Nasionalisme yang dibangkitkan melalui Politik Mercusuar kala pemerintahan Soekarno hanya membangkitkan gejala overproud. Gejala overproud yang marak diproduksi media bisa disebut sebagai narsisme kolektif, yakni sifat bangga suatu kelompok yang bergantung pada pengakuan kelompok lain. Dalam KBBI, narsisme adalah keadaan mencintai diri sendiri secara berlebihan. Sedangkan overproud sendiri dicirikan oleh persepsi berlebihan akan Indonesia yang besar, spesial, berbeda, serta kebutuhan untuk terus dipuji. Pada aspek lain, gejala overproud juga menyangkut pada rasa inferior dan rasa malu yang tertanam kuat sejak masa kolonial. Dua sisi gejala overproud ini memunculkan perasaan hyper sensitive, defensive, dan agresif terhadap kritik atau hinaan (Remotivi, 2022).
Gejala narsisme kolektif masyarakat Indonesia kerap dimanfaatkan oleh media. Orang luar negeri dengan gampangnya memanfaatkan sikap overproud masyarakat Indonesia. Youtuber bule yang mencoba berbicara bahasa Indonesia sudah pasti diminati netizen yang bangga akan itu.
Media sosial yang kian berkembang membuka ruang bagi banyak content creator luar melihat peluang dari sifat masyarakat Indonesia yang mudah overproud. Penggunaan media sosial yang dekat dengan masyarakat tentu akan menimbulkan pelanggengan sifat narsisme kolektif dan overproud yang terus-menerus tumbuh. Menurut Suci dan Tatang (2022) dalam tulisannya menyebut bahwa sikap overproud justru mengakibatkan gejala-gejala yang merusak nasionalisme. Aktualisasi dari sikap ini hanya pada mencari validitas bukan membangkitkan semangat nasionalisme yang sesungguhnya.
Lalu, apa yang diperlukan masyarakat Indonesia untuk bisa terlepas dari sifat narsis dan overproud? Pada dasarnya, perlu sebuah pemahaman bahwa bangsa yang hebat bukan bangsa yang secara informal diakui dan diagung-agungkan lewat media sosial. Bangsa Indonesia hebat karena semangat perjuangan yang telah ada sejak dahulu. Hal ini mutlak menjadi kebanggaan dan semangat nasionalisme bangsa.
Perlu diingat bahwa ekspresi nasionalisme tidak terletak pada setiap sikap marah saat Indonesia disinggung, melainkan sikap untuk merefleksikan kritik dan mau belajar untuk kemajuan bangsa. Nasionalisme juga tidak berwujud pada kesigapan masyarakat membela Indonesia saat dihina, tetapi mengambil setiap masukan yang ada untuk terus tumbuh menjadi bangsa yang baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H