Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyingkap Jejak Dewi Fajar di Pegunungan Latimojong

14 Desember 2019   10:10 Diperbarui: 14 Desember 2019   10:13 1461
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
screenshot buku David Kinsley (1988) "Hindu Goddesses: Visions of the Divine Feminine in the Hindu Religious Tradition. Hlm. 7–8. (Dokpri)

Namun pertanyaan utama dan terpenting dari kesemua hal ini adalah: siapakah sesungguhnya "Ia" yang dianalogikan sedemikian rupa oleh orang-orang di masa kuno? - Untuk menjawab pertanyaan ini adalah penting untuk terlebih dahulu mencermati uraian lebih lanjut tentang Dewi Ushas dalam Rigveda. 

Pada hymne 1.48, disebutkan: "Dia yang memelihara/ merawat/ menjaga semua hal, layaknya seorang janda yang baik".

Pada hymne 7.77 disebutkan: "dia juga mengajukan petisi untuk diberikan umur panjang, karena dia konsisten mengingatkan orang-orang akan waktu yang terbatas di bumi".

ia juga dikatakan "memancarkan cahaya yang diikuti oleh matahari (surya), yang mendesaknya untuk maju (3,61). Dia dipuji karena mengarahkan, atau diminta untuk mengusir kegelapan yang menindas (7.78; 6.64; 10.172).

Hal terpenting lainnya adalah analogi tentang Dewi Fajar yang dikatakan "konsisten terbit setiap hari " yang pada dasarnya sangat identik dengan analogi yang dialamatkan pada Dewa Surya (sosok yang mana dianggap terkait dengan Batara Guru ataupun Dewa Siwa). Untuk Hal ini, kita dapat menyimpulkan bahwa selain Dewa Surya (dewa laki-laki), juga ada Dewi Fajar (dewa perempuan) yang dianalogikan konsisten mengantarkan cahaya setiap hari dari timur ke barat (merupakan analogi gerak harian matahari jika terlihat dari bumi).

Jika dalam tulisan sebelumnya (baca: di sini dan di sini) saya menginterpresi sosok Batara Guru (Dewa Surya) tidak lain adalah personifikasi dari Nabi Adam. Maka saya menduga bahwa besar kemungkinan jika yang dipersonifikasi sebagai Dewi Fajar atau Dewi Pagi sesungguhnya adalah Ibu Hawa.

Secara intuitif saya merekonstruksi bahwa Ibu Hawa yang ditinggal pergi Nabi Adam setelah meninggal dunia, mengambil alih semua tugas yang sebelumnya diemban Suaminya. Ia kemudian sungguh-sungguh memerankan dirinya sebagai seorang ibu (dari seluruh manusia). Hal ini yang kemungkinan diisaratkan dalam Rigveda Pada hymne 1.48 "Dia yang memelihara/ merawat/ menjaga semua hal, layaknya seorang janda yang baik".

Sementara bunyi hymne 7.77 "dia juga mengajukan petisi untuk diberikan umur panjang, karena dia konsisten mengingatkan orang-orang akan waktu yang terbatas di bumi", kemungkinan adalah doanya kepada Sang Pencipta agar diberi umur panjang untuk dapat melakukan misinya sebaik-baiknya hingga tuntas. 

Suatu hal menarik yang kita temukan hari ini dalam bidang arkeologi adalah kenyataan bahwa peran ibu bumi (mother earth) sangat banyak dapat kita temukan di berbagai wilayah di dunia. Bisa dikatakan hampir di semua peradaban bangsa kuno ada mengenal figur ini. Hal ini menimbulkan asumi pribadi saya bahwa nampaknya jejak Ibu Hawa terlihat lebih dominan atau luas penyebarannya dibandingkan jejak Ayah Adam.

Demikianlah, dengan metode mythological comparison, dan metode language comparison terutama dengan pendekatan phonology, kita memiliki jalan untuk dapat merekonstruksi bentuk ungkapan simbolik dari gaya bahasa metafora yang diwariskan orang-orang pada masa kuno.

Sekian. Semoga bermanfaat. salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun