Kita terlalu dimanjakan akan kata "Sudah minta tolong saja sana ke....." Bahkan sering kali yang mengerjakan tugas kita adalah orang tua. Dengan alasan ngalor ngidul, yang terpenting tugas kita selesai.
Semakin berkembangnya zaman, maka semakin besar dan bermacam juga godaan dalam melakukan tugas. Hal ini sudah saya rasakan sendiri. Dengan semakin kenal saya dengan setan kotak (sebut saja handphone) maka semakin berkurang sekali niat belajar saya. Saya yang sebenarnya sudah sangat faham akan benar dan salah saja sudah sangat mudah terganggu, apalagi anak kecil khususnya anak pada usia dini yang sudah pandai-pandai dalam memainkan gadget.
"What the child can do in cooperation today he can do alone tomorrow"
Asumsi dasar teori Vygotsky menyatakan bahwa apa yang dipelajari anak hari ini dengan berkelompok atau kerja sama, dapat ia lakukan secara mandiri pada saat masa yang akan datang.
Dari apa yang sudah kita ketahui Vygotsky mengatakan secara ringkasnya bahwa dengan belajar bersama akan menjadikan anak menjadi lebih faham dan dapat melakukan hal itu sendiri.
Teori Vygotsky merupakan teori yang disampaikan dan dipaparkan oleh salah satu tokoh psikologi yang sangat melangit namanya. Lev Vygotsky merupakan psikologi pendidikan yang berkampung halaman di Rusia. Ia mulai di kenal pada abad ke-20, dengan keyakinannya yang menyatakan bahwa seseorang akan lebih berkembang dan aktif jika mengikuti kegiatan sosial yang berkecimpung dengan banyak orang. Menurutnya perkembangan kognitif dapat berkembang dengan perantara hubungan sosial antar sesama yang lebih terampil.
Namun apakah hal ini berarti sama halnya dengan penerapan internalisasi?
Okeh, sekarang kita singgung sedikit akan internalisasi. Internalisasi adalah penanaman pola fikir dalam bentuk apapun yang sebenarnya sudah menjadi nilai sosial. Nilai-nilai yang ada di dalamnya bersumber dari banyak nilai, seperti nilai agama, nilai moral, nilai budaya, norma, dan lain sebagainya.
Satu contoh, saat pertemuan antara saya dan murid saya. Saya sedikit dikejutkan dengan tingkah kedua murid saya tersebut. Saat saya datang diujung ruangan sudah terjajar rapi alat-alat musik pukul seperti, rebana, darbuka, terbang, dan gendang kecil.
"Ustadzah, saya sudah bisa main rebana loh" kata si kecil, panggil saja Hodijah.
"Saya juga sudah bisa main darbuka, ustadzah" sahut sang kakak, Muhammad.