Sejak setengah abad yang lalu, cendekiawan muslim tengah sibuk meninjau praktik dan kebijakan ekonomi kontemporer dalam pandangan islam. Mereka menilai bahwa praktik kegiatan ekonomi yang berkembang sekarang adalah aliran kapitalisme barat yang jauh dari norma-norma islam. Maka munculnya teori ekonomi islam dianggap sebagai alternatif dari pandangan dunia Islam yang berbeda dari pandangan dunia kapitalisme Barat.
Kemunculan ekonomi islam sebagai disiplin ilmu baru menimbulkan tanda tanya terkait tubuh dari ilmu itu sendiri. Ekonomi islam yang dipelajari mahasiswa di bangku perkuliahan seolah bukan (bagian dari) sebuah disiplin ilmu ekonomi, melainkan (bagian dari) disiplin ilmu fiqih. Kurikulum yang disusun terdiri dari ilmu-ilmu syariah, fiqih, dan al-qur'an & hadis.Â
Padahal ekonomi islam jika ingin dikatakan sebagai bagian dari ilmu ekonomi, seharusnya mempelajari teori-teori yang berkaitan dengan rumah tangga; baik untuk individu, perusahaan, maupun Negara. Ilmu ekonomi membahas teori permintaan dan penawaran, produksi dan konsumsi, stabilitas nilai uang dan lain sebagainya.
Pola pemikiran ilmu ekonomi yang sudah berkembang hingga saat ini, lebih bergerak kepada teknis matematis yang terdiri dari kurva-kurva dan rumus-rumus yang menggambarkan konsep suatu teori. Berbeda dengan perkembangan ekonomi islam yang bergerak dalam ranah hukum dan larangan-larangan yang berlandaskan Qur'an dan hadis.Â
Al-Qur'an dan hadis yang merupakan pedoman umat islam memiliki muatan keilmuan yang sangat luas, mulai dari ilmu filsafat, kedokteran, sains, teknologi, sosiologi, antropologi, sejarah, hukum, politik, bahkan ekonomi. Hal ini menyebabkan ranah ekonomi islam terekstraksi bersamaan dengan beberapa ranah ilmu lainnya seperti hukum, politik, sosiologi, dan filsafat.
Proses pembelajaran yang terjadi pada mahasiswa ekonomi islam dinilai abstrak, karena tidak ada batasan antara belajar fiqih sebagai tuntunan ibadah, syariah sebagai landasan hukum, dan muamalah sebagai landasan dalam berperilaku dan bertansaksi. Muatan materi fiqih dalam mempelajari ekonomi islam dinilai mendominasi pembelajaran. Topik tentang perumusan hukum suatu masalah dalam bermuamalah menjadi perdebatan yang tiada habisnya di kalangan mahasiswa ekonomi islam.Â
Tentang halal dan haram suatu inovasi yang menjadi praktik di lapangan, dan tentang akhlak dalam bermuamalah, menjadikan ekonomi islam tidak berkembang layaknya sebuah ilmu ekonomi. Di sisi lain, pengembangan ekonomi islam dinilai sebagai bentuk komersialisasi kata islam oleh para ahli ekonomi (konvensional).Â
Proses pembelajaran yang diawali dengan kurikulum ilmu ekonomi (konvensional), kemudian disisipi dengan ayat-ayat al-Qur'an dan hadis yang muncul secara tiba-tiba dalam pembahasan materi pembelajaran. Hal ini menimbulkan kebingungan pada mahasiswa, mempelajari ilmu ekonomi yang bersifat positif dicampur dengan ayat-ayat al-Qur'an dan hadis yang sifatnya normative.
Sehingga ruang lingkup ekonomi islam dianggap tidak memiliki kejelasan. Opini ini didukung oleh Akbar Susamto dalam papernya yang berjudul Toward a New Framework of Islamic Economic Analysis, bahwa tidak adanya kejelasan mengenai apa yang membuat ekonomi dikatakan islami, sehingga menghambat pengembangan tubuh dari ilmu ekonomi islam itu sendiri. Perlunya pembatasan bahasan yang harus dipelajari oleh ekonom islam adalah hal yang penting.Â
Pembatasan bidang antara seorang ahli fiqih, ahli syariah, ahli hadis, dan ahli ekonomi dinilai penting dalam mengembangkan ekonomi islam sebagai disiplin ilmu. Seorang ekonom islam perlu paham ilmu tersebut sebagai landasan, namun pengembangan ekonomi islam jangan berhenti sampai disitu saja.
Ekonomi islam sebagai ilmu harus mampu menjawab permasalahan-permasalahan ekonomi yang terjadi. Karena pada dasarnya, ilmu diciptakan untuk memproduksi solusi dari setiap permasalahan. Lahirnya sebuah ilmu merupakan refleksi dari suatu permasalahan. Maka ekonomi islam sebagai ilmu harus mampu menjawab mengapa terjadi pengangguran, terjadi kelangkaan, harga-harga menjadi tinggi, kemudian mengapa nilai tukar uang di Negara berkembang terus merosot, dan lain sebagainya.Â
Ekonomi islam sebagai ilmu harus terus berkembang mengikuti perkembangan permasalahan yang terjadi. Untuk merumuskan solusi dari permasalahan, pendekatan matematis dinilai lebih sederhana. Maka pengembangan ekonomi islam perlu memiliki pendekatan matematis untuk merumuskan teori sebagai respon dari permasalahan ekonomi yang terjadi.
Ilmu ekonomi dalam struktur keilmuannya terdiri dari ilmu filsafat sebagai dasar dan arah pemikiran, ilmu matematika sebagai dasar matematis teknis, ilmu sosiologi sebagai dasar dalam mengamati perilaku manusia, ilmu hukum sebagai dasar kebijakan, dan ilmu politik sebagai strategi dalam mengambil kebijakan.Â
Sedangkan ekonomi islam yang berlandaskan al-qur'an & hadis, juga beririsan dengan beberapa ilmu tersebut. Karena pada dasarnya Al-Qur'an dan hadis merupakan pedoman dan petunjuk bagi umat islam untuk kehidupan dunia dan akhirat, sehingga di dalamnya terdiri dari berbagai disiplin ilmu yang lengkap.Â
Hal ini sejalan dengan kerangka berpikir umat islam bahwa setiap ilmu pengetahuan bersumber dari al-Qur'an dan hadis. Maka sebenarnya ilmu ekonomi adalah bagian dari ilmu yang diajarkan dalam al-Qur'an dan hadis. Namun dalam pengembangannya ilmu ekonomi (konvensional) cenderung menggunakan rasionalitas manusia saja yang bersifat sekuler.Â
Opini ini didukung Adiwarman Karim dalam bukunya, bahwa ilmu pengetahuan modern yang berkembang sekarang merupakan hasil dari proses sekulerisasi ilmu. Struktur ilmu pengetahuan modern saat ini, termasuk di dalamnya ilmu ekonomi (konvensional), cenderung memisahkan unsur agama, Tuhan, nilai-nilai, dan norma secara drastis, sehingga ilmu pengetahuan berkembang dalam sifat positivistic.
Ekonomi islam dinilai perlu membuat kerangka berpikir yang proporsional antara ilmu ekonomi dengan norma-norma agama. Proposional yang dimaksud adalah menyeimbangkan keduanya dalam merumuskan sebuah teori, membangun sebuah konsep matematis dengan landasan kode etik islam, dan menerapkannya dalam praktik kegiatan perekonomian.Â
Tugas dari ekonomi islam menurut Umer Chapra terdiri dari empat bagian. Pertama, menunjukkan perilaku yang ideal bagi para pelaku ekonomi untuk mencapai kesejahteraan; kedua, mempelajari dan mengevaluasi perilaku ekonomi actual yang sebenarnya terjadi; ketiga, menjelaskan sebab perilaku para pelaku ekonomi yang terjadi sebenarnya (dan bukan berperilaku yang seharusnya); keempat, merumuskan strategi untuk mendekatkan perilaku actual dengan ideal.
Teori ini dijelaskan lebih lanjut oleh Akbar Susamto dalam paper yang sama, yang menjabarkan ruang lingkup ekonomi islam secara spesifik. Bahwa ruang lingkup ekonomi syariah terdiri dari empat bidang kerja yang berbeda. Pada ruang pertama yaitu penjabaran mengenai perilaku ekonom yang seharusnya (sesuai al-Qur'an dan hadis) dilakukan untuk mencapai kesejahteraan.Â
Hal ini cenderung bersifat normative dan positif. Pembahasan yang termasuk dalam ruang yang pertama ini mengenai hokum dan peraturan yang ideal (berdasarkan al-Qur'an dan hadis), standar perilaku seorang ekonom, dan prediksi mengenai kejadian-kejadian yang akan terjadi dalam perekonomian secara ideal. Kemudian pada ruang lingkup kedua, yang mempelajari dan mengevaluasi perilaku ekonomi actual dan dampaknya, hanya memiliki konten analsisis positif.Â
Yaitu membahas tentang fakta ekonomi, pernyataan positif mengenai perilaku actual para ekonom, dan memprediksi kejadian yang akan terjadi dalam aktivitas ekonomi sebagai dampak dari perilaku actual tersebut. pada ruang lingkup yang ketiga, membahas tentang perbandingan perilaku ekonomi actual dan ideal, serta penjelasan perbedaan dari keduanya. Pembahasan pada ruangan ini memiliki konten analisis positif saja. Seperti identifikasi poin-poin perbandingan dan kesenjangan antara perilaku actual dan ideal para ekonom, dan memeriksa factor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan.Â
Penekanan pada ruang pembahasan ketiga ini adalah bahwa pada bidang pekerjaan ini hanya mempertimbangkan apakah perilaku ekonomi yang actual akan konsisten dengan perilaku ideal para ekonom, dan membahas penyebab dari inkonsistensi perilaku mereka (jika terjadi inkonsisten perilaku oleh para ekonom islam).Â
Bukan untuk memperdebatkan prinsip-prinsip antara yang ideal dan actual. Sebagai contoh bahwa perilaku mencuri merupakan akhlak yang tercela. Yang menjadi pembahasan dalam ekonomi islam adalah penyebab dari terjadinya pencurian tersebut, bukan mengenai akhlak atau perilaku yang baik dan seharusnya dilakukan bagaimana. Karena pembahasan mengenai akhlak adalah bagian dari ilmu adab dan perilaku.
Selanjutnya, pembahasan pada ruangan keempat yaitu mengenai perumusan strategi untuk mengamalkan perilaku ideal agar tercapainya kesejahteraan bagi setiap individu. Ruang lingkup ini memiliki konten normative dan positif. Seperti mengidentifikasi strategi yang perlu diambil untuk mewujudkan aplikasi dari perilaku actual oleh individu, perusahaan, pasar, bahkan Negara. Dan membahas juga mengenai penentuan jebakan dalam mengaplikasikan perilaku actual para ekonom.Â
Adapun variasi metode pembelajaran dan penelitian ekonomi islam bisa menggunakan beberapa metode berikut. Yaitu ushul fiqh; permodelan teoritis; kualitatif dan kuantitatif; permodelan teoritis ilmu ekonomi; kombinasi tinjauan literatur dan analisis komparatif ideal-aktual; serta analisis strategis.
Dengan demikian, ekonomi islam dapat dikembangkan dengan menggunakan kerangka berpikir dan metode pemebalajaran seperti yang dibahas dalam artikel ini. Maka poin penting yang harus menjadi highlight mengenai ekonomi islam adalah bahwa ilmu ekonomi merupakan salah satu ilmu pengetahuan dari ilmu-ilmu yang ada di dalam al-Qur'an dan hadis (sebagai pedoman). Namun pandangan ini akan menimbulkan perdebatan ketika dihadapkan dengan kelompok inter-religious.Â
Karena kelompok non muslim tidak mempercayai al-qur'an dan hadis sebagai pedoman. Maka ini yang menjadi tantangan bagi para ekonom islam untuk merumuskan ekonomi islam sebagai suatu ilmu pengetahuan secara luas, yang bisa diterima konsepnya oleh semua kepercayaan. Sebab penggunaan kata islam dalam ekonomika islam dinilai seolah-olah ilmu ini hanya berlaku dan hanya dipercayai oleh umat islam.
Terlepas dari pembahasan ekonomi islam di kalangan inter-religious tersebut, ekonomi islam tetap dapat dikembangkan dan dibangun badan pengetahuannya tanpa perlu menunggu aplikasi ilmu ini secara seutuhnya. Karena realitas aktivitas ekonomi dipengaruhi oleh doktrin ekonomi yang berlaku. Maka pembangunan dan pengembangan ekonomi islam bisa terus dilanjutkan dengan memperhatikan kerangka berpikir yang diusulkan dalam artikel ini.Â
Harapannya akan hadir topik-topik penelitian yang bersifat matematis dan komprehensif dalam merespon permasalahan ekonomi yang terjadi. Sehingga pengembangan ekonomi islam sebagai ilmu pengetahuan dapat dipandang secara utuh dan jelas. Tidak hanya berpusat pada pembahasan fiqih dan akhlak saja, namun terus berkembang mengikuti perkembangan zaman dalam kode etik prinsip-prinsip islam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H