Prof. Santos juga mengatakan bahwa julukan ini mengarah kepada fakta bahwa Indonesia adalah situs surga tempat budaya dan peradaban pertama kali muncul di dunia, di permulaan zaman.Â
Adapun dugaan saya bahwa Iuu ada keterkaitan dengan Eoos didasari oleh fakta bahwa kebanyakan pengucapan bahasa Yunani klasik memberi akhiran s di akhir kata, seperti: Barbar yang dalam Yunani klasik diucapkan [b a r - ba - ros], atau Nusa yang diucapkan [ne - sos / ni.sos].Â
Dalam bahasa Tae' sendiri, juga dikenal kata "Esso" yang berarti "hari". Saya pikir, kata Esso dalam bahasa Tae' ini juga ada keterkaitan dengan Eoos, sebagaimana yang diungkap oleh Prof. Santos bahwa Eoos, Eous, atau Eos, dalam bahasa Inggris disebut "dawn" sementara dalam bahasa Indonesia bermakna "fajar" -- yang dapat diartikan sebagai "awal hari" atau "pagi".
Jadi, dapat diperkirakan jika antara "Esso" dalam bahasa tae' dengan Eoos, Eous, atau Eos dalam bahasa yunani telah terjadi morfologi terutama perubahan pada struktur fonetisnya, namun makna kata tidak bergeser jauh.
Hal ini juga sangat terkait dengan makna "negeri sabah" yang berarti "negeri pagi".Â
Dengan demikian, berlandaskan dari seluruh uraian ini, saya menduga bahwa daerah Iuu yang tidak teridentifikasi oleh para peneliti selama ini kemungkinan besarnya ada di wilayah Nusantara hari ini, yang merupakan kawasan negeri Sabah yakni zona pagi menurut pembagian wilayah di masa kuno. (untuk pembahasan ini baca tulisan saya lainnya: Pembagian Zona Waktu di Masa Kuno)
Saya juga ingin menegaskan bahwa keberadaan istilah Eoos, Eous, Eos, Iuu, atau dawn, yang secara spesifik merujuk pada wilayah dimana awal Matahari terbit (fajar) dalam literatur-literatur kuno dapatlah dianggap sebagai fakta yang menguatkan pendapat saya tentang adanya pembagian wilayah di masa kuno menurut posisi matahari di langit. Sekaligus juga ini menegaskan bahwa, disebutkannya nama Iuu (yang teridentifikasi sebagai negeri sabah) di dinding kuil Speos Artemidos membuktikan adanya hubungan antara Mesir kuno dengan Nusantara di masa kuno.
Tanah Punt yang eksotis dan misterius, yang disebut sebagai "tanah dewa" atau "Tanah Tuhan", telah dikenal sejak zaman Old Kingdom sebagai sumber komoditas yang diinginkan seperti mur, dupa, eboni, gading, emas dan bahkan penari orang kerdil, yang sangat berharga di istana Mesir, sebagaimana yang disebut dalam prasasti makam  Harkhuf. Kutipannya sebagai berikut:
...Anda mengatakan dalam pengiriman Anda bahwa Anda telah membeli orang kerdil penari tarian dewa ... seperti kurcaci yang dibawa oleh bendahara dewa Bawerded dari Punt pada masa Raja Isesi ... Datang ke utara ke kediaman sekaligus! Cepat, dan bawa orang kerdil ini ... Jika dia naik ke kapal bersamamu, pilih orang yang dapat dipercaya untuk berada di sampingnya di kedua sisi kapal sehingga dia tidak jatuh ke air. Jika dia berbaring untuk tidur di malam hari, pilih pria yang dapat dipercaya untuk berada di sampingn tendanya. Inspeksikan dia sepuluh kali sepanjang malam. Yang Mulia rindu untuk melihat kurcaci ini lebih dari rampasan dari negara pertambangan dan Punt.
Meskipun ekspedisi ke Punt telah menjadi fitur umum dari beberapa pemerintahan Mesir pada masa Middle Kingdom, seperti misi perdagangan Mentuhotep III, Senwosret I dan Amenemhat II yang kesemuanya berhasil menavigasi perjalanan mereka menuju dan kembali dari tanah Punt, namun Lokasi yang tepat dari Punt hingga sekarang tetap menjadi misteri.
Joyce Tyldesley (1996) mengatakan jika merujuk pada flora dan fauna yang digambarkan dalam relief, sangat dimungkinkan bahwa Punt adalah sebuah negara di Afrika, mungkin terletak di suatu tempat di sepanjang pantai Eritrea / Etiopia antara garis lintang 17 derajat LU dan 12 derajat LU. Dengan demikian, Punt dapat dicapai melalui pelabuhan Quseir Laut Merah yang terletak di ujung jalan yang sulit di sepanjang jalan gurun dari Coptos. Misi ke Punt berlanjut selama pemerintahan Tuthmosis III dan Amenhotep III. Tradisi berdagang dengan Punt mati selama Dinasti Kedua, dan pada akhir periode dinastik, Punt telah menjadi tanah mitos dan legenda yang tidak nyata dan menakjubkan. (Tyldesley: Hatchepsut, hal.145-146)
Dari tahun 1970-2000an telah dilakukan penelitian secara ekstensif terhadap berbagai hal yang terkait dengan kegiatan pelayaran Mesir ke tanah Punt.Â