Pada hari ini, sembilan wilayah lainnya (Haru, Pahang, Tumasik, Palembang, Tanjung Pura, Sunda, Bali, Dompu, dan Seram) telah teridentifikasi dengan baik, tersisa wilayah Gurun saja yag pada hari ini masih diperdebatkan banyak kalangan.Â
Ada pendapat yang mengatakan Gurun berada di wilayah Nusa Tenggara, bahkan ada yang mengklaimnya berada di dekat pulau Seram.Â
Sementara itu, jika mengamati nama-nama wilayah yang disebutkan Pati Gajah Mada, terlihat jelas jika nama-nama wilayah tersebut mewakili secara keseluruhan pulau-pulau yang ada di Nusantara, dan terlihat jelas niatnya untuk mempersatukan seluruh wilayah di Nusantara.Â
Karena itu, logikanya, jika wilayah Gurun bukanlah pulau Sulawesi, maka pertanyaannya, mengapa Pati Gajah Mada tidak menargetkan Pulau Sulawesi?
Demikianlah, tentu akan menjadi suatu hal janggal jika Pati Gajah Mada tidak menyebutkan pulau Sulawesi sebagai salah targetnya untuk menyatukan wilayah nusantara.
Sebutan Sulawesi sebagai "Gurun" dapat pula ditemukan penguatannya pada sebutan Ku Lun atau Gu Lun dalam kronik Cina untuk suatu tempat di Laut Selatan.Â
Dengan mengidentifikasi bentuk Ku Lun sebagai Gu Lun maka didapatkan makna harafiahnya sebagai "manusia pedagang" hal ini terkait dengan terjemahan Pelliot atas kata 'sa-po' Sebagai "orang Sabaen", sementara itu dalam uraian Fa Hsien tentang Sri Lanka, ia menyatakan, sa-po berarti sarthavaha atau "kepala saudagar". Â
Di sisi lain, orang Bajo atau Bajao atau Bajoe sendiri menyebut diri mereka "Orang Sama," Â yang dalam hal ini, dapat diduga bahwa "Sama" merupakan bentuk lain dari "Saba" Â yang telah mengalami perubahan fonetik b menjadi m yang umum terjadi pada kelompok fonetik labial.Â
Jadi, 'sa-po, sabaean, atau pun bajou, adalah sebutan untuk orang yang sama yang menghuni pulau Sulawesi di masa kuno. (untuk penjelasan lebih detail silahkan baca di sini)