Mohon tunggu...
Reza aka Fadli Zontor
Reza aka Fadli Zontor Mohon Tunggu... -

Bukan Siapa-siapa, Hanya seorang Pemerhati Masalah Politik dan Sosial Zonk.Fadli@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

3 Faksi Bertikai, Mega Ragu Dukung Ahok, Akankah Djarot jadi Cagub Alternatif?

19 Agustus 2016   16:17 Diperbarui: 20 Agustus 2016   00:59 2760
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik itu bukan Matematika. Politik juga bukan salah satu ilmu eksata. Jadi yang namanya politik itu memang tidak bisa dihitung dan tidak bisa ditebak, masbro, apalagi diramal. (anak kecil juga tahu yak? Hahahaha).

Dan menurut gw sih yang namanya Politik itu lebih dekat pada ilmu Sosiologi yang berkolaborasi dengan salah satu Varian Psikologi ditambah lagi salah satu dari varian Ekonomi. Keren bahasanya tapi ribet memahaminya. Wkwkwkwk.

Politik itu sendiri akhirnya menjadi sangat seksi untuk dibahas karena ada yang identic dari Politik itu sendiri yaitu : Insting untuk Berkuasa. Berkuasa untuk menjadi superior, berkuasa untuk menang dan berkuasa untuk meraih Kekayaan/ Kerajaan bisnis. 3 implikasi yang terkait yaitu : Kekuasaan, Kehormatan dan Kemakmuran. Tapi sudahlah itu bukan urusan gw menilai kepribadian para politisi.

Kita-kita yang orang Gunung hanya suka merumpi tentang siapa yang nanti akan berkuasa dan siapa yang akan bisa membawa negeri ini menjadi lebih baik lagi.

Politik itu tidak bisa dihitung dan tidak bisa diramal. Peramal Hebat Dunia seperti Ronggo wasito dan Jayabaya hanya mampu melihat sebuah gambaran masa depan dan ciri-cirinya. Nama orang, nama Negara/daerah, nama kota dan seluruh nama tidak mungkin bisa diramal, termasuk nama sebuah lembaga atau parpol. Hanya ciri-cirinya saja yang Nampak oleh orang-orang pilihan itu.

Jadi Politik itu sebenarnya hanya bisa dianalisa oleh orang-orang yang memang suka merhatiin. Memperhatikan, Fokus pada masalahnya dan Netral. Gitu maksudnya,masbro. Contohnya ya gw ini yang sudah dikenal di gunung-gunung dan lembah-lembah. Wkwkwkwkwk.

APAKAH POLITISI ITU HARUS SELALU KONSISTEN?

Jawabannya ya memang Kudu. Harus dong. Semua Politisi seharusnya Konsisten. Konsistensi itu sebuah identitas. Kalau tidak punya Konsistensi ya berarti tidak punya identitas. Bener kan, bro?

Apakah dengan demikian seorang Politisi tidak boleh merubah suatu pilihan/ langkah politiknya? Bukan dong, masbro. Konsistensi itu bukan pada soal Pilihan yang diambil seorang Politisi dalam suatu momen tertentu.

Apakah Ahok berpindah jalur dari Jalur Independen ke Jalur Parpol itu sebuah Inkonsistensi? Belum tentu. Kalau hanya sekali berubah jalur ya tidak bisa sama sekali disebut sebuah Inkonsistensi. Kecuali yang bersangkutan berkali-kali berubah-ubah jalur, Kecuali yang bersangkutan sudah pernah mengucap janji pada public. Nah inilah yang boleh dinilai Konsisten atau tidak Konsisten.

Bagaimana dengan Megawati yang terlihat berubah-ubah soal Pilgub DKI 2017? Apakah Megawati Tidak Konsisten?

Ya belum tentu, masbro. Berubah Pilihan dalam suatu langkah Politik itu wajar dalam Dunia Politik. Kontelasi, Bargaining dan Kontestasi selalu mewarnai setiap peristiwa politik. Tarik Ulur kepentingan, kalkulasi untung rugi masa depan selalu menjadi faktor-faktor penentu keputusan politik.

Selama Megawati sebagai Icon PDIP belum pernah menyatakan secara resmi akan memilih langkah apa yang akan diambil oleh partainya maka selama itu pula nggak bisa sama sekali dikatakan Megawati sudah pernah membuat suatu pilihan.

Kalau hanya salah satu elit PDIP bilang A sementara salah satu elit bilang B ya nggak perlu dimasukin hati. Biasa itu dalam Politik. Nggak tahu itu merupakan aspirasi pribadinya, nggak tau itu merupakan Strategi Politik yang disengaja oleh Bos nya untuk memancing Kontelasi atau yang lainnya. Yang jelas kalau bukan Kelasnya Sekjen atau Ketua DPP yang mengumumkan secara resmi ya jangan pernah diambil hati maupun diambil patokan. Bikin bingung sendiri entarnya. Wkwkwkwwk.

Satu hal yang perlu digaris-bawahi adalah : Sebuah Konsistensi adalah Sebuah Nilai. Dan nilai itu tergantung siapa yang memberinya (Siapa Jurinya). Bukan gw yang menentukan Ahok atau Megawati Konsisten atau Tidak. Semua terserah padamu aku begini adanya. Wkwkwkwk.

JADI NGGAK TUH AHOK DIDUKUNG MEGAWATI?

Dan pertanyaan penting hari ini adalah : Sebenarnya jadi tidak Ahok didukung oleh Megawati pada Pilgub DKI 2017? Jawaban gw dan sesuai analisa gw adalah Jadi. Tapi tunggu dulu, masbro.

Pertanyaan yang lebih substansi sebenarnya adalah : Ahok jadi tidak didukung PDIP untuk Pilgub DKI 2017? Dan jawaban gw adalah Belum Tentu, masbro. Nah loh. Bingung kan? Hahahay.

Nggak usah bingung, bro. Secara tersirat , secara Eksplisit dan secara pandangan mata gw, Megawati memang menyukai sosok Ahok. Kalau gw sih nggak tuh. Wkwkwkwk.

Di Internal PDIP sendiri sebenarnya ada perbedaan yang signifikan antara sikap pribadi Megawati dengan sikap PDIP secara umum. Diantara Internal PDIP sendiri ada aspirasi besar yang tidak ingin memilih Ahok. Inilah yang membuat PDIP tidak kunjung juga mengumumkan Cagub-Cawagub yang diusungnya/didukungnya adalah Ahok-Djarot.

Berkaca dari pengalaman sejarah PDIP dimana Megawati begitu dominan mengambil keputusan, dekatnya hubungan Megawati dengan Ahok dan membaca kontelasi yang ada pada Golkar membuat gw minggu lalu mempredikisi Megawati akan segera mengumumkan Dukungan terhadap Ahok. Makanya pada tulisan minggu lalu gw sudah mengatakan 95% PDIP akan mendukung pasangan Ahok-Djarot. Tapi faktanya aspirasi Tidak Ingin Ahok di internal PDIP semakin membesar. Megawati akhirnya mengambil langkah menunda terlebih dahulu pengumuman tersebut.

Jadinya untuk kesimpulan awal, Masbro mesti sabar dulu kalau mau nanya jadi tidak Ahok didukung oleh PDIP dalam Pilgub DKI nanti. Hahahaha. Kita Cekidot dulu yang berikut.

FAKSI-FAKSI YANG ADA DI INTERNAL PDIP

Dalam internal PDIP sendiri untuk Pilgub DKI mendatang gw mendeteksi keberadaan 3 Faksi ataupun 3 Aspirasi. Selama ini jarang sekali PDIP punya faksi-faksi kecuali pada moment-moment tertentu. Contoh menjelang Pilpres 2014 itu ada 2 Faksi yang mengkristal yaitu Aspirasi mendukung Megawati jadi Capres 2014 dan Aspirasi mendukung Jokowi jadi Capres. Megawati akhirnya yang memilih dan semuanya terpaksa harus nurut. Heheheh.

2 Faksi itu akhirnya berubah menjadi Faksi Jokowi dengan Faksi Puan. Kita sudah lihat beberapa kali perseteruan Puan dan Jokowi. Memang saat ini Perseteruan itu sudah mereda. Tapi suatu saat menurut gw bisa saja akan timbul kembali faksi-faksi tersebut.

Dan bicara tentang Faksi-faksi yang ada di PDIP menuju Pilgub DKI nanti, dalam terawangan gw secara umum sepertinya ada beberapa barisan yaitu :

1.Barisan Pemilik Suara (Pendulang Suara) PDIP di DKI. Kita sebut saja nama Boy Sadikin, Prasetyo Edi dan lainnya. Sebagai “Pahlawan” Pendulang Suara PDIP di DKI, mereka punya Hak Khusus menentukan langkah PDIP untuk DKI.

2.Barisan Aspirasi Non Muslim PDIP. Ini analisa gw ya masbro. Bukan Dikotomi bukan SARA. bahwa ada Fenomena di PDIP selama ini bahwa hanya PDIP lah partai yang paling mengakomodir kekuatan politik Non Muslim. Rontoknya Partai-partai Non Muslim dalam sejarah Politik Indonesia memang membuktikan bahwa hanya PDIP yang bisa mengakomodir aspirasi politik mereka terutama Kesetaraan Hak berkiprah di pentas elit.

Disisi lain fakta yang ada juga membuktikan juga bahwa nggak semua Non Muslim PDIP ada di barisan ini. Sebut saja Masinton Pasaribu, Adian Napitupulu dan masih banyak lagi. Tetapi aspirasi ini secara tersirat tetap ada dalam kekuatan internal PDIP. Megawati tahu itu dan Megawati sangat bijak soal itu. Bagaimanapun juga Kedekatan Soekarno dengan masyarakat Bali, Papua dan lainnya adalah akar sejarah kekuatan PDIP dibawah pimpinan Megawati.

3.Barisan Pro Kaderisasi dan Pejuang Partai. Bahwa di partai manapun ada dan lebih banyak kader-kader yang berjuang tanpa pamrih demi partainya. Sayangnya terkadang prestasi mereka maupun dedikasi mereka terhambat di Ring 1 DPP/ Megawati. Mereka hanya tetap sebagai Kader Militan yang belum pernah mendapat “imbalan apapun” di partainya. Barisan Pejuang partai ini akan sangat sulit menerima kenyataan bila ada orang di luar partai yang tiba-tiba menjadi Orang Istimewa di Partai.

4.Barisan Idealis (Pencinta Sinetron..wkwkwkwk). Maaf masbro, ini istilah gw pribadi doang. Bahwa dalam pengamatan gw ada kader PDIP dan Simpatisan PDIP yang masih ternina-bobok dengan kemenangan Gemilang Jokowi-Ahok di Pilgub DKI 2012. Antitesis dari beberapa pendukung Prabowo yang masih belum Move On, dari Pendukung Jokowi juga sebenarnya masih ada yang Euforia kemenangan Jokowi. Fenomena ini dulu pernah terjadi pada sosok SBY. Di benak mereka masih ada gambaran besar bahwa Ahok adalah Soulmate nya Jokowi. dan itulah yang membuat mereka merasa harus mendukung Ahok.

5.Barisan Tukang Kompor (Oportunis). Ada beberapa kader di internal PDIP yang punya Hidden Agenda sendiri dalam Kontestasi Pilgub DKI 2017. Salah satunya, Wacana mendorong Tri Rismaharini sepertinya berawal dari kelompok ini tapi akhirnya sempat semakin menguat.

5 KELOMPOK AKHIRNYA MENGKRISTAL MENJADI 3 FAKSI

Jadi dalam pengamatan gw sejak beberapa bulan ini dari 5 Aspirasi itu akhirnya mengkristal dan membentuk 3 Faksi dimana Barisan Pertama gampangnya kita sebut saja Faksi DPP Jakarta berdiri sendiri. Lalu Barisan kedua dan Keempat membentuk Faksi Ahok. Dan barisan ketiga dan kelima membentuk Faksi Risma.

Tadinya 3 nama yang paling mencuat ke permukaan internal PDIP adalah Tri Rismaharini, Ahok dan Djarot. Kita bicara Risma dulu. Nama ini didukung Barisan Ketiga dan Kelima. Di sisi lain prestasi tinggi Risma memang bisa diterima oleh setiap lapisan internal PDIP. Risma adalah Pilihan Pertama PDIP secara umum, tadinya. Sayangnya bila Risma yang maju maka kekuatan PDIP di Jawa Timur akan anjlok. Risma satu-satunya tokoh PDIP yang mampu bersaing dengan kekuatan PKB disana. Inilah yang membuat resistansi Risma ke Jakarta sangat tinggi.

Nama kedua adalah Ahok. Nama ini direkomendasi oleh Kelompok Kedua dan Keempat. Selain kedua kelompok ini, rekomendasi dari Jokowi dan Setya Novanto juga mempengaruhi Megawati. Megawati sendiri juga suka dengan Ahok. Ditambah lagi ada beberapa elit PDIP seperti Pramono Anung dan lainnya juga dekat dengan Ahok. Kondisi inilah yang akhirnya membuat Sekjen PDIP Hasto Kristanto pada 3 minggu lalu sempat mengumumkan 3 Opsi Cagub PDIP dimana opsi pertamanya adalah Ahok-Djarot.

Lalu Nama Ketiga adalah Djarot. Djarot adalah pilihan Alternatif dari Barisan ketiga (Pro Kaderisasi). Yang mereka inginkan adalah Gubernur DKI berasal dari Kader PDIP. Pilihan Pertama adalah Tri Rismaharini, pilihan kedua adalah Djarot, ketiga dan seterusnya adalah Boy Sadikin dan lainnya. Karena Risma sangat sulit posisinya maka Djarot menjadi alternativenya.

Kembali ke Barisan pertama atau kelompok DPP Jakarta sendiri akhirnya tidak punya pilihan nama. Disisi lain mereka yang menguasai DPRD DKI memang sudah lama tidak suka dengan Ahok. Buat kelompok ini akan lebih baik menerima nama dari kelompok ketiga, yaitu Djarot karena Risma harus dipertahankan di Jawa Timur.

AKHIRNYA 3 FAKSI MENGKRISTAL MENJADI 2 FAKSI

Semuanya memang kembali pada Keputusan Megawati. Tetapi bila melihat gejolak Internal PDIP dimana waktu juga sangat mepet untuk mencari calon alternative lain dari ketiga nama tersebut (Risma, Ahok dan Djarot) maka Internal PDIP hanya memiliki 2 pilihan yaitu Cagub Ahok atau Cagub Djarot.

Kabar dari media gerakan Tidak Memilih Ahok mulai semakin membesar di internal PDIP. Ada Video Ahok Pasti Tumbang beredar maupun suara-suara miring tentang Ahok yang dihembuskan beberapa elit level kedua.

Kesimpulannya kemudian, kira-kira Siapa yang akan dipilih Megawati ya? Apakah tetap Ahok atau jagan-jangan malah Djarot? Ya gw nggak tau ,bro. Gw bukan Dukun. Wkwkwkwk.

Yang jelas gw masih nganalisa lagi. Tetapi bila Ahok yang jadi Pilihan PDIP maka gw perkirakan Militansi PDIP DKI untuk memperjuangkan Ahok sangat terbatas. Tidak akan penuh kekuatan PDIP mendukung Ahok. Begitu juga sebaliknya. Bila Djarot yang dipilih Megawati maka kekuatan PDIP tidak akan penuh untuk Djarot.

Yang membedakan kemudian adalah : Kekuatan Politik di luar PDIP ,seperti simpatisan-simpatisan Gerindra, PKS, PPP dan lainnya kemungkinan besar malah mendukung Djarot. Inilah yang membuat Pilgub DKI 2017 akan tetap seru diperbincangkan.

Pilihan Pertama Megawati memang masih Ahok. Itu juga sesuai rekomendasi Jokowi, Setya Novanto, Pramono Anung dan lainnya. Tapi harus dicatat bahwa Politik itu bukan Matematika. Kejutan bisa terjadi. Djarot bisa jadi alternative, begitu juga dengan Risma bisa saja tiba-tiba hadir di Jakarta. Elektabilitas Risma di Jakarta terakhir malah sudah mencapai 28%. Ngeri kali , masbro. Wkwkwk.

Udah ya masbro. Udah capek ngetiknya. Wkwkwkwk.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun