Mohon tunggu...
FADLY SURYA WIJAYA
FADLY SURYA WIJAYA Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PELAJAR

MEMBACA MERUPAKAN JEMBATAN ILMU

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

pendekatan analisis dogmatik terhadap sistem hukum pidana di indonesia

21 Januari 2025   10:54 Diperbarui: 21 Januari 2025   10:54 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Abstrak

Hukum pidana merupakan cabang hukum yang bertujuan menjaga ketertiban umum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak individu serta masyarakat. Dalam konteks Indonesia, hukum pidana diatur melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang telah mengalami berbagai revisi untuk menyesuaikan perkembangan zaman. Artikel ini menggunakan pendekatan analisis dogmatik hukum untuk menelaah prinsip-prinsip dasar hukum pidana di Indonesia, kendala dalam implementasinya, dan bagaimana teori hukum dapat memberikan solusi. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pembaruan KUHP merupakan langkah penting, namun implementasinya masih memerlukan perhatian khusus dalam aspek penegakan hukum.

Kata Kunci: Hukum pidana, Analisis dogmatik hukum, KUHP, Teori hukum

Abstract

Criminal law is a branch of law that aims to maintain public order and provide protection for the rights of individuals and society. In the Indonesian context, criminal law is regulated through the Criminal Code (KUHP) which has undergone various revisions to adapt to current developments. This article uses a dogmatic legal analysis approach to examine the basic principles of criminal law in Indonesia, the obstacles in its implementation, and how legal theory can provide solutions. Research findings show that updating the Criminal Code is an important step, but its implementation still requires special attention in the aspect of law enforcement.

Keywords: Criminal law, Legal dogmatic analysis, Criminal Code, Legal theory

PENDAHULUAN

Hukum pidana merupakan salah satu cabang hukum yang memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas dan ketertiban sosial. Sebagai alat kontrol sosial, hukum pidana bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak individu dan kepentingan umum, sekaligus mencegah tindakan yang dapat merugikan masyarakat. Di Indonesia, hukum pidana diatur secara komprehensif dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, keberadaan KUHP sebagai produk kolonial Belanda telah memunculkan banyak perdebatan terkait relevansinya dengan perkembangan masyarakat modern.

Seiring dengan dinamika sosial, ekonomi, dan budaya, Indonesia menghadapi tantangan dalam mengadaptasi hukum pidana yang mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat yang beragam. Pembaruan hukum pidana melalui pengesahan KUHP baru pada tahun 2022 merupakan tonggak penting dalam sejarah hukum di Indonesia. Langkah ini diambil untuk menghilangkan unsur kolonial dalam hukum pidana sekaligus memperkuat keadilan sosial. Namun, meskipun telah disahkan, implementasi KUHP baru masih diwarnai berbagai kendala, termasuk lemahnya sistem penegakan hukum, konflik antara hukum nasional dan norma adat atau agama, serta tantangan dalam menciptakan harmonisasi hukum di tengah pluralitas masyarakat Indonesia.

Pendekatan analisis dogmatik hukum diperlukan untuk memahami prinsip-prinsip dasar hukum pidana dan mengidentifikasi masalah yang timbul dalam implementasinya. Pendekatan ini memberikan fokus pada teks hukum dan interpretasinya, sehingga memungkinkan evaluasi yang mendalam terhadap keberlanjutan norma-norma hukum pidana yang ada. Selain itu, penggabungan teori hukum, seperti teori utilitarianisme dan teori retributif, dapat memberikan landasan konseptual yang lebih kokoh dalam merancang solusi untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi.

Pentingnya kajian ini terletak pada kebutuhan untuk memastikan bahwa hukum pidana Indonesia tidak hanya menjadi instrumen normatif, tetapi juga alat yang efektif untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, penelitian ini tidak hanya bertujuan untuk menganalisis permasalahan dalam sistem hukum pidana Indonesia, tetapi juga memberikan rekomendasi yang relevan untuk meningkatkan efektivitas dan keadilan dalam implementasi hukum pidana di masa mendatang.

Hukum pidana berfungsi sebagai alat untuk menjaga ketertiban umum dan mencegah tindak kejahatan. Di Indonesia, hukum pidana sebagian besar didasarkan pada KUHP yang merupakan warisan kolonial Belanda. Meskipun telah dilakukan pembaruan melalui pengesahan KUHP baru pada tahun 2022, penerapan hukum pidana masih menghadapi berbagai tantangan, termasuk lemahnya penegakan hukum dan ketidakselarasan antara norma hukum dan kebutuhan masyarakat.

Rumusan Masalah

Apa saja prinsip dasar yang mendasari sistem hukum pidana di Indonesia?

Kendala apa saja yang dihadapi dalam implementasi hukum pidana?

Bagaimana pendekatan teori hukum dapat membantu mengatasi kendala tersebut?

Tujuan Penulisan

Mengidentifikasi prinsip-prinsip dasar hukum pidana di Indonesia.

Menganalisis kendala dalam implementasi hukum pidana.

Memberikan solusi berbasis teori hukum untuk perbaikan sistem hukum pidana.

BAB II PERMASALAHAN

  • Ketidaksesuaian KUHP lama dengan kebutuhan masyarakat modern.
  • Lemahnya penegakan hukum pidana, terutama dalam kasus korupsi dan pelanggaran HAM.
  • Tantangan harmonisasi hukum pidana dengan norma adat dan agama.

BAB III  METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan langkah-langkah berikut:

  • Pendekatan Dogmatik Hukum

Pendekatan dogmatik hukum merupakan salah satu pendekatan utama dalam studi hukum yang berfokus pada analisis terhadap norma-norma hukum yang terdapat dalam undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang ada. Pendekatan ini mencoba memahami dan menginterpretasikan aturan hukum berdasarkan teks dan sistem hukum yang berlaku, serta mencari konsistensi dan keselarasan antar ketentuan hukum. Tujuan dari pendekatan ini adalah untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang norma hukum yang berlaku, serta memberikan solusi terhadapnya

  • Pendekatan Historis

Pendekatan historis adalah metode yang digunakan untuk memahami hukum dengan mengkaji perkembangan sejarahnya, termasuk bagaimana hukum terbentuk, berubah, dan berkembang dalam konteks sosial, politik, dan budaya suatu masyarakat. Pendekatan ini berusaha menjelaskan hubungan antara hukum dan latar belakang sejarah yang mempengaruhinya. Pendekatan historis memberikan perspektif penting untuk memahami bagaimana hukum Indonesia terbentuk dan berkembang, sekaligus menjadi dasar dalam mengkaji apakah hukum yang berlaku masih relevan dengan kebutuhan, termasuk menganalisis perkembangan sejarah hukum pidana di Indonesia evolusi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dari masa kolonial hingga reformasi terbaru. Pendekatan ini membantu memahami latar belakang dan alasan di balik perubahan atau keberlanjutan norma hukum tertentu.

  • Pendekatan Teori Hukum
  • Pendekatan teori hukum menggunakan teori utilitarianisme dan teori retributif merupakan salah satu cara yang sistematis untuk menganalisis dan memberikan solusi terhadap permasalahan hukum. Teori kedua ini menawarkan perspektif yang berbeda terkait dengan tujuan hukum, khususnya dalam konteks pemberian sanksi atau hukuman.
  • Utilitarianisme Berakar dari pemikiran Jeremy Bentham, utilitarianisme memandang hukum sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan sosial. Hukuman diberikan berdasarkan dampak yang ditimbulkan terhadap masyarakat. Fokus utama adalah pencegahan kejahatan melalui efek jera (deterrence) dan rehabilitasi pelaku. Menilai keberhasilan hukum berdasarkan manfaat praktis yang dihasilkan, seperti penurunan angka kriminalitas dan peningkatan kesejahteraan Masyarakat, Dalam konteks sistem pidana pidana, teori utilitarianisme diterapkan pada kebijakan hukum seperti program rehabilitasi atau hukuman bersyarat. Kelebihannya adalah memberikan solusi berbasis manfaat sosial. Namun pendekatan ini dapat mengabaikan hak individu jika kebijakan dianggap membawa manfaat yang lebih besar.
  • Retributif Didukung oleh pemikiran Immanuel Kant, teori ini memandang bahwa keadilan harus ditegakkan dengan memberikan hukuman yang setimpal terhadap pelaku kejahatan. Hukuman adalah "kewajiban moral" yang tidak bergantung pada konsekuensi, melainkan pada kesalahan individu. Mengukur keberhasilan hukum dari kesesuaian hukuman dengan keadilan moral, yaitu apakah pelaku menerima hukuman yang pantas atas tindakannya. Teori retributif tercermin dalam hukuman terhadap kejahatan berat, seperti pembunuhan, di mana keadilan moral menjadi prioritas utama. Kelebihannya adalah menegakkan keadilan moral. Namun, pendekatan ini kurang mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap masyarakat.

BAB IV PEMBAHASAN

1. Prinsip-Prinsip Dasar Hukum Pidana di Indonesia

Hukum pidana di Indonesia memiliki landasan asas yang menjadi fondasi pembentukan norma-norma di dalamnya. Prinsip-prinsip ini tidak hanya bersifat universal, tetapi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai lokal yang relevan dengan karakter masyarakat Indonesia.

  •  Asas Legalitas

Prinsip asas legalitas ( nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali ) adalah salah satu prinsip fundamental dalam hukum pidana. Dalam hukum pidana Indonesia, asas ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang menyatakan bahwa tidak ada perbuatan yang dapat dihukum tanpa ada ketentuan hukum yang mendahului. Asas ini menjadi benteng terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum karena mencegah hukuman berdasarkan aturan yang tidak tertulis atau tidak sah.

Dalam konteks KUHP baru, asas legalitas tetap dijaga namun dengan penyesuaian tertentu, seperti pengakuan terhadap norma adat yang sah di masyarakat. Ini berarti perbuatan yang dianggap melanggar hukum adat setempat dapat diproses secara hukum nasional apabila terdapat konsistensi dengan nilai-nilai yang diatur dalam KUHP.

  • Asas Kesalahan

Asas kesalahan menyatakan bahwa seseorang hanya dapat dihukum jika terdapat kesalahan yang dilakukan, baik disengaja (kesengajaan) maupun karena kelalaian (culpa). Asas ini memastikan bahwa hukum pidana tidak bersifat sewenang-wenang terhadap pihak yang tidak bersalah. Penerapan asas kesalahan di Indonesia sering kali mengalami tantangan, terutama dalam kasus yang melibatkan kesalahan kolektif, seperti tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh kelompok tertentu.

  • Asas Proporsionalitas

Prinsip ini mengatur agar hukuman yang dijatuhkan harus sesuai dengan tingkat keparahan tindak pidana yang dilakukan. Dalam KUHP baru, konsep proporsionalitas diperkuat dengan pengenalan hukuman alternatif seperti kerja sosial atau rehabilitasi, khususnya untuk pelanggaran ringan. Hal ini mencerminkan pendekatan yang lebih manusiawi dalam memberikan hukuman.

  •  Asas Restorative Justice

KUHP baru juga memberikan ruang bagi penerapan keadilan restoratif (restorative justice), yang bertujuan untuk memulihkan kerugian korban dan memperbaiki hubungan sosial antara pelaku dan korban. Konsep ini relevan di masyarakat Indonesia yang masih mengedepankan penyelesaian masalah secara musyawarah dan mufakat. Namun, implementasi asas ini memerlukan regulasi yang lebih detail agar tidak disalahgunakan.

2. Kendala dalam Implementasi Hukum Pidana

Meskipun KUHP baru membawa berbagai inovasi, implementasinya menghadapi berbagai kendala struktural, kultural, dan teknis yang menghambat tercapainya tujuan hukum pidana.

  • Kendala Struktural

Struktur penegakan hukum di Indonesia sering kali diwarnai oleh permasalahan internal, seperti korupsi, rendahnya kapasitas aparat, dan lemahnya koordinasi antar-institusi. Contohnya, kasus-kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi sering kali tidak terselesaikan dengan cepat karena adanya intervensi politik atau praktik suap. Selain itu, pengadilan sering kali dianggap tidak independen dalam memutuskan perkara karena adanya tekanan dari pihak tertentu.

Kelemahan ini menunjukkan bahwa pembaruan KUHP perlu diimbangi dengan reformasi struktural dalam sistem peradilan pidana. Tanpa adanya perbaikan di level ini, norma-norma baru yang diatur dalam KUHP tidak akan mampu diimplementasikan secara efektif.

  • Kendala Kultural

Masyarakat Indonesia yang multikultural menghadirkan tantangan besar dalam harmonisasi hukum pidana dengan nilai-nilai lokal. Banyak masyarakat yang lebih memilih penyelesaian konflik melalui jalur adat atau agama, sehingga hukum nasional sering kali dianggap sebagai jalan terakhir. Misalnya, kasus tindak pidana ringan seperti pencurian kecil atau pertikaian antarindividu sering kali diselesaikan melalui mediasi adat tanpa melibatkan aparat hukum formal.

Di sisi lain, hukum pidana nasional terkadang dianggap bertentangan dengan nilai-nilai adat tertentu. Sebagai contoh, penerapan hukuman pidana terhadap pelanggaran adat tertentu bisa dianggap sebagai upaya untuk menghapus norma lokal, sehingga menimbulkan resistensi dari masyarakat setempat.

  •  Kendala Teknis

Aspek teknis dalam penegakan hukum pidana, seperti kurangnya jumlah aparat penegak hukum di daerah terpencil, minimnya fasilitas penunjang, dan tumpang tindih aturan, juga menjadi masalah besar. Misalnya, banyak kasus yang tidak diproses karena ketidakmampuan masyarakat untuk mengakses layanan hukum atau ketidaktahuan tentang prosedur hukum yang berlaku.

Selain itu, perubahan KUHP membawa konsekuensi berupa kebutuhan untuk meningkatkan kapasitas aparat dalam memahami dan menerapkan norma-norma baru. Tanpa pelatihan dan sosialisasi yang memadai, aparat penegak hukum mungkin kesulitan untuk mengimplementasikan perubahan yang diatur dalam KUHP baru.

3. Harmonisasi Hukum Pidana dengan Norma Adat dan Agama

Indonesia adalah negara dengan keragaman budaya, agama, dan adat yang sangat kaya. Hal ini menciptakan tantangan dalam mengintegrasikan hukum pidana nasional dengan norma-norma lokal.

  •  Konflik antara Hukum Nasional dan Hukum Adat

Hukum adat sering kali memiliki mekanisme penyelesaian konflik yang berbeda dengan hukum nasional. Dalam beberapa kasus, hukum adat bahkan lebih diterima oleh masyarakat setempat karena dianggap lebih adil dan relevan. Misalnya, dalam kasus pencurian kecil, pelaku mungkin hanya diwajibkan untuk mengganti kerugian korban sesuai dengan aturan adat, tanpa dikenakan hukuman pidana formal.

Namun, konflik dapat muncul ketika hukum adat bertentangan dengan prinsip-prinsip universal, seperti kesetaraan gender dan hak asasi manusia. Sebagai contoh, dalam beberapa masyarakat adat, perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual sering kali justru disalahkan dan dipaksa untuk menikah dengan pelaku. Praktik semacam ini jelas bertentangan dengan hukum nasional yang melindungi hak-hak perempuan.

  •  Pengaruh Agama dalam Hukum Pidana

Sebagai negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam, nilai-nilai agama Islam sering kali memengaruhi pandangan masyarakat terhadap hukum pidana. Dalam beberapa kasus, hukum nasional dianggap kurang mencerminkan nilai-nilai agama, sehingga muncul tuntutan untuk mengadopsi prinsip-prinsip syariat dalam hukum pidana. Contohnya adalah penerapan qanun syariat di Aceh, yang menjadi bukti bagaimana norma agama dapat diintegrasikan ke dalam sistem hukum daerah.

Namun, tantangan muncul ketika norma agama tertentu dianggap tidak sesuai dengan prinsip pluralisme dan kesetaraan yang diatur dalam konstitusi. Oleh karena itu, harmonisasi antara hukum pidana nasional dengan norma agama perlu dilakukan secara hati-hati untuk menghindari diskriminasi terhadap kelompok-kelompok minoritas.

4. Solusi Berbasis Pendekatan Teori Hukum

Untuk mengatasi berbagai kendala yang dihadapi dalam implementasi hukum pidana, pendekatan teori hukum dapat menjadi panduan dalam merancang kebijakan dan strategi yang lebih efektif.

  •  Teori Utilitarianisme

Teori utilitarianisme menekankan bahwa tujuan hukum pidana adalah untuk menciptakan manfaat terbesar bagi masyarakat. Dalam konteks Indonesia, teori ini dapat diterapkan dengan mengutamakan pencegahan dan rehabilitasi daripada sekadar penghukuman. Misalnya, hukuman kerja sosial yang diatur dalam KUHP baru mencerminkan pendekatan utilitarian yang berfokus pada manfaat sosial daripada pembalasan semata.

Pendekatan ini juga relevan untuk mengatasi masalah overkapasitas di lembaga pemasyarakatan, di mana banyak pelaku tindak pidana ringan dipenjara tanpa ada manfaat yang signifikan bagi masyarakat. Dengan menerapkan hukuman alternatif seperti rehabilitasi atau mediasi, beban sistem peradilan pidana dapat dikurangi.

  •  Teori Retributif

Teori retributif berfokus pada pemberian hukuman yang setimpal sebagai bentuk keadilan bagi korban dan masyarakat. Teori ini tetap relevan dalam konteks hukum pidana Indonesia, terutama untuk menangani kasus-kasus berat seperti korupsi dan pelanggaran HAM. Hukuman yang tegas dan proporsional dapat memberikan efek jera kepada pelaku sekaligus memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.

  •  Integrasi Teori dalam Kebijakan Hukum

Integrasi antara teori utilitarianisme dan retributif dapat menghasilkan pendekatan yang seimbang dalam sistem hukum pidana. Misalnya, dalam kasus tindak pidana korupsi, pendekatan retributif dapat diterapkan untuk memberikan hukuman yang setimpal kepada pelaku, sementara pendekatan utilitarian dapat digunakan untuk mendorong pengembalian kerugian negara dan pencegahan melalui reformasi sistemik.

SIMPULAN

Hukum pidana di Indonesia memiliki prinsip dasar yang kokoh, namun implementasinya masih menghadapi kendala seperti korupsi, ketimpangan penegakan hukum, dan diskrepansi dengan norma sosial. Pendekatan teori utilitarianisme, retributif, dan restoratif dapat membantu menyelesaikan kendala-kendala tersebut. Pembaruan KUHP membawa sejumlah perbaikan, namun tantangan implementasi memerlukan perhatian serius.

Saran

Peningkatan integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum untuk mengurangi korupsi. Penyesuaian KUHP dengan norma sosial dan kebutuhan masyarakat. Peningkatan infrastruktur dan sumber daya manusia di lembaga penegakan hukum. Sosialisasi KUHP baru kepada masyarakat luas dan pelatihan ulang bagi aparat penegak hukum. Evaluasi berkala terhadap implementasi KUHP untuk memastikan keadilan dan efektivitas. Peningkatan transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum. Perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan berpendapat.

REFERENSI

Andi Hamzah. (2014). Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Barda Nawawi Arief. (2018). Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Jakarta: Kencana Prenada Media.

Bagir Manan. (2012). Hukum, Teori, dan Kepastian Hukum. Jakarta: UI Press.

Harahap, M. Yahya. (2013). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika.

Lilik Mulyadi. (2015). Hukum Acara Pidana Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Muladi dan Barda Nawawi Arief. (2005). Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Alumni.

R. Wiyono. (2012). Komentar atas KUHP dan KUHAP. Jakarta: Sinar Grafika.

Ridwan HR. (2021). Hukum Administrasi Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Roeslan Saleh. (1999). Stelsel Pidana Indonesia. Jakarta: Aksara Baru.

Satjipto Rahardjo. (2009). Hukum Progresif: Sebuah Sintesa Hukum Indonesia. Yogyakarta: Genta Publishing,

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun