Demikianlah, pada beberapa pendapat mufassir tentang ayat pertama surat Az Zariyat terlihat jelas perbedaan pendapat pada penafsiran makna kata Dhariyat (kadang pula dilafalkan zariyat)
Jika ditinjau secara harfiah, kata Dhariyat atau zariyat bermakna "keturunan" dalam bahasa Arab.
Kata Dzurriyah yang populer digunakan di Indonesia untuk menyebut keturunan Nabi Muhammad (sering kita dengar dengan istilah Dzurriyah nabi) nampaknya terkait dengan kata Zariyat ini.
Yang menarik, kata Zariyat dalam bahasa Urdu serupa dengan kata czarism, yang dapat diperkirakan terkait dengan kata "kaisar/ kekaisaran". (lihat penerjemahannya di hamariweb.com)
Jadi, dari tinjauan menurut bahasa Arab, kita menemukan kata 'zariyat' bermakna: "keturunan," sementara tinjauan menurut bahasa Urdu, kita menemukan kata 'zariyat' bermakna: "kaisar/kekaisaran."
Saya melihat, kedua makna ini, sebenarnya dapat digunakan pada ayat pertama surat Az Zariyat.
Jika kata zariyat kita maknai "keturunan" maka, tafsir ayat pertama, yang dari bentuk umumnya "Demi (angin) yang menerbangkan debu," akan menjadi: "demi sumber keturunan (asal usul) yang menyebar."
Mengapa zariyat atau dhariyat saya maknai pula "asal usul"? oleh karena saya melihat bahwa, kata 'dari' dalam bahasa Indonesia sangat mungkin terkait dengan kata 'dhari' sebagai bentuk dasar dari kata 'dhariyat'.
Sementara jika kita menggunakan makna "kekaisaran" untuk kata zariyat, agar makna bunyi kalimat ayat pertama az Zariyat menjadi tidak aneh atau rancu maka, kata 'zarwa' yang terletak setelah 'waz-zariyati', yang selama ini umumnya dimaknai "menyebar" mesti kita gunakan makna harfiahnya dalam bahasa Arab yaitu: Puncak / klimaks. Hasilnya menjadi: Demi Kekaizaran puncak.