Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rekonstruksi Pemahaman tentang "Sawerigading"

23 Februari 2019   21:52 Diperbarui: 24 Februari 2019   12:53 242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam khazanah kesusastraan Makassar (Sulawesi Selatan), terdapat jenis kesusastraan klasik yang mengandung ajaran moral. Masyarakat menyebut atau menamakan jenis kesusastraan ini dengan nama pappasang atau sering disingkat pasang ("pesan" jika dalam Bahasa Indonesia). Berikut ini adalah pappasang yang menggunakan bambu sebagai latar belakang filosofinya:

"Abbulo sibatang paki antu, mareso tamattappu, nanampa nia sannang ni pusakai". (Artinya: Jadilah seperti sebatang bambu, yang mengusahakan sesuatu secara diam-diam dengan tidak menyebutkannya, hingga kemudian memiliki kesejahteraan yang bisa diwariskan)

Pappasang (ajaran moral) ini, nampaknya menimba pesan moral dari pertumbuhan bambu tahun pertama hingga tahun keempat, yaitu dalam masa pertumbuhan struktur akar, yang pada masa itu kelihatannya tidak memperlihatkan adanya pertumbuhan batang yang signifikan di permukaan. Hingga setelah memasuki tahun kelima yaitu masa dewasanya, barulah bambu kemudian memperlihatkan pertumbuhan yang sangat pesat.

Jadi, saya pikir, penyampaian Pappasang (ajaran moral) tersebut harus diikuti dengan penuturan fase hidup tanaman bambu, agar pendengarnya dapat mencerna dengan mudah maksud dari ajaran moral yang ingin disampaikan. Jika sekedar pappasang itu saja, saya yakin, yang tidak mengetahui fase hidup tanaman bambu tak akan mengerti maksud sebenarnya.

Sepanjang sejarah, bambu telah disimbolkan banyak hal yang berbeda pada berbagai Negara. Di Cina bambu melambangkan umur panjang karena kekuatannya, ketahanan, kemampuan beradaptasi dan daya tahan untuk bertahan hidup dalam kondisi paling keras dan masih bertahan dan berkembang.

Dalam kebudayaan Cina, Bambu adalah salah satu dari  "empat kemuliaan" (bambu, anggrek, bunga plum dan krisan). Bambu memainkan peranan penting dalam budaya tradisional Cina, bahwa ia dianggap sebagai model perilaku manusia. Bahwa Bambu memiliki fitur seperti kejujuran, keuletan, kelapangan hati, ketulusan, keanggunan, meskipun tidak kuat secara fisik.

Di Cina, ada banyak puisi metafora tentang Bambu yang ditulis oleh penyair Cina kuno. seorang penyair kuno, Bai Juyi (772-846), berpikir bahwa untuk menjadi sosok yang dihargai dan memiliki kemuliaan, seorang pria tidak perlu kuat secara fisik, tapi ia harus kuat mental, tegak, dan gigih. Sama seperti bambu yang berongga, Dia harus membuka hatinya untuk menerima apapun yang bermanfaat dan tidak pernah memiliki kesombongan atau prasangka.

Banyak budaya Asia memiliki legenda dan keyakinan di seputaran tentang bambu. Selain penuturan Orang Luwu, yang mengatakan leluhurnya (Batara Guru) muncul dari batang bambu, ternyata, hal ini ada kesamaan dengan kepercayaan orang Andaman, yang menganggap bahwa manusia pertama lahir di dalam sebatang bambu besar.

Selanjutnya, Orang China pun juga memiliki penuturan kisah leluhur seperti itu. Hanya saja, disana, mereka menyebutnya muncul dari sesuatu yang mirip tunas bambu (rebung). Lalu, ada juga sebuah legenda di Malaysia, juga bercerita tentang bagaimana seorang pria menemukan seorang wanita di dalam sebuah batang bambu.

Demikianlah, dari kesemua uraian di atas, secara intuitif, saya menangkap kemungkinan bahwa yang dimaksud "keluar atau terlahir dari batang bambu" dalam mitologi leluhur atau manusia pertama di berbagai daerah tersebut, bisa jadi bermakna bahwa leluhur atau manusia pertama itu adalah sosok yang penuh perjuangan dalam proses awal merintis kehidupannya dan kehidupan di sekitarnya. Hingga akhirnya berhasil dan menjadi figur yang sangat dihormati oleh pengikutnya atau masyarakat di sekitarnya.

Dengan kata lain, kemungkinan perspektif orang zaman dahulu ketika melihat sosok yang tekun dan sabar dalam suatu usaha lalu kemudian berhasil, seperti melihat sosok yang menetas atau lahir dari bambu. Inilah saya pikir makna sesungguhnya dari sebutan SAWERIGADING: "keluar atau terlahir dari batang bambu". Dan jika kita cermati, pemaknaan ini jelas memiliki keterkaitan dengan pappasang ""Abbulo sibatang paki antu, mareso tamattappu, nanampa nia sannang ni pusakai" yang telah kita urai penjelasannya di atas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun