Mohon tunggu...
Fani Tafia
Fani Tafia Mohon Tunggu... Insinyur - Pejuang melawan kebodohan

Hanya ingin hidup dalam damai

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Masih Hidup

16 Maret 2017   18:11 Diperbarui: 16 Maret 2017   18:17 377
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhirnya, setelah menghadapi berbagai rintangan, kami sampai di tempat parkir bus. Alangkah terkejutnya kami setelah sampai dan tidak melihat apa-apa di sini. Semua seakan lenyap terbawa angin malam. Aku sangat panik, begitu pula Radit dan Wawan. Aku mencoba menghubungi Pak Ali. Namun, tidak satupun yang diangkat oleh beliau. Naasnya, baterai telepon genggamku tiba-tiba habis. Wawan dan Radit juga tidak ada yang membawa alat komunikasinya. Lebih tepatnya tertinggal di bus.

Sekarang aku hanya berharap ada keajaiban yang dikirim oleh Tuhan untuk kami. Aku merasa bersalah kepada kedua sahabatku ini. Karena aku mereka tertinggal di tempat yang menyebalkan ini. Ditambah rasa sakit dari kaki ku, rasanya aku ingin terbang dan pulang kemudian tidur di rumah. Aku juga merasa bersalah kepada Ibu. Seandainya aku mengikuti kata-kata beliau, mungkin aku tidak akan terjebak di tempat ini.

Aku melihat sekeliling dan suasana sangat sepi. Secara tiba-tiba muncul mobil yang kemudian berhenti di depan kami. Di dalam mobil itu ada seorang laki-laki setengah baya berseragam polisi yang bertanya kepada kami tentang apa yang terjadi. Setelah kami menceritakan semuanya, beliau menawarkan tumpangan kepada kami karena kebetulan tujuan kita sama. Betapa senangnya kami, seakan-akan beliau adalah malaikat yang dikirim Tuhan untuk menolong kami.

Setelah itu kami masuk ke dalam mobil dan berbincang-bincang dengan beliau. Hingga tidak terasa kalau waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi. Karena terlalu asyik berbincang-bincang, bapak pemilik mobil tersebut kehilangan kendali atas kemudi. Kami semua panik, dan kemudian mobil kami menabrak jembatan di pinggir jalan. Kepalaku terbentur jok depan mobil dan sedikit mengeluarkan darah. Kemudian aku melihat sekeliling dan betapa terkejutnya aku setelah mengetahui kalau mobil kami berada di ujung jembatan dan hamper jatuh. Kami makin panik, dan arena terlalu panik, usaha kami untuk menyelamatkan mobil justru membuat mobil kami jatuh dan masuk ke dalam sungai.

Kakiku terjepit, dan pandanganku gelap. Dalam pikiranku sekarang terlintas kenangan-kenangan indah yang pernah aku alami. Aku teringat tentang Ibu, keluarga, teman-teman, dan semua orang yang telah ada di hidupku. Aku hanya bisa pasrah dalam keadaanku yang sekarang ini. Setelah berberapa menit kemudian, aku mendengar suara Ibu yang memanggil-manggil namaku. Sekuat tenaga aku berusaha bangun dan perlahan aku membuka mata ini. Ketika aku melihat sekitarku, ternyata aku berada di mushola rumah. Aku terkejut sekaligus bahagia karena aku belum berangkat dan aku hanya bermimpi.

Syukurlah itu semua bukan kenyataan. Aku cepat-cepat bangun dari tidurku dan bersiap-siap untuk berangkat rekreasi bersama kedua temanku. Ternyata itu tadi adalah suara ibu yang memanggilku karena Radit dan Wawan sudah berada di rumahku. Aku kemudian meminta doa restu dari Ibu supaya dalam rekreasi ini aku diberi perlindungan selama perjalan dan sampai di rumah dengan selamat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun