Hal tersebut sejalan dengan semangat estetika partisipatoris yang disampaikan dalam lokalatih Seni Bandung sebelumnya di aula perpustakaan Ajip Rosidi. Lokalatih tersebut diselenggarakan pada 22 agustus 2017 dengan pemateri bapak Muhammad Firdaus S, yang waktu itu bertugas sebagai aktivis kemanusiaan di kota Palu.
Pak Firdaus menyampaikan esensi estetika partisipatoris saat menjawab pertanyaan dari audien, "kita sebenarnya sedang menguji kegelisahan-kegelisahan yang menjadi persoalan kita dan persoalan masyarakat secara timbal balik, teori sekaligus praktik." Orientasi dari estetika partisipatoris ialah problem solving daripada potret kebenaran tentang apa yang terjadi dilapangan.
Pemecahan masalah tersebut dicapai dengan melibatkan partisipasi bersama, ketika dinyatakan sebagai partisipasi, maka semua golongan harus terlibat dan tidak ada credit yang diberikan untuk 1 orang/pihak yang merepresentasikan gagasan inti dari suatu karya. Sehingga dalam praktiknya nanti, akan ada yang disebut estetika Ledeng ataupun estetika Cicadas yang mana tak terpisahkan dari masyarakat Ledeng dan Cicadas itu sendiri.Â
Selain itu, semangat estetika partisipatoris dalam menanggapi dan mencari solusi bukan untuk sekali aksi, melainkan ikhtiar berkelanjutan, sebuah dialektika tanpa henti terhadap masalah-masalah yang muncul di sekitar masyarakat.
Salah satu contoh menarik mengenai prinsip estetika partisipatoris ialah analogi membangun rumah. Apakah sudah bisa dibilang partisipatoris bila membangun rumah secara gotong royong? Belum, karena untuk dikatakan partisipatoris perlu melibatkan kondisi lingkungan itu sendiri. Bagaimana keberadaan rumah yang akan dibangun tersebut terhadap pohon yang ada di sekitarnya? Apakah harus dikorbankan?Â
Dengan pendekatan partisipatoris, walaupun berorientasi pada tindakan, tidak melulu dilakukan secara pragmatis. Sebab tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah saat ini haruslah mempertimbangkan masalah yang akan dimunculkan ke depannya, kemudian apa tindakan pencegahannya, dan bagaimana eksekusi kegiatan dan proses partisipasinya. Semua butuh pertimbangan, keterlibatan pun bukan hanya antarindividu saja, tapi secara holistik, individu dengan lingkungannya.
Bukan seni untuk seni, estetika partisipatoris: seni untuk kepentingan bersama, dari masyarakat dan untuk masyarakatnya, seniman dan masyarakat 'bersenyawa' dalam proses kreatifnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H