Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kaitan Negeri Saba dan Wangsa Surya

23 Oktober 2019   16:50 Diperbarui: 23 Oktober 2019   17:19 941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam mitologi Yunani, Helios adalah dewa dan merupakan personifikasi Matahari. Etimologi "Helios" yang artinya "Matahari" berasal dari bahasa Proto-Indo-Eropa: sehu-el, yang kemudian dalam mitologi Romawi dikenal dengan nama "Sol". Jika kita mencermati nama sehu-el atau pun sol kita dapat melihat adanya kesamaan nama ini dengan nama paparan sahul yang terletak di lepas pantai utara Australia dan lautan selatan pulau Papua. 

Dapat dikatakan ini merupakan jejak lain dari mitologi Dewa Matahari di kawasan bumi belahan timur. Jejak lainnya, dapat pula kita temukan pada nama Putri Helios yang memiliki kemiripan dengan nama Samudra Pasifik, yakni; Pasiphae (Hesiod, The Theogony).

Nama Helios sendiri bukannya tidak meninggalkan jejak di wilayah timur, dari sisi tinjauan fonetis saya melihat nama ini ada keidentikan dengan nama La Gedi yang dianggap sebagai nama lain dari Sawerigading dalam kisah I La Galigo oleh sejarawan dan budayawan lokal di Luwu, buton dan muna. Luwu, Buton dan Muna oleh para sejarawan di masing-masing daerah mempercayai bahwa mereka memiliki hubungan kesejarahan yang erat di masa lalu. Hal ini didukung dengan banyaknya cerita-cerita rakyat yang mengungkap hal tersebut, serta juga kesamaan adat dan budayanya.

Terdapat suatu sungai di daerah Luwu timur yang dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai tempat mandinya La Gedi. Sementara itu dalam riwayat lisan daerah Muna, La Gedi atau Sawerigadi diceritakan seseorang yang datang dari Luwu, Sulawesi Selatan. Ia dan rombongannya kemudian membangun perkampungan di Pulau Muna.

Sosok lain yang melatarbelakangi sejarah lisan Muna adalah sosok La Eli. Terdapat kesimpangsiuran pendapat mengenai apakah La Gedi adalah orang yang sama dengan La Eli ataukah orang yang berbeda. La Eli dianggap sebagai Raja Muna pertama. Ia dikenal dengan gelar "Bheteno ne tombola" artinya; yang muncul dari bambu. Jika diterjemahkan dalam bahasa Muna, Bheteno ne Tombula terdiri kata "Bheteno" artinya: muncul, "ne" artinya: di, dan "Tombula" artinya: tolang (yakni sejenis bambu). Dengan demikian "Bheteno ne Tombula" secara harfiah diartikan yang muncul dari tolang(sejenis bambu).

Hal ini memiliki kesamaan makna dengan nama "Sawerigading" yang oleh orang Luwu juga diartikan "yang muncul dari batang bambu". "Sawe" atau "sau" = lepas; keluar, ri= di, gading= nama sejenis bambu.

Adapun tinjauan fonetis nama La Gedi yang telah saya sebutkan sebelumnya memiliki keidentikan dengan nama Helios adalah sebagai berikut: 'La' dalam tradisi bugis kuno serta tradisi di muna adalah merupakan bentuk panggilan untuk laki-laki, dan sebutan 'we' untuk perempuan. 

Jadi yang perlu mendapat pengamatan disini adalah 'Gedi'. Seperti yang banyak kita temukan dalam beberapa kasus bahasa dimana fonetik g terkadang saling berganti bunyi penyebutan dengan fonetik h dan k. demikian pula yang terjadi pada fonetik d, r, dan l. berangkat dari pemahaman ini, dapat kita lihat bahwa nama gedi ada kemungkinan mengalami perubahan menjadi: hedi, kedi, geri, heri, keri, heli, keli dan geli.

Dari beberapa opsi perubahan yang kita munculkan, dapat kita lihat ada kata heli yang kita temukan diantaranya. Dan mengenai nama Helios tentunya kita paham bahwa fonetik o dan s pada helios merupakan bentuk yang khas untuk penyebutan nama dalam bahasa Yunani. Bentuk aslinya bisa jadi heli- atau juga helio-. 

Heli- dalam bentuk lain dapat kita temukan dalam nama heli-um,  sementara helio- dapat kita temukan membentuk kata helio-centric, helio-graph dan masih banyak lagi.

Jadi dapat kita simpulkan di sini bahwa nama Helios memiliki bentuk lain dalam tradisi kuno Luwu dan Muna yakni La Gedi atau La Eli. La Gedi dan La Eli dalam cerita lisan di Muna hemat saya adalah sosok yang sama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun