Karena pasukan Belanda terfokus pada pertempuran tersebut, sehingga pasukan Batalyon Abdul Syarif dan pasukan Batalyon Samsul Islam dari Jajang berhasil melewati Tosari dan berhasil menuju ke Probolinggo dan Pasuruan tanpa hambatan.Â
Pasukan yang tersisa dari pertempuran besar itu berkumpul kembali di Garotan. Seusai melakukan konsolidasi secara terus-menerus selama tiga bulan, ditambah dengan kedatangan pasukan Letnan Soemodiharjo yang terkenal sebagai pasukan penangkis serangan udara, Kompi Sabar Sutopo kembali bangkit dengan jumlah pasukan yang lebih banyak dan juga lebih banyak senjata .Â
Dengan kekuatan itu, Kompi Gagak Lodra mampu mempertahankan daerah Garotan dan sekitarnya. Bahkan, mereka juga terlibat dalam serangan ke pos-pos Belanda di Wajak, Codo, dan Turen.Â
Pasukan Belanda beberapa kali sempat mencoba menyusup ke daerah basis gerilya, tetapi berhasil digagalkan. Keberhasilan itu berkat adanya kerjasama yang baik antara tentara dan rakyat, sehingga pergerakan Belanda selalu diawasi dan dilaporkan ke markas gerilya.
Untuk mengenang pertempuran Kalijahe, maka dibangun Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalijahe sebagai tempat peristirahatan terakhir pejuang yang gugur. Terdapat monumen di dalam Taman Makam yang bertuliskan nama prajurit yang gugur selama pertempuran utu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H