Mohon tunggu...
Muhammad Fadly
Muhammad Fadly Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta Program Studi Sosiologi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Fenomena Hypebeast dan Jean Baudrillard

11 Mei 2022   23:40 Diperbarui: 11 Mei 2022   23:47 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

 Jean Baudrillard lahir di Reims pada 20 Juni tahun 1929. Lingkungan tempat tinggalnya bukanlah lingkungan yang terholong intelektual. Dalam pemikirannya, Baudrillard dipengaruhi oleh Marshall McLuhan. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah seuatu buku yang berjudul "The Consumer Society Myth and Structures". Dalam buku itu, Baudrillard menjelaskan mengenai masyarakat konsumen secara jelas dan sistematis.

Teori Konsumsi Jean Baudrillard mengatakan bahwa masyarakat konsumerisme pada saat ini tidak didasarkan pada kelasnya lagi, melainkan pada kemampuan konsumsinya. Berarti, individu dapat masuk ke kelompok tertentu asalkan individu tersebut mampu mengikuti pola konsumsi kelompok yang ingin dimasukinya. 

Konsumsi sendiri menurut Baudrillar adalah sebuah tindakan yang sistematis dalam memanipulasi tanda dan untuk menjadi objek konsumsi. Objek disini harue mengandung atau bahkan menjadi tanda.

Selain itu, arus globalisasi menurutnya juga termasuk penyebab terjadinya suatu perubahan yang signifikan. Arus globalisasi merubah masyarakat modern di perkotaan menjadi satu model global yang berperilaku seragam. 

Hal ini disebabkan karena adanya pengaruh media yang berperan dalam menyebarkan tanda-tanda dalam kehidupan masyarakat. Yang kemudian menyebabkan berubahnya pola pikir masyarakat dalam melakukan kegiatan konsumsi

 Agak berbeda dengan para pemikir sosial dan filsafat lainnya yang memusatkan diri pada metafisika dan epistimologi, Baudrillard lebih memilih kebudayaan sebagai medan penelitian. Ia mengambil pilihan tersebut bukan tanpa tujuan. Baudrillar tertarik untuk mengungkapkan terjadinya transformasi dan pergeseran yang terjadi dalam struktur masyarakat barat dewasa.

Menurut Baudrillard, pada masa kini logika konsumsi masyarakat bukan lagi berdasarkan use value atau exchange value melainkan hadir nilai baru yang disebut symbolic value". 

Hal ini berarti seseorang atau individu tidak lagi mengkonsumsi atau menggunakan sautu objek berdasarkan nilai tukar dan nilai guna dari suatu objek tersebut. Tetapi seseorang mengkonsumsi suatu objek berdasarkan nilai tanda atau simbol yang sifatnya abstrak dan terkonstruksi.

            Selain itu, menurutnya masyarakat konsumer yang berkembang pada saat ini adalah masyarakat yang menjalankan logika sosial konsumsi. Yang dimana kegunaan dan pelayanan bukanlah motif terakhir dari tindakan konsumsi. 

Melainkan lebih kepada produksi dan manipulasi penanda-penanda sosial. Individu menerima identitas mereka dalam hubungannya dengan orang lain bukan dari saiapa dan apa yang dilakukannya, melainkan dari simbol yang mereka konsumsi, miliki dan tampilkan dalam berinteraksi sosial.

            Penyebabnya adalah pada saat ini iklan dari suatu objek tidak lagi menampilkan kebutuhan ataupun keunggulan dari objek tersebut. Melainkan menawarkan simbol prestise dan haya hidup glamor dengan membangkitkan rasa sombong di diri individu. Yang nantinya individu tersebut merasa bangga dalam menggunakan objek tersebut.

            Baudrillard menyimpulkan bahwa keadaan yang terjadi pada masyarakat konsumer pada saat ini dikendalikan dan diatur oleh para pemilik modal. Para pemilik modal "mengendalikan" masyarakat dengan berkampanye secara besar-besaran gaya hidup mewah dan prestise. 

Mereka memanfaatkan kondisi ini untuk memasarkan produk mereka seluas-luasnya ke seluruh dunia. Yang nantinya membuat orang-orang berlomba-lomba untuk membeli produk mereka yang tergolong tak masuk akal, namun dapat memberikan suatu simbol yang digunakan untuk melambangkan status sosial dari pemakainya.

            Sama halnya dengan teori-teori lainnya dalam ilmu sosial, teori konsumsi dari Jean Baudrillard tidak luput dari kritik. Karena suatu kritik dalam ilmu sosial merupakan suatu bagian dari proses sebuah teori yang diaharapkan dapat berkembang menjadi sebuah sintesis baru.

  • Jean Baudrillard dikritik karena dinilai tidak konsisten. Hal ini disebabkan karena di satu sisi ia sangat kritis terhadap teori-teori sosiologi yang membuatnya cenderung mengkategorikan teori-teorinya sebagai teori sosial, dan bukan sebagai teori sosiologi. Namun di sisi lain, analisanya dalam teori konsumsi banyak bermuatan konsep-konsep dan teori sosiologi. Dan juga Baudrillard masih sering terlihat melakukan analisa sosiologis seperti menganalisa ketimpangan, dan stratifikasi sosial.
  • Kritik selanjutnya adalah biasnya Baudrillard mengenai prioritas. Apakah konsumsi lebih penting dibandingkan dengan produksi atau sebaliknya. Dalam teori konsumsinya, Baudrillard sering menekankan pentingnya konsumsi dibandingkan produksi. Akan tetapi, ia masih sering terlihat adanya logika yang tetap menekankan pentingnya produksi daripada konsumsi.
  • Selain itu, gaya penulisan Baudrillard juga dinilai sangat hiperbola dan deklaratif. Yang seringkali kurang bertahan dalam melakukan analisis sitematis.

Istilah hypebeast sendiri erat kaitannya dengan dunia fashion yang sering digaungkan oleh kaum muda. Arti dari istilah hypebeast sendiri berdasarkan dari kata hype yang diartikan sebagai sesuatu ang sedang tren atau kekinian. Sementara beast berasal dair kata untuk menyebut seorang yang terobsesi akan sesuatu, termasuk fashion.

Berdasarkan Urban Dictionary, ada dua pengertian hypebeast. Pertama, hypebeast mengacu pada anak muda yang mengoleksi pakaian, sepatu, dan aksesiru demi terlihat keren di depan orang lain. Kedua, hypebeast diartikan bagi mereka yang terobsesi (beast) dengan segala sesuatu yang kekinian (hype). Hypebeast sendiri berakar dari budaya streetwear.

Bagi kaum hypebeast, penampilan adalah segalanya. Mereka akan selalu berusaha memaksimalkan penampilan demi mencuri perhatian orang di sekitarnya. Salah satu caranya adalah tampil dengan outfit branded dari kepala hingga ujung kaki. Mereka rela membelanjakan uangnya demi pakaian ketimbang hal lainnya. Barang-barang yang mereka beli dan koleksi pun tergolong tidak murah.

Para kaum hypebeast terobses dengan jumlah likes pada akun media sosialnya yang memposting berbagai macam barang-barang fashion yang kekinian. Mereka tidak peduli dimanapun mereka berada, asalkan berpenampilan semenarik mungkin . Biasanya seorang hypebeast akan mendapatkan kepuasan tersendiri jika sudah menggunakan brand ternama walaupun belum tentu ukuran dan tampilannya cocok dibadannya.

Fenomena hypebeast yang mengedepankan tampilan akan simbol-simbol yang dikonsumsi para pemakainya, sejalan dengan pemikiran Jean Baudrillard tentang kaum konsumerisme. 

Baudrillard mengatakan pada masa kini logika konsumsi masyarakat bukan lagi berdasarkan use value atau exchange value melainkan hadir nilai baru yang disebut symbolic value". 

Hal ini berarti seseorang atau individu tidak lagi mengkonsumsi atau menggunakan sautu objek berdasarkan nilai tukar dan nilai guna dari suatu objek tersebut. Tetapi seseorang mengkonsumsi suatu objek berdasarkan nilai tanda atau simbol yang sifatnya abstrak dan terkonstruksi.

Selain itu hypebeast juga merupakan budaya yang berkembang awal di Barat lalu masuk melaui arus globalisasi ke Indonesia. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Baudrillard tentang arus globalisais yang menjadi salah satu penyebab adanya perubahan pola pikir masyarkat. Arus globalisai merubah masyarakat modern perkotaan melalui media yang membuat mereka berperilaku seragam.

Tren ini dimanfaatkan oleh para produsen barang-barang branded untuk memasarkan produknya ke pasaran. Tidak jarang apabila sautu brand hypebeast mengeluarkan sautu produk baru langsung habis diserbu oleh kaum hypebeast sendiri. 

Hal ini jelas bahwa mereka dikendalikan oleh para produsen (para pemilik modal) seperti yang dikatakan Jean Baudrillard pada teorinya. Orang-orang akan bekerja keras untuk mendapatkan suatu produk yang  mereka inginkan. Yang nantinya produk tersebut menjadi simbol untuk melambangankan status sosial bagi diri pemakainya.

Referensi

  1. Nirzalin (2019). Konsumerisme Dalam Perspektif Jean Baudrilard. Jurnal Sosiologi USK.
  2. Kharisma, Michael G (2020). Konsepsi Hiperealitas Menurut Jean Baudrillard Dalam Buku Simulations.
  3. https://pakarkomunikasi-com.cdn.ampproject.org/v/s/pakarkomunikasi.com/teori-jean-baudrillard/amp?amp_js_v=a6&_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3D#aoh=16522704543477&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&_tf=From%20%251%24s&share=https%3A%2F%2Fpakarkomunikasi.com%2Fteori-jean-baudrillard
  4. https://hai-grid-id.cdn.ampproject.org/v/s/hai.grid.id/amp/072588569/ini-arti-istilah-hypebeast-yang-erat-kaitannya-dengan-dunia-fashion?amp_js_v=a6&_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3D#aoh=16522736097513&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&_tf=From%20%251%24s&share=https%3A%2F%2Fhai.grid.id%2Fread%2F072588569%2Fini-arti-istilah-hypebeast-yang-erat-kaitannya-dengan-dunia-fashion 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun