Pak... Buuk... Saat ini aku mulai mengerti arti dari pendidikan yang engkau berikan pada waktu aku kecil dulu.
Aku masih merasakan cambukanmu,
Aku masih merasakan tamparanmu.
Aku masih merasakan bentakanmu
Aku masih merasakan segala pendidikan tegasmu.
Dulu semua itu, mungkin kuanggap engkau tidak sayang denganku, karena seakan-akan aku tidak ada benarnya di hadapanmu, harus menuruti semua kemauanmu.
Aku sempat berpikir, kok aku dibatasi banget sih, kok aku engga seperti yang lain sih. Sampai-sampai aku berpikir, apa aku bukan anak kandungmu. Kok setega ini dengan anakmu sendiri.
Dan kini aku mulai mengerti itu semua.
Dulu, kalau telat makan saja, pasti amarahmu langsung keluar, dan kini, Aku mulai mengerti sulitnya mencari makan demi sesuap nasi.
Dulu, kalau engga tidur siang engkau langsung mencari keberadaanku, dengan membawa seutas kayu yang siap mencambukku. Dan kini aku mulai mengerti jangankan untuk tidur siang, untuk istirahat pun aku tidak bisa, karena sulitnya mencari uang.
Dulu, kalau sore engga buru-buru mandi, mata indahmu seperti keluar bara api yang siap melenyapkanku. Dan kini aku mulai mengerti, sulitnya menjaga sholat Maghrib karena kecapekan bahkan belum pulang dari kerja.
Dulu, engga boleh keluar malam-malam dan engga boleh bermain dengan orang ini, itu. Dan kini aku mulai mengerti jika salah pergaulan emang benar-benar membuat lupa tentang menjaga diri.
Dan semua itu, saat ini aku merasakan kejamnya dunia yang benar-benar menampar habis-habisan hidupku.
Mungkin aku dulu tidak mempan diingatkan, harus begini, dan harus begitu. Tapi saat ini aku merasakan sakitnya diingatkan oleh kenyataan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI