Mohon tunggu...
Fadly Bahari
Fadly Bahari Mohon Tunggu... Penulis - Pejalan Sepi

Penjelajah dan Pengumpul Esensi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Sains Buktikan Kosmologi Nusantara Orisinil

14 Februari 2019   09:40 Diperbarui: 9 Desember 2019   08:48 3362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi empat elemen dasar (sumber: pinterest.com/illiana de artisan)

Pemahaman makro kosmos dan mikro kosmos yang diwariskan dari masa kuno, bisa dikatakan merupakan ajaran pengenalan jati diri yang paling awal dari yang terawal yang pernah dikenal manusia.

Di berbagai bangsa di dunia, terdapat konsep kosmologi (makro kosmos dan mikro kosmos) yang pada prinsipnya sama. Perbedaan terlihat hanya pada jumlah. Ada yang unsur atau elemennya berjumlah empat (terdiri dari udara, air, api dan tanah), dan ada yang berjumlah lima (terdiri dari udara, air, api, tanah, dan eter).

Di Indonesia umumnya hanya berjumlah empat. Di Jawa, Bugis dan Toraja misalnya, hanya terdiri dari: Udara, Air, Tanah dan Api.

Dalam filsafat hindu dikenal Pancha Bhoota atau Pancha Maha-Bhoota, merupakan lima elemen dasar yang menurut Hinduisme adalah dasar dari semua ciptaan kosmik, mewakili lima element dalam tubuh manusia dan juga Alam Semesta. Pancha Maha Bhoota atau lima elemen itu adalah: Prithvi (Bumi), Apas/ Varuna (Air), Agni (Api), Vayu (Udara), Aakash (Eter).

Dalam Bon atau filsafat kuno Tibet, lima proses dasar yaitu: bumi, air, api, udara, dan angkasa menjadi proses utama dari semua atau seluruh fenomena (Skandha). Proses utama ini menjadi sumber dari kalender, astrologi, pengobatan, psikologi, dan dasar dari tradisi spiritual Shaman, Tantra, dan Dzogchen.

Dalam filsafat Tao, terdapat sistem yang mirip dengan 5 elemen, yaitu elemen Bumi, Air, Api, Logam, Kayu. Elemen Logam merupakan padanan dari elemen Udara, dan elemen Kayu merupakan padanan dari elemen Ether. 

Selain itu dikenal juga Qi atau Chi, yang merupakan sebuah bentuk "energi" atau "kekuatan". Dalam filsafat China, seluruh alam semesta terdiri dari surga dan bumi, di mana surga terbuat dari energi Qi dan bumi terbuat dari energi lima elemen.

Pada konsep kosmologi Yunani kuno dikenal lima elemen dasar, yaitu: udara, air, tanah, api, dan eter, yang disajikan untuk menjelaskan sifat dan kompleksitas semua materi dalam hal substansi yang lebih sederhana. 

Kepercayaan Yunani kuno tentang lima elemen dasar ini, dikatakan berasal dari masa pra-Sokrates dan berlangsung sepanjang Abad Pertengahan hingga Renaissance, sangat mempengaruhi pemikiran dan budaya Eropa. Kelima elemen ini kadang-kadang dikaitkan dengan "the five platonic solids".

Demikianlah, rincian konsep kosmologi dari beberapa bangsa di dunia. Jika kita cermati, selain empat elemen dasar yang kita kenal dalam kosmologi Nusantara, yaitu: Udara, Air, Tanah, dan Api, di beberapa bangsa lain di dunia mengenal 5 (lima) elemen dasar, dengan menambahkan ruang kosong (kekosongan), void, atau eter sebagai entitas ke-lima.

Tentunya kita menjadi bertanya-tanya mengapa kita hanya mengenal 4 elemen dasar sementara bangsa lain, mengenal 5 elemen dasar. Apakah kita yang keliru atau bangsa-bangsa diluar sana yang keliru?

Untuk mencermati hal ini, saya akan membawa pembaca mencermati konsep "ruang" ataupun "eter", hal yang tidak kita miliki dalam konsep kosmologi kita di Nusantara.

Menyelami lebih jauh polemik tentang "ruang" ini, secara alami menuntut pemikiran saya mendalaminya pada tataran filsafat, yang kemudian membuahkan perspektif bahwa terminologi "Ruang" pada dasarnya merupakan suatu konsep abstrak tentang keberadaan jarak yang membentuk dimensi panjang, lebar atau pun tinggi pada suatu material benda.

Dengan kata lain, ruang adalah suatu entitas yang tidak memiliki keberadaan fisik atau tidak konkret. Dan rupanya pemikiran ini sejalan dengan pendapat Gottfried Leibniz, bahwa tidak ada yang namanya ruang; hanya ada tubuh material, yang secara spasial terkait satu sama lain.

Untuk memahami lebih jauh filsafat tentang "ruang", saya melihat titik awal ideal bagi penyelaman kita adalah pada dialektika yang hadir pada abad ke-17 di Eropa, dimana pada masa tersebut, tema ini muncul sebagai suatu isu sentral dalam perdebatan epistemologi dan metafisika. 

Pada saat itu, Gottfried Leibniz hadir dengan konsep Relasionalisme, yang dalam korespondensinya dengan Samuel Clarke yang berada pada posisi membela gagasan Newton, mengatakan... "As for my own opinion, I have said more than once, that I hold space to be something merely relative, as time is, that I hold it to be an order of coexistences, as time is an order of successions" , dan di sisi lain Newton dengan Substantivalisme berpandangan "absolute time and space respectively are independent aspects of objective reality".

Secara umum Newton menyiratkan bahwa "ruang" dan "waktu" absolute, tidak bergantung pada peristiwa fisik, tetapi merupakan latar belakang atau panggung di mana fenomena fisik terjadi.

Pada awalnya Newton merumuskan konsepsi tentang ruang dan waktu dalam menanggapi pandangan Descartes dalam Principles of Philosophy (1644), namun dalam perkembangan selanjutnya yaitu pada sekitar pergantian abad ke-18, Newton dan para pengikutnya terlibat dalam debat ekstensif dengan Leibniz dan para pendukungnya di Benua Eropa, yang muncul memberi kritik terhadap pendapat tersebut. 

Hingga pada akhirnya, di awal abad 20, munculnya relativitas umum dari Einstein dan berbagai karya berikutnya dalam sejarah fisika kemudian menempatkan pendapat Leibniz dalam spot yang lebih menguntungkan.

Seperti halnya penolakan terhadap keberadaan "ruang" sebagai suatu entitas yang riil melalui eksperimen yang ketat, hal sama juga terjadi dengan konsep "eter", yang pada akhir abad ke-19, fisikawan mendalilkan eter sebagai suatu substansi yang dianggap diperlukan sebagai medium tempat cahaya bergerak dalam ruang hampa dan sebagai media transmisi untuk propagasi gaya gravitasi atau pun elektromagnetik.

Namun berbagai hasil eksperimen, termasuk eksperimen Michelson-Morley, mengarah pada teori relativitas khusus, dengan menunjukkan bahwa tidak ada eter. 

Berikut ini kutipan dari makalah Einstein yang menyatakan bahwa dalam relativitas umum "eter" tidak lagi absolut, karena geodesik dan oleh karena itu struktur ruang waktu tergantung pada keberadaan materi (dengan kata lain tidaklah independen seperti pemahaman Newton):

...To deny the ether is ultimately to assume that empty space has no physical qualities whatever. The fundamental facts of mechanics do not harmonize with this view.For the mechanical behaviour of a corporeal system hovering freely in empty space depends not only on relative positions (distances) and relative velocities, but also on its state of rotation, which physically may be taken as a characteristic not appertaining to the system in itself.

In order to be able to look upon the rotation of the system, at least formally, as something real, Newton objectivises space. Since he classes his absolute space together with real things, for him rotation relative to an absolute space is also something real.

Newton might no less well have called his absolute space "Ether"; what is essential is merely that besides observable objects, another thing, which is not perceptible, must be looked upon as real, to enable acceleration or rotation to be looked upon as something real.

...Because it was no longer possible to speak, in any absolute sense, of simultaneous states at different locations in the aether, the aether became, as it were, four-dimensional, since there was no objective way of ordering its states by time alone. According to special relativity too, the aether was absolute, since its influence on inertia and the propagation of light was thought of as being itself independent of physical influence....

The theory of relativity resolved this problem by establishing the behaviour of the electrically neutral point-mass by the law of the geodetic line, according to which inertial and gravitational effects are no longer considered as separate.

In doing so, it attached characteristics to the aether which vary from point to point, determining the metric and the dynamic behaviour of material points, and determined, in their turn, by physical factors, namely the distribution of mass/energy.

Thus the aether of general relativity differs from those of classical mechanics and special relativity in that it is not 'absolute' but determined, in its locally variable characteristics, by ponderable matter.

Demikianlah, sains modern pada akhirnya dapat membuktikan bahwa sesungguhnya memang hanya terdapat 4 (empat) unsur yang menyusun makro kosmos dan mikro kosmos, sebagaimana yang telah diriwayatkan dalam konsep kosmologi kuno ribuan tahun sebelumnya. 

Dari Fakta ini, kita dapat saja berasumsi bahwa Konsep kosmologi di Nusantara yang terbukti orisinil, pada gilirannya dapat pula menjadi fakta yang kuat untuk pembuktian dugaan jika konsep tersebut berasal dari wilayah ini, yang kemudian menyebar keseluruh penjuru dunia. 

Penting untuk dipahami bahwa terjadinya pengembangan konsep kosmologi di tempat yang baru (bangsa lain), adalah kasus yang umum terjadi dalam suatu proses difusi gagasan dari komunitas satu ke komunitas lainnya.

Lebih lanjut, implikasi untuk hal ini (jika saja memang benar), dengan sendirinya akan membuktikan Nusantara sebagai awal dari peradaban dunia, karena sebagaimana yang telah saya ungkap pada tulisan sebelumnya (dalam pembahasan mengenai swastika) , konsep empat unsur makro kosmos dan mikro kosmos, merupakan filosofi dasar dari bentuk swastika yang telah terbukti merupakan simbol tertua dalam peradaban manusia.

Demikian ulasan ini, semoga bermanfaat... salam.

untuk mengetahui update artikel terbaru, atau membaca artikel lainnya, dapat dilihat di sini: kompasiana.com/fadlyandipa 


atau ikut...
Facebook: Fadly Paradja
FanPage: AlangIde 
Instagram: fadlyandipa.alangide

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun