Mohon tunggu...
Fahmi anggraini suryateja
Fahmi anggraini suryateja Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang pekerja Sosial yang sekarang tinggal di Papua.

Bekerja dan berkarya untuk semua

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Net-Zero Emissions: Resolusi yang Hendaknya Tidak Berhenti pada Narasi

20 Oktober 2021   09:17 Diperbarui: 20 Oktober 2021   09:23 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deforestrasi hutan di Papua untuk di ganti tanaman perdagangan (sawit) adalah ancaman bagi kelestarian alam (gambar:kompas.com)

Menurut Global Footprint Network tahun 1971 tercatat manusia menggunakan 1,03 kali sumberdaya Bumi. Pada 1981 (1,16 Bumi), 1991 (1,29 Bumi), 2001 (1,38 Bumi), 2011 (1,69 Bumi) dan 2017 Manusia menggunakan 1,71 sumber daya Bumi. Tahun 1970 populasi Bumi sekitar 3 milyar dan pada 2017 jumlah penduduk Bumi sudah mencapai 7, 5 milyar.

Eksploitasi Bumi berlebih, ada kaitannya dengan populasi manusia. Semakin besar jumlah manusia, semakin besar pula tekanan pada Bumi. Ini hukum kausalitas. Maka, secara sains setiap manusia yang berada di muka Bumi menjadi pihak yang paling bertanggung jawab, kaitannya dengan rusaknya alam.

Alam yang harusnya sebagai mitra kehidupan dijadikan sebagai objek untuk memaksimalkan kemakmuran satu pihak: Manusia! Hutan diubah untuk persawahan. Menanam tanaman pangan untuk menopang kebutuhan manusia. Agar hasilnya maksimal, secara rutin pestisida digunakan untuk melindungi dari ancaman serangga. 

Tidak hanya "serangga pengganggu"  yang mati: kupu-kupu, belalang, jangkrik, lebah, kumbang, cacing, semut juga ikutan mati. Cerita pestisida masih berlanjut. Residunya terbawa saluran air ke sungai dan juga sampai ke laut. Banyak spesies ikan yang sensitif dengan pestisida akhirnya ikut mati. Rantai makanan ekosistem akhirnya terganggu.

Menjaga Kelestarian Alam Itu Murah dan Ekonomis.

Alam yang terjaga, jika dikelola dengan baik banyak memberi manfaat ekonomi (gambar: kompas.com)
Alam yang terjaga, jika dikelola dengan baik banyak memberi manfaat ekonomi (gambar: kompas.com)

Merusak alam bukanlah tindakan ekonomis. Itu tindakan ceroboh sekaligus boros. Kalau diukur dengan rupiah kerusakan alam bisa lebih mahal serta berbahaya. Misalkan dibabatnya  hutan bakau (mangrove) di pinggir pantai untuk dibuat tambak udang. Sekilas tambak mampu memberi keuntungan, karena bisa menyerap tenaga kerja. 

Selain itu mampu menghasilkan ikan atau udang. Namun, cobalah berpikir secara luas. Saat hutan bakau lestari, masyarakat nelayan bisa mencari udang, kepiting, ikan secara terus menerus. Setiap hari dan sepanjang tahun. Karena hutan bakau  bisa menjadi habitat ikan dan kepiting.

Hutan bakau mampu menyediakan asupan protein hewani. Selain itu hasil tangkapan ikan  bisa dijual untuk menambah pendapatan. Keuntungan lainnya hutan mangrove menghasilkan oksigen dan menyerap karbondioksida. Fungsi lainnya sebagai penahan abrasi dan juga mereduksi gelombang stunami. 

Maka secara hitung hitungan merawat hutan mangrove lebih menguntungkan. Apalagi jika dikelola untuk pariwisata. Perputaran uang bisa meningkat. Pada akhirnya kesejahteraan masyarakat setempat bisa ditingkatkan.

Contoh lainnya adalah deforestrasi Hutan hujan Tropis untuk diganti sawit. Sawit saat ini menjadi komoditas unggulan Indonesia. Namun kalau kita mau menghitung secara detail. Maka perluasan lahan sawit sebenarnya sangat tidak ekonomis. Selain menjadi penyumbang emisi karbon, juga memusnahkan keragaman plasma nutfah. Banjir dan tanah longsor akan terjadi. Matinya sumber air karena hilangnya vegetasi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun