Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Di Tanah Berbentuk Kuda Ini Makam Ratu Sima

11 Januari 2020   12:56 Diperbarui: 16 Januari 2020   00:39 2656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Di daerah pegunungan ada sebuah daerah yang bernama Lang-pi-ya, raja sering pergi ke sana untuk menikmati pemandangan laut." - nama ini persis sama dengan nama gunung langpiya (atau "lampia" dalam pengucapan aksen lokal) di wilayah Luwu Timur. 

Di Bulu (gunung) Langpiya ini, terdapat villa budayawan sepuh Tana Luwu, Anton Andi Pangerang, dan dari lokasi villa tersebut pemandangan laut memang terlihat jelas dan indah.

Bulu Lampia/ langpiya dengan pemandangan laut di kejauhan (Dokpri) 
Bulu Lampia/ langpiya dengan pemandangan laut di kejauhan (Dokpri) 

Sebelumnya, Oleh beberapa sejarawan, Lang-pi-ya diidentifikasi terletak di pulau Jawa, di desa Krapyak dekat gunung Lasem. (E. W. van Orsoy de Flines, "Hasin, Medang, Kuwu, Langpi-ya", TBG, LXXXIII, 1949, hlm. 424-429;  Sejarah Nasional Indonesia - Zaman Kuno 2008, hlm 120-121).

"Pada tahun 674 M rakyat kerajaan itu menobatkan seorang perempuan sebagai ratu yaitu ratu Hzi-mo (Sima). Konon ratu ini memerintah dengan sangat kerasnya, namun bijaksana sehingga Ho-ling menjadi negara yang aman.." - Nama Ratu Sima identik dengan Datu ketiga dalam silsilah kedatuan Luwu, yang kebetulan juga seorang perempuan, bernama Simpurusiang, yang mungkin saja bentuk aslinya adalah si-ma-pu-ru-si-ang.

Dalam literatur sejarah Tana Luwu, diceritakan bahwa Simpurusiang adalah sosok to manurung yang melanjutkan pemerintahan di Kedatuan Luwu setelah masa kekosongan pemerintahan yang belum diketahui berapa lamanya. Selama masa kekosongan tersebut terjadi kekacauan, yang kuat memangsa yang lemah, si-andre bale dalam ungkapan bahasa bugisnya.

Dalam buku "The Early and the Imperial Kingdom in Southeast Asian History" Hermann Kulke mengatakan bahwa penobatan Ratu Sima sebagai penguasa Ho-ling adalah wujud primus inter pares (utama dari yang sederajat) di antara dua puluh delapan bangsawan yang menjadi penguasa negara kecil disekitarnya.

Artinya, meskipun Sima atau Simpurusiang sederajat takaran kebangsawanannya dengan penguasa di wilayah sekitarnya, namun karena dianggap memiliki kelebihan khusus dalam hal kepemimpinan, maka akhirnya dialah yang dinobatkan menjadi penguasa tertinggi dan membawahi negera-negara kecil yang ada disekitarnya.

"Di sekeliling She-po ada 28 kerajaan kecil, dan tidak ada diantaranya yang tidak tunduk. Ada 32 pejabat tinggi kerajaan, dan yang terutama di antara mereka ialah ta-tso-kan-hsiung" (W. P. Groeneveldt, Historical Notes, hlm. 12-15). 

32 pejabat tinggi kerajaan dalam pemerintahan Ho-ling, dapat diperkirakan adalah terdiri dari 28 pejabat utusan  negera kecil disekitarnya, ditambah 4 orang yang merupakan pejabat kerajaan/kedatuan tingkat regional yang masing-masing membawahi 7 negara kecil (dari 28 negara kecil yang ada). Sistem semacam ini, hingga hari ini masih dapat ditemukan dalam sistem pemerintahan kedatuan Luwu.

Misalnya, Maddika Bua membawahi/ mengurusi wilayah : Kendari, Kolaka, Sangngalla', Pantilang, Wara/Palopo dan Walenrang - Makole BaEbunta membawahi/ mengurusi wilayah : Donggala/Palu, Nuha, Malili, Wotu, Mangkutana, BonE-BonE, MalangkE', Masamba dan Rongkong - Maddika Ponrang membawahi/ mengurusi wilayah : Pitumpanua, Larompong, Suli, Bastem (RantE Galla').  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun