Mohon tunggu...
Fahmi Nouval Dzulfikri
Fahmi Nouval Dzulfikri Mohon Tunggu... Musisi - Musisi

Seorang penikmat dan pencipta musik yang memiliki ketertarikan dibidang kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Degradasi Komunikasi Interpersonal di Era Sensasional

22 September 2023   20:31 Diperbarui: 22 September 2023   20:33 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seiring dengan teknologi yang semakin maju, peradaban pada akhirnya terpengaruh karena arus yang cepat dari kemajuan ini. Nggak sedikit kok, hal-hal yang terpengaruh akibat arus deras yang dihasilkan dari kemajuan teknologi ini, salah satunya komunikasi.

Oke, kita liat realitanya.

Ini pasti kita rasain, dimana kalo lagi ngopi sama temen atau pergi bareng temen, coba deh, seberapa sering kita liat mata temen yang ada didepan kita kalo lagi ngobrol sih ? atau mata kita lebih banyak liat kemana, apakah ke mata temen kita atau ke layar hp ??

Pengalaman kayak ginilah yang awalnya aneh tiba-tiba menjadi lumrah, karena kita sering menjumpai fenomena yang kayak gini. Sampe ada beberapa teman gw yang harus buat kesepakatan dulu, kalo nongkrong HPnya diharus dalam kondisi mati atau minimal silent. ini yang pada akhirnya membuat gw resah, kalo hal sederhana kayak ngobrol tanpa ngeliat HP adalah hal yang sangat mahal sampe-sampe harus seperti itu (membuat kesepakatan). 

Dari sinilah gw menduga, kalo ternyata banyak anak-anak sekarang yang memilih untuk menyendiri daripada bersosialisasi. 

Ya, gimana nggak. Coba kita tarik lebih jauh deh, kebutuhan manusia ini apa sih selain makan, minum dan bernafas. ada 3 hal yang manusia butuhin, yaitu kesehatan, finansial yang cukup dan eksistensi. Yap, eksistensi, dimana manusia butuh sebuah validasi kalo mereka ini ada dan mereka ini dibutuhkan oleh manusia lainnya atau bahasa sederhananya, manusia itu merasa dianggap.

Hal inilah yang jadi hipotesis gw, bahwa generasi sekarang lebih menikmati kesendiriannya dan memilih media sosial untuk mengekspresikan diri mereka karena mereka merasa dianggap dan eksis, yang akhirnya mereka berlomba untuk gimana caranya agar setiap apapun yang mereka posting di media sosialnya, menjadi sebuah sensasi alias viral, karena bagi mereka, mengukur tingkat seseorang menganggap mereka ada itu sangatlah mudah, cukup dilihat dari jumlah like postingan aja, itu jadi sebuah kebahagiaan buat mereka.

Namun akibatnya, yang pertama mereka menjadi asing terhadap dunia realitanya, yang mana menuntut mereka untuk bersosialisasi dengan orang lain, karena mereka menganggap bahwa orang lain ini "nggak asyik"

Padahal, realita sosial memang seperti ini, pastilah yang namanya *manusia, memiliki kepribadian dan prespektif yang berbeda. Ada yang setuju dan ada yang nggak, ada yang paham sama lu dan ada yang enggak

Beda hal nya dengan sosial media, mereka menganggap orang di media sosial ini asyik, padahal media sosial sudah  menjadi ekstasi bagi dirinya, karena algoritma media sosial selalu menampilkan hal-hal yang dia sukai saja sehingga lama kelamaan menjadi *candu buat dirinya.  

Akibat yang kedua adalah, kemunduran dalam berkomunikasi dengan orang lain, gw inget pelajaran SD disekolah yang mengajarkan bahasa dan kata-kata apa yang digunakan untuk orang yang umurnya dibawah kita, sebaya dengan kita dan yang lebih tua dari kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun