Mohon tunggu...
Faedhal Amjad Nawaf
Faedhal Amjad Nawaf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta

hobi berolahraga

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Implementasi Model Satu Tahap dan Dua Tahap Komunikasi Massa saat Ini di Indonesia

5 Juli 2024   11:00 Diperbarui: 5 Juli 2024   11:08 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus2:  Pemilihan Umum 2019

Pemilihan Umum Indonesia 2019 menjadi contoh menarik untuk melihat pelaksanaan model komunikasi massa satu tahap dan dua tahap. Media tradisional seperti televisi dan surat kabar memainkan peran penting dalam menyampaikan informasi tentang kandidat dan program kerja mereka selama masa kampanye. Ini adalah contoh penerapan model satu tahap, di mana informasi diberikan langsung kepada audiens.

Sebaliknya, penggunaan media sosial yang dilakukan oleh para kandidat dan tim kampanye mereka menunjukkan penerapan model yang disebutkan di atas dalam dua tahap. Tokoh masyarakat dan pengaruh politik sering kali berfungsi sebagai perantara untuk menyampaikan informasi dari media massa, bersama dengan pendapat dan interpretasi mereka, kepada para pengikutnya. Ini terlihat dari banyaknya kampanye politik di media sosial yang melibatkan berbagai pemimpin opini dan influencer untuk menyampaikan pesan mereka.

Opini dan Kritik 

Meskipun kedua model ini sangat penting untuk komunikasi massa di Indonesia, ada beberapa kritik yang perlu dipertimbangkan. Pertama, model satu tahap seringkali tidak dapat memahami bagaimana audiens memahami informasi yang kompleks. Audiens mungkin tidak memahami atau menerima sepenuhnya informasi yang disampaikan secara langsung oleh media. Misalnya, pemerintah seringkali memerlukan penjelasan tambahan untuk menyampaikan pesan kesehatan dalam konteks pandemi.

Kedua, pemimpin opini sebagai perantara informasi dapat menyebabkan bias dan distorsi dalam model dua tahap. Pemimpin opini dapat menambahkan kesimpulan yang tidak akurat atau bahkan menyebarkan informasi yang salah. Misalnya, selama pandemi COVID-19, informasi yang salah atau palsu tentang virus dan pengobatan sering terjadi.

 

DAFTAR PUSTAKA:

1. Katz, E., & Lazarsfeld, P. F. (1955). Personal Influence: The Part Played by People in the Flow of Mass Communications. Free Press.

2. McQuail, D. (2010). McQuail's Mass Communication Theory (6th ed.). Sage Publications.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun