Mohon tunggu...
Fahmi anggraini suryateja
Fahmi anggraini suryateja Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pekerja Sosial yang sekarang tinggal di Papua.

Bekerja dan berkarya untuk semua

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Net-Zero Emissions: Resolusi yang Hendaknya Tidak Berhenti pada Narasi

20 Oktober 2021   09:17 Diperbarui: 20 Oktober 2021   09:23 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deforestrasi hutan di Papua untuk di ganti tanaman perdagangan (sawit) adalah ancaman bagi kelestarian alam (gambar:kompas.com)

Banyak serangga, primata, reptil, burung, jenis amfibi dan juga mamalia kehilangan tempat tinggal dan punah. Selain itu banyak kasus sosial budaya yang terjadi. Pengusiran masyarakat adat dari tanah tempat tumbuh kembang budayanya. Bagi orang di luar komunitas tersebut tidak akan mengerti bahwa pengusiran dari tanah tempat tumbuh kembang tradisi dan budaya sebenarnya adalah malapetaka kemanusiaan.

Manusia bukanlah siapa-siapa dan bukan apa-apa, saat tidak disokong oleh spesies lainnya. Manusia sebenarnya spesies yang paling manja di alam ini. Paling  rentan dan juga paling rapuh. Namun karena punya kecerdasan di atas spesies lainnya maka dirinya menggunakannya untuk memaksimalkan keinginannya. 

Kita membutuhkan air, udara segar, protein hewani dan juga karbohidrat. Sirkulasi air diatur oleh siklus hidrologi yang pengaturannya dikendalihan oleh hutan. Udara segar yang kita hirup adalah sumbangsih tumbuhan hijau, dan asupan protein hewani dari unggas atau hewan mamalia lainnya. Manusia tidak bisa menghasilkan makanannya sendiri sebagaimana pohon rambutan. Hampir semua kebutuhan manusia hasil gotong royong mulai dari kupu-kupu sampai sapi.

Menjadi Ramah Terhadap Alam.

Pengurangan emisi karbon, dengan gerakan Net-Zero Emissions harus menjadi prioritas. Apalagi Indonesia termasuk penandatangan Paris Agreement 2015, yang dikuatkan dengan National Determined Contribution (NDC), sebagai komitmen untuk mengurangi emisi karbonya setidaknya 29%--dengan usaha sendiri--hingga tahun 2030. Dan pada 2050 target Indonesia, Net-Zero Emissions (NZE) bisa diwujudkan. Pada jangka panjang kelestarian alam lebih menguntungkan. Dibandingkan eksploitasi alam secara ugal-ugalan.

Pelestarian alam harus menjadi gaya hidup. Jangan lagi berupaya memaksimalkan keuntungan sesaat, namun menjadi malapetaka bagi alam, manusia dan makhluk hidup yang ada di dalamnya. Mari fokus dulu ke diri sendiri. Apa yang bisa kita perbuat untuk perubahan iklim! Mungkin di bawah ini cara sederhana dan mampu dilaksanakan.

Pertama, membeli barang kebutuhan pokok dari tetangga. Misal saat kita butuh beras atau minyak goreng. Apakah tetangga kita ada yang berjualan? Jika iya belilah di tetangga saja. Jarak dekat menghindarkan kita dari penggunaan kendaraan yang bisa mencemari atmosfer. Selain itu juga mendorong bergeraknya ekonomi di lapisan bawah.

Jika lingkungan kita di desa, maka cara tersebut mendorong ekonomi bergerak. Menjadi lahan mencari nafkah bagi pedagang kecil. Langkah kita itu berkontribusi menahan laju urbanisasi, dengan motif mencari pekerjaan.

Urbanisasi meningkatkan tekanan bagi kota dan juga lingkungan. Hal lainnya yang bisa kita lakukan adalah, membeli buah milik tetangga. Jangan sungkan membeli buah ke tetangga. Jangan hanya mau diberi tapi juga pada saat tertentu, kita membeli. Jika menanam buah terlihat menguntungkan--karena menghasilkan rupiah--maka pohon buah tersebut akan tetap dirawat. Sehingga kita juga turut  menjaga kelestariannya.

Kedua, membentuk arisan pohon di lingkungan sekitar. Mungkin agak sulit dipahami awalnya, tapi kita bisa jelaskan manfaatnya secara ekonomis. Kalau bicara di lingkup masyarakat pedesaan kita tidak perlu menggunakan istilah perubahan iklim apalagi green house effect. Selain membuat bingung mereka akan takut dengan istilah keren tapi asing tersebut. Jelaskan tujuannya secara gamblang. Menanam pohon bisa memberi tinggalan manfaat kepada anak cucu; pohon buah yang bisa dipanen kelak juga bisa dijual untuk menambah penghasilan. Dengan bahasa sederhana pastinya mereka bisa menerima. Apalagi di desa kebanyakan masyarakat punya lahan pekarangan yang luas.

Ketiga, galakkan donasi biji-bijian. Majelis keagamaan di desa atau di kota bisa digunakan sebagai wadah tersebut. Misal setiap acara pengajian, peserta diwajibkan membawa biji tanaman yang bisa dibudidayakan. Bisa biji jagung, koro, bayam, labu dan lainnya. Setelah terkumpul biji tersebut bisa diberikan kembali ke masyarakat atau anggota yang ingin menanamnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun