Mohon tunggu...
Silfi Fahima
Silfi Fahima Mohon Tunggu... Novelis - menulis, membaca dan bercerita

semua hal akan terasa lebih bermakna jika kita lakukan bersama dengan orang yang kita cinta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Terberit Kata Temperamen Saat Marah?

29 September 2021   23:29 Diperbarui: 30 September 2021   00:24 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita ditanya tentang tempramen, tak lain pasti dikaitkan tentang rasa emosi yang tidak bisa terkendali. Sebuah rasa marah atau tidak suka yang tidak bisa dilawan oleh apapun. Tempramen sering dikaitkan akan sikap yang kurang baik atau perbuatan seseorang yang negatif.

Namun pada kenyataannya tempramen merupakan sebuah gaya dimana seseorang memberikan suatu tanggapan akan suatu hal. Secara formal tempramen dapat diatrikan sebagai suatu respon akan hal. Sehingga tempramen bukan hanya tentang suka marah, nangisan atau hal negatif lainnya.

"Beberapa waktu lalu saat saya mengajar ngaji hampir tiga perempat dari anak yang masuk berlarian di dalam masjid. Mereka saling kejar mengejar, jangan tanyakan berapa umur mereka yang pasti hampir sembilan puluh tujuh persen dari mereka masih dalam umur anak usia dini.

 Waktu itu saya mencoba untuk mmemberikan pelajaran pada mereka dengan menyuruh mereka untuk berdiri sampai pembelajaran selesai. 

Tentu sikap yang mereka tunjukkan berbeda. Ada yang dengan bergitu saja menuruti apa yang saya katakan, namun ada juga yang memilih tetap bermain dan jail kepada teman yang lain. Beberapa anak mungkin berprasangka bahwa hal itu adalah hukuman dari saya.Tapi banyak juga anak yang tidak menyadari hal tersebut."

Menurut klasifikasi Chess dan Thomas yang merupakan psikiater, terdapat tiga tipe dasar temperamen.

Pertama dimana anak bertempramen mudah (easy child) dimana umumnya anak memiliki suasana hati yang positif. Anak dengan tempramen mudah ini dominan mudah beradaptasi dan mudah mendapatkan pengalaman baru.

Bertempramen sulit (difficult child) kebalikan dari anak yang bertempramen mudah, anak yang memiliki tempramen sulit maka juga tidak mudah mendapatkan pengalaman baru, mudah menangis, sulit beradaptasi dengan lingkungan dan melibatkan hal-hal rutin secara tidak teratur.

Terdapat juga anak dengan tempramen lambat (slow-to-warm-up child), anak dengan tipe tempramen ini memiliki tingkat aktivitas yang rendah, dominan negatif dan memperlihatkan suasana hati yang tidak baik atau intensitasnya rendah.

Tempramen pada anak dapat dipengaruhi oleh genetik maupun aspek lingkungan disekitar mereka. Seperti depresi, peran keluarga, pola asuh orang tua atau mikroba pada usus yang bersambungan akan saraf perkembangan seseorang.

Tempramen pada anak akan tidak jauh berbeda hingga anak tersebut dewasa. Namun aspek lingkungan tidak menutup kemungkinan juga dapat mejadikan penyebab perubahan hal tersebut.

Sebagai orang tua atau calon orang tua kita juga harus faham akan tempramen pada anak kita nantinya. Dimana hal ini perlu diketahui sejak dini, dimana orang tua akan mudah mengarahkan dan membantu anak dimasa mendatang. Sehingga anak akan bisa beradaptasi lebih baik, membuat ia percaya diri dan percaya akan lingkungannya.

Tujuan utama orang tua bukan untuk mengubah tempramen pada anak, namun lebih mengarah pada membantu anak untuk memanfaatkan tempramen pada anak. Sehingga mereka dapat leluasa berkembang dengan tempramen yang mereka miliki.

Banyak manfaat yang dapat orang tua ambil saat sudah memahami tempramen pada anak.

Orang tua dapat tahu bagaimana anak mereka menyikapi suatu hal yang baru bagi mereka. Dari hal itu orang tua akan tidak mudah membanding-bandingkan anak karena mereka sudah mengerti dan faham akan keunikan masing-masing anak. Membantu pengekspresian anak juga menjadi salah satu manfaat akan memahami tempramen yang ada pada anak.

Saya memiliki sepenggel cerita yang saya alami sendiri.

Waktu itu saya tengah menunggu anak-anak sholat maghrib sebelum pelajaran selanjutnya dimulai. Tiba-tiba seorang anak kecil bernama Saka Wiratama, santri kecil jilid satu bil qolam yang sangat cepat sekali perkembangannya.

Seperti biasa ia meminjam sepidol berwarna hijau pada saya untuk menggambar di papan tulis. Ia menggambar dengan sangat ceria dan penuh semangat. Bahkan ia juga sambil bersenandung kecil, melafadzakan pujian yang biasa ia lantunkan bersama dengan yang lain sebelum dilaksanakan sholat.

Keceriaan itu lantas berubah saat ia keluar dari masjid bersama dengan ibunya dan memasang wajah cemberut, tak mau pulang ditambah dengan ngedumel yang tidak jelas."Kenapa bu ?" tanya saya.  "Ini ustadzah Saka tidak mau pulang, katanya mau minum punya samean."

"Lohh iya ndak papa bu biar saja kalau mau minum," ucap saya dengan menyerahkan botol minum. Dengan buru-buru ia nampak menikmati setiap tegukan yang masuk di tenggorokannya.

Dari sini saya sedikit memberikan contoh dimana tempramen anak akan muncul jika keinginannya tidak terpenuhi.  

Dalam masa anak usia dini pasti sangat banyak perilaku yang anak tunjukkan, baik itu hal positif ataupun negatif. Sebagai orang tua juga kita harus sabar dan telaten menghadapi semua perilaku yang anak kita tunjukkan. 

Terima anak apa adanya sehingga tidak akan muncul perbandingan dengan anak yang lain. Fahami anak tidak hanya di dalam rumah namun kita juga harus mencari tahu atau bekerja sama akan dunia dan lingkungan luar mereka, seperi sekolah tanyakan kepada guru mereka dan lingkungan lain sebagainya.

Rubah sudut pandang kita dimana tempramen pada anak adalah sama. Terapkan pada diri bahwa tempramen pada anak kita memiliki keunikan tersendiri yang menjadikan kita sadar untuk lebih memahami anak. 

Tidak hanya memahami anak, namun juga fahami diri kita sendiri terlebih dahulu sehingga kedepannya kita dapat memahami dan instropeksi akan diri kita sebelum memutuskan suatu hal pada anak kita.

Ingat anak adalah aset berharga yang dititipkan tuhan kepada kita. kita dapat mengukir apapun dan menjadikan anak apapun sesuai keinginan kita. namun sebelum itu semua maka fahami dan lihat bagaimana kemampuan dan kopetensi anak kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun