Toponim wuge dan Luwu yang disebut dalam artikel di atas terlihat identik dengan entitas nama wilayah yang ada di pulau sulawesi. "Wuge" dapat kita lihat identik dengan: wugi -- ugi -- bugis. "Luwu" jelas identik dengan Luwu yaitu kerajaan tertua dan terbesar di pulau Sulawesi.Â
Yang menarik adalah terjemahan kata 'Wendan' yang secara harfiah berarti "seni fajar" atau "budaya/ kultur pagi" (lihat capture di bawah ini).Â
Makna nama 'Wedan' (sebagai nama lain dari Zhenla yang ibukotanya disebut isanapura, pernah juga disebut Wuge dan Luwu) mengkonfirmasi - bahwa apa yang saya bicarakan di sini - tentang kaitan antara negeri timur laut (isanapura) dengan negeri pagi/ negeri sabah/ negeri fajar yang saya identifikasi terletak di pulau Sulawesi - bukanlah isapan jempol atau pengantar tidur bagi kelas pekerja (seperti anda) yang lelah sepanjang siang hari bekerja hingga ketika malam sulit tidur dan karenanya butuh sesuatu bacaan yang bisa membuatnya  mengantuk. Bukan.
Mengapa Suatu wilayah di Pulau Sulawesi disebut "negeri fajar/ negeri pagi/ negeri sabah", pada masa lalu?
Pertanyaan ini membawa kita ke penelusuran yang lebih dalam masuk ke masa yang sangat kuno, saat paling awal, di mana konsep penyembahan matahari terlahir dan  kemudian mendasari filosofi hidup bangsa Matahari (dikenal sebagai wangsa Surya dalam literatur India dan sebagai bangsa Suryani dalam literatur Islam).
Kita patut bersyukur karena pemahaman filosofi yang mendasari spirit peradaban manusia selama ribuan tahun itu dapat kita temukan terekam dalam catatan Himne tertua Veda, yakni pada himne 1.115 Rgveda yang menyebutkan:Â
Surya sebagai penghormatan khusus untuk "Matahari Terbit" dengan simbolismenya sebagai penghilang kegelapan, orang yang memberdayakan pengetahuan, kebaikan dan semua kehidupan.Â
Untuk diketahui, dalam tradisi Hindu, Surya berkonotasi Dewa Matahari. (Roshen Dalal, Hinduism: An Alphabetical Guide, 2011), begitu pula Dewi Usas (Dewi Fajar).Â
Hal terpenting untuk dicermati dari Rekaman Himne tertua Veda di atas adalah pada kalimat "sebagai penghormatan khusus untuk Matahari terbit" karena, ini mesti kita cermati bahwa dari kesemua rentang waktu posisi matahari di langit pada siang hari, hal yang paling dikhususkan terletak pada posisi waktu ia terbit, yang dalam perbendaharaan Bahasa kita pada hari ini, kita kenal dengan sebutan "pagi".
Dengan kata lain, pada masa paling awal, Bangsa Matahari hanya mengkhususkan pemujaannya pada matahari terbit saja. Dan, leluhur Bangsa Matahari yang menganut konsep ini, menamai negeri mereka sebagai "negeri pagi/ negeri fajar/ atau negeri sabah", yaitu: Nusantara (Indonesia kuno).
Seorang teman saya yang bertempat tinggal di Singaraja Bali mengatakan; Di bali setiap perande, peranda, atau pedanda (pendetanya orang Bali) memiliki kewajiban "nyurya sewana" di pagi hari memuja matahari yang baru terbit.Â