Sebagai Pengamat Politik dari Gunung, setelah pagi tadi gw membahas Kasus Sumber Waras maka malam ini gw mau bahas soal Polemik Reklamasi Pantura Jakarta. Kenapa gw gunakan kata Polemik dan bukan gunakan kata Kasus Reklamasi karena gw belum menganggap Ahok melakukan korupsi di proyek Reklamasi Jakarta. Jelas kan masbro? Kalau nggak jelas berarti masbro harus ganti kacamata. Wkwkwkwk.
Jadi begini pemirsa, selama 2 bulan terakhir memang gw kehilangan mood nulis di Kompasiana. Passion gw dalam menulis memang di genre politik. Gw nggak tau kenapa, mungkin memang bawaan orok. :p. dan gw liat dalam 2 bulan terakhir, begitu banyak k-er yang ikutan menulis politik.
Harusnya gw enjoy melihat fenomena itu, sayangnya sebagian dari mereka menulisnya asal-asalan. Motivasinya bukan menganalisa dan berbagi untuk mencerdaskan, tetapi hanya sekedar membuat opini. Baik opini menyerang Ahok maupun opini mendewakan Ahok. Nggak K-er newbie nggak K-er senior, sama. Mereka menulis politik dengan tujuan tertentu, entah untuk kampanye atau untuk menyerang.
Gw bukannya sok tau atau bukannya gw ngelarang mereka menulis politik. Silahkan saja menulis politik tetapi kalau bisa menulisnya penuh tanggung jawab. Opini yang kita lemparkan ke public sudah seharusnya bisa kita pertanggung-jawabkan. Kita juga harus siap disanggah orang.
Kalau tujuan kita baik, beropini sesuai fakta maka tulisan kita akan sangat sulit disanggah orang. Nggak butuh jago nulis untuk membuat sebuah opini kok masbro. Yang kita butuhkan hanya bagaimana melihat fakta-fakta yang ada , menggabungkan Puzzlenya dan menyimpulkannya dalam kerangka pikiran kita. Simple kok. Mudah dipelajari.
Sayangnya sebagian dari mereka ini gw nilai kebanyakan melakukan hal-hal yang selama ini selalu gw hindarin yaitu Jumping to Conclution. Maksud gw disini, kebanyakan dari mereka dengan data atau fakta yang sangat minim tetapi kok langsung berani mengambil kesimpulan? Kalau kata sohib gw Herry FK, datanya cuman seupil tapi kesimpulannya bombastis. Hahahaha.
Okedeh masbro, kepanjangan deh curhatnya. Kita ondeway ke masalah Polemik Reklamasi Pantura Jakarta yak. Cekidot yang satu ini.
PISAHKAN DULU MASALAH REKLAMASI ANTARA SOAL IZINNYA DENGAN SOAL KORUPSINYA
Betul bahwa paska penangkapan M.Sanusi lewat OTT KPK yang namanya Reklamasi ini langsung menyeruak keras ke public bagaikan Bom Waktu yang tiba-tiba meledak. Ada 3 isu yang menyertai meledaknya polemic Proyek Reklamasi. Ada yang bicara tentang Korupsinya (Ahok terindikasi), ada yang mempermasalahkan Perizinannya berikut Dampak Lingkungannya dan ada yang menyangkut-pautkannya dengan Politik (menuju Pilgub DKI 2017).
Seperti sikap gw dalam artikel tadi pagi soal Sumber Waras, gw udah bilang : Sumber Waras ya Sumber Waras, Pilgub DKI ya Pilgub DKI. Jangan mencampur-adukkannya agar semuanya tidak ngaco kayak Ahok. Hahahayy.
Nah soal Reklamasi ini sejak awal artikel ini udah gw bilang, gw mau bicara soal administrasinya. Nggak bicara soal Pelanggaran Hukumnya, apalagi berbicara tentang Pilgub DKI 2017. Nggak sama sekali. Next articles pasti gw bahas satu-satu. Woles bray, belanda masih jauh. Wkwkwkwkwk.
Jadi clear ya bro, artikel ini hanya bicara yang berkaitan dengan Polemik Izinnya. Kita harus mencontoh Jokowi, pemimpin kita. Jokowi tidak pernah mau mencampuri/ mengintervensi masalah Hukum siapapun yang terkait didalamnya. Kasus Budi Gunawan dan Kriminalisasi KPK, kita lihat Jokowi sepertinya diam. Memang seharusnya Presiden seperti itu. Kasus Sumber Waras juga gw jamin Jokowi tidak akan membantu Ahok bila memang seandainya Ahok terlibat.
Tetapi soal Reklamasi ini Jokowi kelihatannya berniat membantu Ahok untuk membereskan Carut-marut Perizinan yang ada. Entah karena dekat hubungan pribadinya dengan Ahok, entah karena banyak dampak yang timbul bila Reklamasi ini dibatalkan atau mungkin karena pertimbangan lainnya. Gw pantau dan gw duga, Jokowi terlihat secara diam-diam ikut membantu menyelesaikan Polemik Reklamasi Jakarta khususnya soal Perizinannya.
SEBENARNYA JOKOWI SETUJU REKLAMASI JAKARTA TIDAK YAA?
Banyak orang ingin tahu sebenarnya bahwa Jokowi itu mendukung Reklamasi Jakarta atau Tidak. Gw jawab langsung ya masbro. Secara pribadi Jokowi kurang mendukung Reklamasi Jakarta. Dalam hal ini nggak mendukung bukan berarti menentang. Jokowi selalu komit dengan apa yang digariskan atau apa yang sudah direncanakan oleh Pemimpin sebelumnya. Inilah kehebatan Jokowi dimana beliau selalu menghargai para pendahulunya.
Coba kita baca statement sepotong dari Jokowi pada saat dirinya menjadi Gubernur DKI Periode Oktober 2012 hingga Mei 2014. Pada sekitar bulan Agustus 2013 sudah banyak pihak mempermasalahkan Proyek Reklamasi Pantura Jakarta. Jokowi sempat dituduh sebagai pihak yang merencanakannya. Dan jawaban Jokowi kurang lebih :
"Jangan dipikir yang membikin itu (reklamasi 17 pulau) saya, bukan saya," ujar mantan walikota Surakarta ini kepada wartawan di Jakarta, Rabu (7/8, Republika.co.id).
Menurutnya, sejak menduduki jabatan sebagai gubernur DKI, dirinya tidak pernah merancang proyek semacam itu. Ia hanya melanjutkan peninggalan pemerintahan sebelumnya.
"Sudah diberikan (oleh pemerintahan) yang lalu, saya ini hanya ingin meluruskan agar nanti. Direklamasi tidak lepas kendali," ujar Jokowi.
Poin utama disini adalah : Karena sudah direncanakan oleh Pemimpin sebelumnya baik Presiden Soeharto maupun Gubernur Sutiyoso dan Gubernur Foke, maka Jokowi bersedia melanjutkan Proyek Reklamasi Pantura Jakarta dengan syarat harus terkendali. Inilah pandangan Jokowi sebenarnya dalam Proyek Reklamasi Pantura Jakarta.
AHOK, KORPORASI, MENTERI SUSI DAN LINGKUNGAN HIDUP
Sebenarnya Polemik Proyek Reklamasi Jakarta ini sudah ada sejak tahun 1997. Catet ini masbro. Bahwa periode tahun 1997 hingga 2003 Kementerian Lingkungan Hidup sudah berkali-kali menggugat Pemprov DKI ke Pengadilan hingga Kasasi sampai PK. Entah ada Mafia Peradilan atau memang Kalah Argumen atau karena hal lain-lainnya, semua gugatan KLH kandas di Pengadilan.
Selain dari Lingkungan Hidup juga Proyek Reklamasi ini sudah lama digugat banyak LSM yang pro Nelayan. Terakhir dengan adanya Kementerian Kelautan dan Perikanan maka Menteri Susi Pujiastuti juga sejak awal tahun 2015 sudah berbicara keras tentang Reklamasi Pantura Jakarta.
Dari Timeline tersebut maka jangan terkejut ketika acara ILC beberapa minggu yang lalu yang membahas Reklamasi terkesan gubernur Ahok kok jadi dikeroyok banyak pihak. Malah kemudian ada tudingan bahwa Ahok didzalimi berbagai pihak yang tidak menginginkannya kembali menjadi Gubernur DKI 2017. Ini tudingan yang sangat berlebihan. Kalau kata orang Jerman, mereka yang menuding seperti itu Salah Kaprah dan Lebay. Ahahahaa.
Ahok adalah Gubernur Koboi. Itu fakta. Ahok juga dekat dengan Korporasi/ Konglomerat. Itu juga fakta. Gw disini tidak bersikap Suudzon terhadap Ahok. Gw juga nggak menuduh Ahok sudah dikendalikan oleh para Konglomerat.
Yang gw sesalkan dari Ahok dalam Proyek Reklamasi ini adalah Sikap Koboinya. Ahok gw nilai terlalu berambisi untuk menyaingi Ali Sadikin. Ahok terkesan ingin menciptakan Jakarta sebagai Metropolitan yang tidak kalah dengan Kota-kota besar lain di dunia.
Sah-sah saja punya cita-cita tinggi. Tetapi menjalankan cita-cita tersebut janganlah menabrak rambu-rambu yang ada. Gubernur adalah pelayan masyarakatnya. Gubernur adalah Pelayan dari Undang-undang yang ada. Hal inilah yang kurang dipegang oleh Ahok.
Proyek Mercu Suar Reklamasi Pantura Jakarta memang sudah direncanakan sejak Gubernur Sutiyoso. Bahkan pada zaman Gubernur Foke, 17 Pulau yang direncanakan tersebut masing-masing sudah ada “Yang Memilikinya”. Siapa lagi kalau bukan para Korporasi Raksasa alias para Konglo. Dan sejak Foke diganti para Konglo itu sudah tidak sabar lagi membangun mimpi-mimpi mereka di 17 Pulau tersebut.
Tidak bisa tidak, mereka sudah melakukan pendekatan kepada Ahok. Mungkin lewat Sunny Tanuwidjaja atau secara langsung sehingga Ahok juga mulai mempertimbangkan permintaan para Korporasi tersebut. Sedikit banyak Ahok akhirnya sepakat /tertarik untuk mendorong/ meneruskan Proyek Reklamasi yang sebenarnya sudah sering digugat banyak pihak.
Proyek itu memang Proyek Mercu Suar. Di luar dari factor dampak lingkungannya, mungkin kalau 17 Pulau itu sudah dibangun maka Jakarta mungkin bisa sejajar dengan Amstedam ataupun Kota-kota Reklamasi lainnya di dunia. Bila terwujud dalam masa Gubernurnya Ahok maka nama Ahok bisa setara dengan Ali Sadikin. Mungkin inilah yang mendorong Ahok setuju Proyek Reklamasi Jakarta diteruskan.
Tetapi karena kekoboiannya, maka Ahok hanya berpegang pada Undang-undang lama yaitu Keppres No.52 tahun 1995 dan peraturan yang mendukungnya. Ahok tidak mempertimbangkan sama sekali UU lainnya yang baru terutama UU No.1 Tahun 2014 dan Perpres No.122 tahun 2012. Inilah kesalahan yang dibuat Ahok dalam proyek Reklamasi ini.
Izin Pelaksanaan Reklamasi untuk PT.Muara Wisesa SAmudra pada tanggal 23 Desember 2014 langsung mendapatkan protes dari Kementerian Kelautan dan Perikanan. Ahok juga sudah digugat Jakarta Monitoring Network dan LSM koalisi pembela Nelayan. Tentu saja semua yang menentang ini tidak ada unsure politisnya.
Polemik mulai semakin membuncah alias menjadi nggak karuan karena ternyata untuk Pulau C yang belum ada izinnya ternyata sudah ada bangunannya. Untuk Pulau G juga disebut-sebut sudah dipasarkan oleh “Pemiliknya”. Padahal UU pendukung Izin Reklamasi itu seperti Perda Zonasi dan Perda Tata ruang belum dibuat oleh DPRD DKI.
Kacau semua hingga akhirnya benar-benar meledak pada saat OTT KPK terhadap M.Sanusi dan Direktur Agung Podomoro. Masalah menjadi sangat kompleks dan mulai tercipta carut-marut dimana ada masalah hukum, ada masalah pelanggaran administrasi, ada masalah pelanggaran AMDAL hingga masalah Politik (menuju Pilgub DKI 2017).
Akhirnya DPRD DKI mengeluarkan pernyataan pembahasan Raperda Zonasi dan Tata Ruang ditunda dulu. Selanjutnya juga dua hari lalu, Kementerian Kelautan dan Perikanan bu Susi Pujiastuti dan Komisi IV DPR juga sudah sepakat bersama-sama merekomendasikan agar Proyek Reklamasi Jakarta ditunda sementara.
BANTUAN JOKOWI DATANG TIBA-TIBA?
Kondisi tersebut diatas tentu saja membuat Ahok dalam posisi tertekan sebagai Gubernur DKI yang sudah mengeluarkan Izin-izin Reklamasi yang ada. Ahok mungkin bisa saja tetap ngotot tetapi bila terus menerus melawan DPRD, DPR dan Kementerian Perikanan dan Kelautan dipastikan Ahok akan kalah. Ahok lemah secara Administrasi Perizinan.
Dan tanpa diduga kemarin Presiden Jokowi memantau dari udara kondisi terkini dari Reklamasi Pantura Jakarta. Sepertinya cukup lama juga Jokowi berada di udara Jakarta memantau pembangunan Pulau-pulau buatan yang ada. Di web detiknews 14 April banyak dirilisfoto-foto hasil jepretan fotografer istana dimuat. Cuman gw paling malas bikin artikel yang ada fotonya (upload fotonya). Koneksi modem gw lebih banyak errornya. Hahahahaa.
Selanjutnya lagi, tiba-tiba sore tadi Menteri Susi Pudjiastuti mengeluarkan beberapa pernyataan tentang Reklamasi Pantura Jakarta. Bu Susi secara tegas menyatakan Wewenang Reklamasi Pantura Jakarta berada di tangan Gubernur DKI tetapi Gubernur DKI harus menjalankan beberapa rekomendasi dari Kementeriannya dan Kementerian Lingkungan Hidup.
"Kewenangan Gubernur DKI Jakarta mengeluarkan izin reklamasi berdasarkan Keppres 52 tahun 1995, Keppres ini juga mengatur mengenai tata ruang Pantura. Tahun 2008 keluar Perpres 54 tahun 2008, tentang tata ruang Jabodetabek Punjur, yang membatalkan tata ruang di Keppres 1995, namun kewenangan izin reklamasi Pantura tetap ada di Gubernur DKI," kata Susi saat memberikan penjelasan di rumah dinasnya, Jl Widya Candra, Jaksel, Jumat (15/4/2016, detiknews).
"KKP memandang izin pelaksanaan reklamasi pantura kewenangannya tetap di Gubernur DKI, tapi perlu ada rekomendasi dari KKP dan Perda juga diperlukan di sini untuk Perda zonasi wilayah pesisir, di mana di sini faktanya pelaksanaan reklamasi Pantura yang sudah dilaksanakan Pemprov DKI dilakukan tanpa rekomendasi Kementerian KKP dan tanpa Perda Zonasi wilayah pesisir," tegas Susi Pujiastuti.
Intinya Menteri Perikanan dan Kelautan “mengalah” dan menyerahkan wewenang Reklamasi Pantura Jakarta kepada Gubernur DKI. Walaupun demikian Kementeriannya bersama Komisi IV DPR merekomendasikan Proyek Reklamasi Jakarta dihentikan sementara sambil menunggu izin-izin dari kementeriannya dan izin AMDAL selesai. Susi Pujiastuti juga menjamin izin-izin tersebut akan keluar dengan cepat.
Nah sampai disini sudah jelas bahwa Pemerintah Pusat ingin menyelesaikan Carut Marut Polemik Reklamasi Pantura Jakarta dengan mempermudah perizinannya. Tinggal Ahok berkordinasi dengan DPRD DKI agar Perda Zonasi dan tata ruang dapat dikeluarkan segera.
Begitu aja masbro pembahasannya. Udah kepanjangan artikelnya. Udah capek bacanya yaa? Ahahahaaa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H