Di dekat wilayah Tabang ini pulalah ditemukan sumber air asin dengan kadar garam tinggi, yakni di wilayah Rante Balla. Hal ini sejalan dengan berita dalam kronik Cina yang mengungkap tanda khusus atau unik yang terdapat di kerajaan Ho-ling, yakni: ""Di pegunungan terdapat gua-gua, dan dari dalam gua mengalir garam. Penduduk negeri ini mengumpulkan garam itu dan memakannya." (O.W. Â Wolters "Kebangkitan & Kejayaan Sriwijaya Abad III-VII" hlm. 258 )
sumber air garam sebagai tanda khusus atau unik Kerajaan Ho-ling ini, oleh para Peneliti yang berpendapat jika Ho-ling berada di Jawa kemudian mengidentifikasikannya sebagai bledug kuwu di Kecamatan Kradenan, Kabupaten Grobogan, Provinsi Jawa Tengah, yang mana lumpur yang keluar dari kawah tersebut memang mengandung air garam, dan oleh masyarakat setempat dimanfaatkan untuk dipakai sebagai bahan pembuat garam.Â
Masalahnya, Desa Kuwu (tempat "bledug kuwu") berada di dataran rendah (40-50 meter dari permukaan laut), jadi bukan berada diketinggian pegunungan, sebagaimana yang disebutkan dalam kronik Cina. Sementara itu kawasan Desa Rante Balla yang berada di kaki pegunungan Latimojong berada di ketinggian yang bervariasi kisaran 500-1500 mdpl.
Jadi keberadaan sumber air garam di Rante Balla lebih menguatkan hipotesis She-po atau Ho-ling berada di Pulau Sulawesi, tepatnya disekitar kaki pegunungan Latimojong pada masa lalu.Â
Sumber air garam yang berada di pegunungan memang suatu hal yang unik dan langka, sehingga tepat jika kronik Cina menjadikannya sebagai salah satu hal yang spesifik tentang negeri Ho-ling. Demikianlah, Keunikan sumber air garam di kaki pegunungan Latimojong tersebut dapat menjadi petunjuk yang jelas dan nyata untuk mengidentifikasi letak Ho-ling yang sesungguhnya.
Masa kebesaran kerajaan Ho-ling yang merupakan asal keluarga Sailendra adalah ketika pusat kerajaan berpindah ke Walenrang (yaitu setelah usai masa pemerintahan Tampa Balusu dan Tanra Balusu di daerah Balusu Toraja Utara hari ini).
Nama Walenrang inilah yang membuktikan ketepatan hipotesis L-C. Damais yang dengan pendekatan fonetis yang dapat dipertanggungjawabkan mengidentifikasi Ho-ling sebagai transkripsi dari bentuk "Walaing" atau "Walain" (L-C. Damais. La transcription chinoise Ho-ling comme designation de Java. Bulletin de l'Ecole francaise d'Extreme-Orient  Annee 1964  52-1  pp. 93-141 ).Â
Walaing faktanya memang sering disebutkan sebagai nama tempat di dalam berbagai prasasti (Di dalam prasasti mana saja nama Walaing ditemukan dapat dilihat dalam karya Damais, "Repertoire Onomastique de I'Epigraphie Javanaise (jusqu'a Pu Sindok Sri Isanawikrama Dharmamotunggadewa)", BEFEO, tome LXVI, 1970, s.v. walaing).
Melanjutkan Hipotesis L-C. Damais ini, saya mengidentifikasi nama Walenrang terdiri dari bentuk:Â
"walaing": walaing sangat mungkin bentuk lain dari wara, atau warana, atau barana, yang dalam bahasa tae bermakna sebagai "pusat/ tempat yang suci/ tempat yang dikeramatkan". Bentuk wara atau warana yang terdapat dalam prasasti Plaosan Lor yakni "Waranadhirajaraja" dan Narawaranagara" kemudian memunculkan spekulasi liar para ahli dengan mengaitkannya dengan toponim na-fu-na dalam kronik Cina yang kemudian disebut ada keterkaitan dengan Fu-nan (Kamboja).Â