Hal ini karena pada pelaksanaan quick count terdapat 2 macam kesalahan (error), yaitu sampling error dan non sampiling error. Sampling error adalah kesalahan-kesalahan yang secara teori tidak dapat dihindarkan dan muncul akibat penggunaan metode sampling. Sementara itu, non sampling error adalah kesalahan yang tidak terkait dengan metode sampling yang digunakan, misal kesalahan atau bahkan kecurangan yang dilakukan oleh lembaga survei dalam melakukan quick count.
Walaupun hasil survei antar lembaga berbeda, seharusnya ketika hasil antar lembaga tersebut dirata-ratakan maka hasilnya akan sama atau mendekati hasil real count. Asalkan survei-survei tersebut dilakukan dengan menerapkan kaidah contoh acak (random sample). Ini dikenal dengan sifat statistik tak bias (unbiased).
Anehnya, pada 2014, masing-masing lembaga survei mengklaim bahwa survei yang dilakukan telah menerapkan kaidah survei yang benar, dan juga surveinya berbasis contoh acak (random sample). Tapi hasil surveinya ada yang berlawanan hasil dengan lembaga survei lain. Inilah yang kemudian mendasari KPU melakukan verifikasi terhadap lembaga survei yang akan melakukan quick count pada Pilpres 2019 kali ini. Harapannya, hasil quick count yang dilakukan oleh masing-masing lembaga survei ini hasilnya akan konvergen ke hasil real count nantinya.
Tercatat KPU telah melakukan verifikasi terhadap 33 lembaga survei penyelenggara quick count Pilpres 2019. Langkah KPU ini patut diapresiasi, agar hasil quick count tidak kembali menjadi polemik di ranah publik.
Manfaat Quick Count
Walaupun kerap memberikan hasil yang berbeda, bahkan selalu berbeda, quick count tetap saja memberikan manfaat bagi publik. Manfaat pertama tentunya untuk menjawab rasa penasaran publik siapa capres-cawapres yang unggul dalam perolehan suara. Sekali lagi dengan catatan quick count dilakukan dengan kaidah statistik yang benar.
Manfaat berikutnya, quick count dapat menjadi kontrol bagi KPU agar bekerja secara serius dan jujur dalam melakukan penghitungan suara secara real count, mengingat real count lah yang dijadikan dasar penentuan pemenang pilres. Kalaupun terjadi perbedaan antara quick count dan real count yang cukup mencolok, tentu harus bisa dipertanggunjawabkan dan terjelaskan.
 Tak kalah pentingnya manfaat bagi masyarakat adalah masyarakat menjadi melek terhadap statistik. Masyarakat menjadi faham bahwasanya quick count sejatinya merupakan kaidah ilmiah, yang walaupun masih mengandung kesalahan (error) namun sangat berguna dan bisa dipertanggungjawabkan hasilnya. Adanya hasil quick count yang valid menjadi pegangan bagi masyarakat agar tidak percaya dengan praktik hoax maupun mitos terkait penghitungan perolehan suara. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H