Dari memaknai kutipan Sokrates ini, kita dapat bijak melihat bahwa apa yang sering kita vonis sebagai kesalahan yang lalu kita labeli "tindak kejahatan" pada dasarnya berasal dari "ketidaktahuan".Â
Pemahaman ini sebenarnya telah dapat sukses kita terapkan dalam toleransi kita terhadap kesalahan yang dilakukan orang gila atau orang tidak waras, sayangnya, bagi kesalahan yang dilakukan orang yang kita kategorikan "orang waras", pemahaman itu umumnya belum berhasil kita lakukan.
Ada memang sedikit toleransi bagi kesalahan yang dilakukan orang waras, biasa kita sebut sebagai tindakan "khilaf", Â biasanya kita identifikasi sebagai tindakan yang tidak sempat ternalar secara semestinya akibat dorongan emosi ataupun napsu.Â
Namun, bagi tindak kejahatan yang didasari suatu "prinsip" ataupun "arah berpikir" yang keliru, kita sama sekali tidak memberi toleransi. Di sini kita gagal melihat kesalahan atau kejahatan sebagai akibat dari ketidaktahuan.
Padahal secara pribadi, kita memiliki refleksi yang dapat kita lihat dalam pengalaman hidup masing-masing, bahwa terkadang, suatu prinsip atau apapun yang kita anggap benar akan kita jalani dan perjuangkan selama bertahun-tahun, hingga akhirnya, pada suatu titik kita dapat menyadari jika itu adalah pilihan yang salah. Jadi, ketidaktahuan memang butuh waktu untuk berproses mencapai pencerahan.
Dalam pemahaman yang lebih holistik, kita dapat melihat bahwa perjalanan hidup sesungguhnya adalah tentang membawa berbagai ketidaktahuan ke arah pencerahan. Lihatlah, ketika terlahir ke dunia kita semua tidak tahu apa-apa, lalu, tahun demi tahun, seiring bertambahnya usia, kita memulai perjuangan mencerahkan satu demi satu "ketidaktahuan" kita. Ada yang berproses secara cepat, ada pula yang lambat.
Jadi, setelah memahami bahwa tindakan kesalahan atau kejahatan sesungguhnya adalah akibat ketidaktahuan, apakah kamu masih merasa perlu marah terhadap individu pelaku yang belum beruntung itu?Â
Kutipan Sokrates "Kesadaran akan ketidaktahuan adalah awal dari kebijaksanaan" pada dasarnya tidak hanya untuk melihat ke dalam tapi juga untuk keluar, bahwa "ketika kamu telah sadar bahwa ketidaktahuan adalah aspek mendasar sesamamu manusia, maka saat itu adalah awal kamu memiliki kebijaksanaan."
Sekaitan dengan pemahaman ini, kira-kira, apakah keliru perspektif kemanusiaan yang kita jadikan landasan bagi upaya Pemulangan WNI Eks ISIS? ... :)
Sekian uraian ini, semoga bermanfaat. Salam.
Bagi yang berminat membaca tulisan saya lainnya, bisa melihatnya di sini: kompasiana.com/fadlyandipa
Fadly Bahari, Pare - Kediri, 10 Februari 2020