Mohon tunggu...
Fadzul Haka
Fadzul Haka Mohon Tunggu... Wiraswasta - Follow Thyself!

Wirausahawan yang menyamar jadi penulis. Di samping tulis-menulis dan berdagang, saya mengaktualisasikan gelar Sarjana psikologi dengan merintis riset mengenai dramatherapy dan poetry therapy secara otodidak. Nantikan tulisan saya lainnya: Cerpen dan Cerbung Jum'at; Puisi Sabtu; dan Esai Minggu. Saya senang jika ada kawan diskusi, jadi jangan sungkan-sungkan menghubungi saya: email: moch.fariz.dz13@gmail.com WA: 081572023014

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menuju Generasi Otentik

24 Maret 2018   13:57 Diperbarui: 24 Maret 2018   14:41 491
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Praktik selanjutnya adalah mengurangi kecenderungan reaktif, atau memberi respon prematur terhadap keadaan. Kata reaktif saya pilih di atas impulsif, karena kata yang kedua tersebut memiliki motivasi yang bertalian dengan objeknya. Dari apa yang terlihat dalam tindakan reaktif, terdapat sesuatu yang diafirmasi. Masalahnya, penilaian terhadap yang kita afirmasi itu sendiri bersifat reaktif, sebagai sesuatu yang 'baik' begitu saja. Misalnya, ada akun yang berkomentar negatif terhadap sesuatu yang kita sukai, entah itu idola atau tim favorit, dengan membalas secara ad hominen,atau membenarkan secara ad populis, di situlah letak reaktifnya. Objeknya seolah-olah diri kita secara langsung. Dengan demikian, alih-alih 'asal bunyi' lebih tepat bila kita mencerna dan mencermati kembali suatu wacana, dan hal itu dimulai dari membaca mikro sebagai suatu latihan untuk dibiasakan.

Menuju generasi yang otentik, merupakan ajakan untuk mengatasi diri secara kreatif dan kritis. Kekurangan yang terberi dari kelisanan kita perlu diimbangi dengan keterbukaan pada teks dan mendalaminya. Kita melakukannya dengan melibatkan orang lain untuk menemukan perbedaan dan benang merah yang menyatukan tiap-tiap diri. Pada akhirnya, praktik secara interdependensi yang saya tawarkan bertujuan untuk membangun kembali semangat gotong royong pada generasi sekarang dan selanjutnya, yang kemudian menghasilkan buah karya bagi negeri ini. "Be authentic!"

Referensi

  • Hoed, Benny H. (2014). Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas Bambu.
  • May, Rollo. (2004). Apakah Anda Cukup Berani untuk Kreatif? (terjemahan The Courage to Create). Jakarta: Teraju.
  • Susanto, Budi (ed). (2003). Identitas dan Poskolonialitas di Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun