[caption caption="Gambar dari detiknews, link terlampir"][/caption]Sudah beberapa hari ini gw nggak nulis di Kompasiana. Ya lagi nggak mood aja soalnya kompasiana udah kayak pasar malamnya Ahok. Wkakakakaa. Piss kidding.
Sepanjang beberapa hari terakhir kurang ada berita menggreget di media mainframe. Munas Golkar juga tidak jelas mau diadakan kapan dan siapa  yang mengadakan. Begitu juga konflik PPP yang super lucu dan malas membahasnya.  Yang menarik terakhir malah Manuver SBY yang mengagetkan tetapi identic dengan kesan yang sudah tertanam di figur SBY. Satu kata untuk manuver SBY kemarin adalah : Lebaaayy..  hehehee..  gw males bahas SBY. Kasihan udah banyak yang bully beliau dan keluarganya.  Lagipula gw juga udah niat mau ngurangin dosa jadi nggak ikut-ikutan buly orang lagi. Hahahaaa..
So akhirnya  daripada  tidak ada  yang dibahas sama sekali ya kita bahas Ahok saja. Bahas Kontestasi Pilgub DKI 2017 dan fenomena-fenomena yang ada.
Menuju Pilgub DKI 2017, sebenarnya dalam beberapa hari terakhir  gw tuh sedang menunggu manuver-manuver dari parpol-parpol yang ada  dan juga manuver-manuver penantang-penantang Ahok. Prediksi gw minggu lalu selain Nasdem pasti ada Parpol lain yang akan mendekati Ahok.  Dan prediksi gw yang paling mungkin mendekati Ahok adalah  Demokrat, Hanura dan Golkar.  Selain itu yang punya kemungkinan juga adalah PAN.Â
Kalau untuk PKS, Gerindra, PPP dan PDIP sangat jauh kemungkinannya paska pendeklarasian Ahok yang ingin maju lewat jalur independen. Alasannya PKS, Gerindra , PPP dan PDIP punya basis massa yang cukup besar di DKI. Itu alasan pertama. Dan alasan kedua PKS, Gerindra dan PPP adalah partai-partai yang selama ini sudah jauh berseberangan dengan Ahok.  Itulah sebabnya  ketiga partai itu kemungkinan besar akan berkoalisi untuk mendukung  1  penantang Ahok.
PDIP sendiri punya suara sekitar 27% di Jakarta sehingga tanpa berkoalisipun PDIP cukup Pede mengusung calonnya sendiri.  Yang menjadi  agak lucu itu koalisi PDIP di Pilpres seperti Nasdem, Hanura dan PKB.  Mereka ini tadinya menunggu siapa Calon dari PDIP.  Tetapi karena  belum fix keputusannya maka  Nasdem sudah bergerak duluan. Hanura juga sudah ikut-ikutan.  PKB  dan PAN juga sudah agak tergoda tetapi masih mampu menahan diri.Â
Manuver-manuver itulah yang sedang gw amati. Mungkin minggu depan akan semakin jelas kekuatan Ahok berikut partai-partai apa saja yang mendukungnya  sehingga gw bisa menghitung seberapa besar kemungkinan Ahok bisa memenangkan Pilgub DKI nanti. Yang jelas kalau Ahok maju tanpa partai pendukung sudah pasti Ahok akan kalah. Kita tunggu minggu depan kemungkinan besar  sudah pasti  ada bayangan peta kekuatan Ahok maupun kekuatan PDIP dan koalisi Gerindra.
Berikutnya  ini gw mau bahas manuver  para pendukung Ahok yang sudah ada. Mereka ini non partisan dan setengah partisan. Yang non partisan tentunya  Teman Ahok dan relawannya sementara yang partisan itu Partai baru Partai Solidaritas.  Gerakan mereka semua sama yaitu sudah mulai bergerak melakukan kampanye di media-media social. Inilah yang mau gw bahas.
BERKAMPANYE DI MEDIA SOSIAL ITU Â BUTUH STRATEGI Â DAN PLANNING YANG TEPAT.
Berkaca dari pengalaman Cyber Media yang diturunkan PKS pada tahun 2013 hingga tahun 2014, gw melihat banyak kekurangan yang ada di Cyber Army PKS tersebut.  Mereka visinya satu tetapi  ada 3 jenis manuver yang dilakukan mereka.  Ada pencitraan positive untuk PKS berikut pembelaan terhadap Luthfi Hassan dan elit mereka yang bermasalah,  kedua ada Negativ Campaign untuk lawan-lawan politik mereka secara umum  dan ketiga ada  Black Campaign dan serangan-serangan brutal untuk Jokowi.
Semuanya kurang terkordinir dan yang paling parah dan menjadi boomerang buat mereka adalah Black Campaign dan serangan-serangan brutal ke Jokowi.  poin inilah yang memukul balik cyber army PKS sampai terkaing-kaing (gw pinjem istilahnya  Kompasianer Mawalu. Hahaha).
Cyber Army PKS langsung rontok dibalas serang oleh para pendukung Jokowi. Â di Kompasiana dibabat habis, di Kaskus, detik forum dan lain-lainnya. Â Akhirnya mereka hanya bermain di chirpstory dan tweeter yang hanya diakses kaumnya sendiri.
Berkampanye di Media Sosial sebenarnya  bisa cukup efektif.  Tetapi harus benar-benar dengan strategi yang tepat.  Harus punya planning yang baik dan punya target-target tertentu.  Media social juga tidak bisa dipandang sebagai sebuah kelas masyarakat.  Ada beberapa kelas masyarakat di Media Sosial baik Facebook, Tweeter  maupun Kompasiana dan Kaskus.  Jangan sampai dipukul rata.
Di Facebook khususnya ada Grup-grup fanatic pendukung Jokowi, ada Grup fanatic pendukung Prabowo, pendukung PKS, Â grup-grup politik umum dan grup-grup non politik. Â Paradigma yang ada di dalam grup-grup itu berbeda satu sama lain.
Gw lihat dalam seminggu terakhir,  banyak sekali  postingan-postingan dari  Cyber Army Ahok (gw nggak tau itu berasal dari Teman Ahok atau simpatisan perorangan Ahok atau PSI) yang mencoba berkampanye di grup-grup pendukung Prabowo dan PKS.  Ya tentu saja mereka babak belur digebuki para penghuninya.  Ini sama saja masuk sarang macan. Hehehee.
Kalau di grup pendukung Jokowi ya masih mendingan. Disitu ada pendukung Ahok juga.  Tetapi banyak juga pendukung PDIP dan pendukung Jokowi yang tidak mendukung Ahok.  Yang membuat salah kaprah Cyber Army Ahok itu adalah menganggap semua Pendukung Jokowi itu identic dengan Pendukung Ahok. Jelas ini salah besar.  Dari pendukung Jokowi yang menjadi pendukung Ahok prosentasenya tidak lebih besar dari 70% (ini taksiran gw).  Jadi harus hati-hati  juga berkampanye di grup-grup Pendukung Jokowi.
Dan yang paling blunder dari kampanye Cyber Army Ahok adalah memainkan SARA. Gw muslim dan Gw dukung Ahok. Itu kampanye bodoh sekali. Kemungkinan besar hal ini dilakukan oleh pendukung Ahok perseorangan. Â Masih kanak-kanak yang jelas sehingga sangat terbatas pertimbangannya untuk melihat ekses dari sebuah propaganda.
Ada lagi yang memposting Kehebatan Ahok yang digambarkan bak Dewa.  Ada lagi yang membuat slogan-slogan konyol : Orang Cerdas Pasti Pilih Ahok dan lain-lain sebagainya.  Ini  sangat berlebihan dan ini kemudian menimbulkan reaksi yang kuat dari mereka yang bukan pendukung Ahok.  Ada penolakan yang besar dan kuat. Dan gak  lama kemudian ada aksi balasan dari mereka yang bukan pendukung Ahok.  Ada caci maki kasar hingga perang meme di Facebook dan Tweeter.
SATU POIN YANG HARUS DICATAT OLEH TEMAN AHOK DAN TIM KAMPANYENYA ADALAH : SEBENARNYA Â SEKARANG INI BUKAN MOMEN YANG TEPAT UNTUK MEMULAI KAMPANYE.
Alasannya satu. Kita tahu bahwa saat ini memang belum musim kampanye. Buat gw pribadi nggak masalah kalau Ahok dan pendukungnya mulai berkampanye di media social dari sekarang. Tidak melanggar aturan KPU juga. Â Tetapi bukan itu maksud gw.
Yang jelas saat ini Ahok belum punya penantang yang Jelas sosoknya. Â Ada nama Yusril, ada nama Adhyaksa, Ahmad Dani, Sandiaga Uno dan lainnya. Â Masing-masing punya penggemar dan pendukung. Tetapi mereka belum mengkristal.
Inilah yang membuat Gerakan Ahok mendapat perlawan keras. Para pendukung Yusril, para pendukung Adhyaksa, para pendukung Ahmad Dani dan lain-lainnya masih merupakan Swing Voter.  Mereka masih cair tetapi mereka sudah jelas bukan pendukung Ahok. Efeknya kemudian bila dirangsang atau diprovokasi oleh pendukung Ahok yang  terkesan oleh mereka seperti mendewa-dewakan Ahok maka mereka semua bersatu untuk menghantam para pendukung Ahok.  Ini tidak berimbang dan ini sungguh menyakitkan bagi yang mencoba berkampanye.
Gw tau bahwa para pendukung Ahok itu anak-anak muda yang masih bersemangat sekali. Â Saking semangatnya sehingga menjadi tidak sabar untuk memenangkan Ahok. Â Ini yang harus dikendalikan agar tidak menimbulkan gempuran-gempuran dari musuh yang tidak jelas merupakan pendukung siapa.
Saran gw untuk para pendukung Ahok, Teman Ahok dan PSI. bersabarlah sejenak, atur strategi dengan hati-hati. Â Lakukan kampanye di media social dengan cara yang simpatik. Â Jangan pernah menggunakan cara-cara konyol maupun sporadis tanpa koordinasi.
Jangan pernah pake akun-akun palsu untuk propaganda atau melakukan penyerangan terhadap lawan Ahok  saat ini.  Ingat pengalaman pahit PKS.  Dan jangan pernah memainkan unsur SARA dalam propaganda. Ini krusial dan akan mendapat hantaman balik yang jauh lebih keras.
So akhirnya gw hanya mengatakan gw bukan pendukung Ahok (bukan warga DKI) sehingga gw berposisi sebagai penonton.  Gw  memang tertarik dengan fenomena Ahok.  Gw pantau dan pengen tau  sekuat apa perlawanan Calon Independen melawan partai-partai besar.
Gitu aja dulu masbro ulasannya. Â Kita ngobrol yang asik-asik aja. Heheheeee. Udah. Udah capek nih ngetiknya. Wakakaaaa..
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H