Tinjauan lainnya bahwa Gurun atau Lombok Merah adalah sebutan Pulau Sulawesi di masa kuno, dapat kita temukan pada sebutan "Lombok Merah" dalam bentuk bahasa Tae yakni: 'Cella Passe' (cella / cili = merah, passe / pesse =lombok).
Pada hari ini, orang-orang di Sulawesi Selatan sangat akrab dengan slogan "Siri na Pesse" yang dianggap mewakili prinsip-prinsip ideal yang dijunjung tinggi. Namun, saya pribadi melihat jika pada dasarnya kalimat itu merupakan bentuk morfologi fonetis dari "Cili Pesse" atau "cella pesse".Â
Dalam tinjauan yang lebih jauh, 'Cili Pesse', atau 'Siri Pesse', bentuk transliterasinya dapat kita temukan dalam naskah kronik Cina sebagai "Shili Foshi", yang selama ini diklaim sebagai bentuk transliterasi untuk nama Sriwijaya oleh para sejarawan. Â 'Shili' memang dapat diterima dekat dengan bentuk 'Sri', tetapi bentuk 'Foshi' jelas tidak memiliki keterkaitan fonetis dengan 'wijaya'.
Demikianlah, uraian di atas rasanya telah cukup memberi argumentasi bahwa di masa lalu Sulawesi pernah disebut sebagai 'Cella Passe'.Â
Pada beberapa abad kemudian, kata 'Cella' kemudian beralih makna menjadi sebutan untuk laut atau perairan yang mengantarai dua daratan atau pulau, yang hari ini kita kenal dengan sebutan 'selat'.
Dalam catatan orang-orang Portugis yang mengunjungi Nusantara sebelum masa kolonial, orang laut atau orang Bajou disebut 'orang cellates'. Sebutan Cellates ini pun pada dasarnya pernah pula digunakan oleh orang-orang di timur tengah untuk menyebut pelaut-pelaut dari Nusantara.
Lalu bagaimana sehingga fakta-fakta yang diurai di atas dapat dikaitkan dengan 'cella' yang merupakan tempat paling suci dalam kuil-kuil bangsa Mesir, Yunani hingga Romawi?
Bangunan hipotesis untuk hal ini dapat kita temukan pada riwayat dalam tradisi Mesir Kuno yang percaya bahwa negeri leluhur mereka berada di suatu tempat di timur, yang mereka sebut tanah punt, dan biasa juga disebut  Ta netjer yang artinya "Tanah Dewa".
Punt dengan bentuk bacaan Egyptological 'Pwene' bisa jadi merujuk pada kata 'buana' atau 'banua', tapi ada juga kemungkinan merujuk pada sebutan 'poni' sebuah kerajaan kuno di Nusantara yang ada disebut dalam kronik Cina. Sementara 'Ta netjer' mungkin dapat dipertimbangkan terkait dengan kata 'tanete' (yaitu kata kuno dalam bahasa di Sulawesi Selatan untuk menyebut tanah datar di atas ketinggian, atau di atas gunung).
Satu hal lagi yang menarik untuk dicermati adalah bahwa gelar-gelar bangsawan di Sulawesi Selatan umumnya merupakan nama-nama dewa tertinggi di bangsa-bangsa kuno.