Pertanyaan penting yang kemudian timbul adalah: apakah TU itu? mengapa menjadi bentuk dasar dari kata WAKTU, kata TUAN, dan kata SATU?
Sampai di sini, mudah saja kita kemudian beramsumsi bahwa TU adalah sebutan untuk SANG PENGUASA ALAM SEMESTA.
Tapi, saya tidak ingin asumsi itu (walau pun sudah benar) kemudian menyudahi penelusuran ini. Saya ingin ada penguatan lain, terutama dari literatur yang menyatakan bahwa TU memang merupakan sebutan yang digunakan oleh orang-orang di masa kuno untuk menyebut entitas Pencipta dan Penguasa Alam Semesta ini. Dan Alhamdulillah, kita masih bisa mendapatkan penguatan tersebut.
Kita dapat melihat bahwa tampaknya, bentuk TU ada keterkaitan dengan kata TAO (dalam tradisi Cina), dan TA atau RTA (dalam tradisi Hindu)
KESAMAAN TU (INDONESIA), TAO (CINA), DAN TA/ RTA (HINDU)
Dalam tradisi Cina, TAO diartikan atau merujuk pada "tatanan alam alam semesta".
Cane, Eulalio Paul (2002) dalam buku "Harmony: Radical Taoism Gently Applied" mengatakan bahwa: Tao secara kasar dapat dianggap sebagai aliran Alam Semesta atau sebagai esensi atau pola di balik alam yang menjaga keseimbangan dan keteraturan Alam Semesta.
TAO adalah prinsip non-dualistik---itu adalah keseluruhan, yang lebih besar dari segalanya, yang darinya semua elemen individual Semesta berasal. Dalam ajaran Islam pemahaman ini tersaji dalam ungkapan "Allah Maha Besar" (Allahu Akbar).
Kalangan TAOISME di Cina menganggap TAO adalah; Jalan, metode, doktrin, atau prinsip. Ia adalah cara seseorang melakukan sesuatu. Orang yang bertindak sesuai prinsip atau jalan TAO, berarti ia menyelaraskan dirinya dengan 'cara kerja alam semesta' -- yang pada akhirnya, ia bisa dikatakan sesuai dengan kehendak TUHAN.
Dalam perkembangannya, kata TAO dipergunakan dalam bentuk metafora, filosofis, maupun agama. Situasi ini saya pikir persis dengan apa yang terjadi terhadap bentuk TU dalam bahasa Indonesia.
Dalam bahasa Indonesia TU kita temukan digunakan pada kata TUHAN (atau TUAN) dalam aspek keagamaan.
TU kita temukan pula digunakan dalam bentuk metafora pada frase ORANG TUA. Ini sebenarnya frase metafora. Bahwa, orang yang sudah berumur, telah mencapai tingkat prilaku yang lebih bijaksana (jika dibandingan dengan orang yang muda), yang mana hal itu menunjukkan telah adanya potensi keselarasan diri dengan TU.