Dalam bahasa Indonesia, kita mengenal kata 'Semesta' yang dalam kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bermakna: seluruh; segenap; semuanya, dan kesemestaan= keuniversalan .
Sebagaimana kosakata dalam bahasa Indonesia lainnya, kata 'semesta' dapat pula kita telusuri keberadaannya dalam bahasa Sanskrit dengan bentuk "samasta", yang artinya: semua; seluruh; segala.Â
Adapun makna kata "masta" yaitu: tuan/ majikan. Ini merupakan bentuk awal untuk kata "master" dalam bahasa Inggris modern.
Dalam bahasa Jepang, terdapat pula kata "masta" atau "masuta" yang kurang lebih berarti: pemilik/ menguasai.
Saya menduga kata 'masta' ini juga terkait dengan "Ahura Mazda" yakni sebutan untuk Tuhan dalam tradisi Avestan di Iran kuno, sayangnya, etimologi yang berkembang hari ini menyebutkan ahura= tuan, mazda= kebijaksanaan.
Jika kita mencermati bentuk lain dari Ahura Mazda yakni 'hormazd' atau 'ohrmazd', sebenarnya kita dapat melihat jika bentuk 'hor' atau 'ohr' di depan mazd ada kemungkinan terkait dengan kata 'all' yang berarti "semua" dalam bahasa Inggris. Ini dengan merujuk pada pertimbangan adanya perubahan fonetis r ke l (atau sebaliknya) pada suku kata tersebut.
Dengan demikian, jika kata 'mazda' bermakna "tuan" Â maka, ohr-mazda mestinya berarti: tuan semuanya atau segalanya.
Makna ohr-mazda ini dapat kita lihat cukup terkait erat dengan  makna kata 'semesta' yang telah dibahas di bagian awal bukan? Bahwa, kata semesta(samasta) dapat bermakna "semua atau segalanya," tapi di sisi lain, ia juga dapat berarti: satu tuan (se= satu, masta= tuan)
Perlu pembaca pahami bahwa, bentuk awal dari kata tuhan adalah tuan. Hal ini telah dibahas bapak Remy Sylado dalam tulisannya "Bapa Jadi Bapak, Tuan Jadi Tuhan, Bangsa jadi Bangsat" (Kompas, 11 September 2002).
Jadi yang dimaksud "tuan" dalam etimologi kata semesta di atas adalah "Tuhan Penguasa Alam Semesta".
Baca juga: Arti Guru dalam Perspektif Sufistik, Arti Kata Vocation, dan Cinta
Makna dibalik Kaf dan Nun
Di kalangan  orang tarekat berkembang suatu pemahaman untuk mencari rahasia di antara "Kaf dan Nun."
Jika merujuk pada aksara Arab, di antara huruf Kaf dan Nun ada huruf Lam dan Mim. Lalu apa rahasia yang ada pada Lam dan Mim ini?
Untuk menjawab ini, terlebih dahulu saya ingin mengajak pembaca mencermati beberapa hal berikut ini.
Dalam sebuah riwayat kuno diceritakan bahwa, ketika Adam tiba di bumi, hal pertama yang Tuhan perintahkan padanya adalah menggambar bentuk segi delapan. Diceritakan pula bahwa sesungguhnya alam semesta ini berbentuk segi delapan.
Di sisi lain, dalam tradisi Islam diriwayatkan bahwa Singgasana Allah yaitu Arsy diusung oleh Delapan malaikat yang sangat luar biasa besarnya.
Kisahnya, seekor burung butuh waktu 700 tahun untuk terbang dari bahu ke ujung telinga bagian bawahnya. Tapi anggap saja ini kisah yang mencoba mengilustrasikan seberapa besar malaikat-malaikat tersebut. Bisa jadi kenyataannya jauh lebih dari pada itu.
Hal menarik terkait mengenai aksara Lam dan Mim, dapat kita temukan dalam tradisi Bugis Makassar.Â
Di sana, singgasana pelaminan tempat pasangan yang menikah, disebut "lam-mim" atau biasa terdengar disebut "lam-ming" dikarenakan aksen di sana biasanya membunyikan huruf m dibagian akhir kata menjadi ng.
Kata "pelaminan" dalam bahasa Indonesia sendiri, kemungkinan besar berasal dari kata lammim atau lamming, yang mendapatkan awalan pe- dan akhiran -an.
Baca juga: Arti Kata "Tidak Sengaja" dan Penerapannya dalam Menghadapi Hukum
Dari beberapa hal yang saya paparkan di atas, dapat dibangun logika bahwa, ada kemungkinan, apa yang dimaksudkan kalangan tarekat "mencari rahasia di antara Kaf dan Nun" sesungguhnya adalah Lam-Mim atau "Singgasana".
"Singgasana" yang dimaksud di sini adalah Alam Semesta di mana Allah bertahta.
Harapan kalangan tarekat untuk dapat memahami dan dapat masuk ke dalam "antara Kaf dan Nun" dapat dimaknai sebagai suatu keinginan untuk dapat menyatukan diri dengan "Alam Semesta".
Atau dengan kata lain, merupakan wujud harapan seorang hamba untuk dapat mendekatkan dirinya ke singgasana tuannya, yaitu: Allah SWT.
Demikianlah, mencermati asal usul suatu kata dalam bahasa sesungguhnya akan mengarahkan kita pada hal-hal yang esensi yang berada dalam rana hakikat.
QS. Al Araf ayat 7: dan pasti akan Kami beritakan kepada mereka dengan ilmu (Kami) dan Kami tidak jauh (dari mereka).
Sekian. Semoga bermanfaat. Salam.
Baca artikel saya lainnya di:
https://www.kompasiana.com/fadlyandipa
atau website saya: https://fadlybahari.id/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H