Saya percaya bahwa informasi yang dikemas "secara metafora" adalah otentik, dan adalah merupakan buah karya seorang yang suci, yang memiliki visi tersendiri dalam menyimpan informasi dengan cara seperti itu. Visi tersebut bisa jadi merupakan bentuk penyesuaian dengan suatu mekanisme metafisika yang berlaku di alam semesta.Â
Dengan dikemas secara samar dalam bentuk bahasa metafora,makna sakral yang ingin dijaga orisinalitasnya, akan terhindar dari kondisi termanipulasi secara sengaja maupun tidak disengaja.
Bisa dikatakan, apa yang telah saya tulis dalam lebih dari seratus artikel di akun Kompasiana saya sejauh ini, merupakan langkah nyata pengungkapan pesan-pesan sakral yang dikemas dalam bahasa metafora oleh para orang-orang suci di masa kuno.Â
Karena itu, sebelum saya bertemu dengan uraian penjelasan tentang hermeneutika  seperti yang diungkap Plato, Aristoteles, Prof. Abdul Hadi dan masih banyak ahli lainnya, penjelajahan esensi yang saya lakukan selama ini telah membuat saya secara mandiri menyadari "tengah berurusan dengan apa."Â
Tentu saja saya kemudian merasa senang, ketika dalam perjalanan selanjutnya, saya menemukan penjelasan-penjelasan dari para ahli yang sejalan dengan kesimpulan-kesimpulan hipotetis yang saya bangun berdasar pengalaman yang saya temukan.
Bisa dikatakan, pembahasan dalam beberapa artikel saya selama ini dapat menjadi contoh kasus bagaimana gaya bahasa Metafora diaplikasikan dalam pesan-pesan simbolis nan sakral oleh orang suci di masa kuno. Misalnya pada artikel "Makna Sakral di Balik Nama-nama Angka" dan "Formasi Unik dan Filosofi yang Dikandung Nama Angka dalam Bahasa Indonesia."
Bahasa Senja (Twilight language)
Twilight language atau bahasa Senja yang diterjemahkan dari bahasa Sansekerta "samdhybhasa" (Sandhybhasa), adalah bentuk bahasa polisemik (kata atau frasa yang memiliki banyak makna), bisa dikatakan merupakan wujud pengaplikasian gaya metafora untuk menyamarkan pesan-pesan sakral.
Penyebutannya sebagai "bahasa senja," menggambarkan jika makna esensi dari bahasa tersebut terlihat seperti penglihatan samar-samar yang kita alami dalam situasi temaram senja.
"Bahasa senja" diasosiasikan dengan tradisi tantra dalam Buddhisme Vajrayan dan Hinduisme. Teks tantra sering kali ditulis dalam bentuk bahasa senja yang tidak dapat dipahami oleh pembaca yang belum tahu.Â
Sebagai bagian dari tradisi inisiasi esoterik, teks-teks tersebut tidak boleh digunakan oleh mereka yang tidak memiliki pemandu berpengalaman. Bahkan, bisa dikatakan jika fungsi dari penggunaan bahasa senja (dalam naskah tantra misalnya) adalah untuk memastikan bahwa yang belum tahu... tidak akan dengan mudah mendapatkan akses ke pengetahuan yang terkandung dalam karya-karya tersebut.
menurut Judith Simmer-Brown, teks tantra yang ditulis dalam "bahasa senja" (sandha-bhasa), seperti yang dinyatakan dalam tantra Hevajra, adalah "bahasa rahasia, kesepakatan agung para yogi , yang para shravaka dan orang [yang terkait dengannya] tidak bisa melepaskan diri. Ini berarti bahwa teks-teks tantra Buddha tidak dapat dipahami tanpa komentar lisan khusus dari guru Vajrayana yang berwenang. (sumber di sini)