Mohon tunggu...
Reza aka Fadli Zontor
Reza aka Fadli Zontor Mohon Tunggu... -

Bukan Siapa-siapa, Hanya seorang Pemerhati Masalah Politik dan Sosial Zonk.Fadli@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Demokrat Bermanuver, Terbongkar Sudah Niat Busuk PDIP Untuk Revisi UU KPK

13 Februari 2016   08:54 Diperbarui: 13 Februari 2016   10:55 3531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="gambar dari Detiknews"][/caption]Dua minggu terakhir ini masyarakat sangat resah karena kabar dari DPR disebut  sudah ada 9 Fraksi di DPR  yang setuju untuk  merevisi UU KPK. Para aktivis anti Korupsi semakin berteriak kencang  untuk melakukan gerakan #SaveKPK.  Jelas-jelas dari draft yang beredar  dimedia social maupun media nasional menunjukkan  bahwa  kewenangan-kewenangan  KPK akan dibuntungi oleh DPR.

Masyarakat resah karena tidak bisa berbuat apa-apa.  Presiden Jokowi juga  sudah disindir banyak kalangan masyarakat karena belum juga mengeluarkan pernyataan menolak Rencana DPR untuk merevisi UU KPK. Sementara Wapres JK yang kurang dipercayai masyarakat malah melakukan himbauan-himbauan  agar masyarakat jangan curiga dulu niat DPR untuk merevisi KPK.

Bagaimana mau percaya sama JK, ketika KPK diobok-obok Polri, ketika Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Novel Baswedan dan Denny Indrayana dikriminalisasi , JK malah mengambil posisi berseberangan dengan Jokowi dan membela Polri mati-matian.

Kembali ke DPR,  dengan adanya kabar bahwa Revisi UU KPK sudah masuk Prolegnas 2016 dan dibahas di Baleg berikut sudah disetujui 9 Fraksi maka logikannya  UU KPK akan diganti dengan yang baru.  Inilah yang membuat masyarakat membuat Petisi Online lagi disamping suara-suara  para aktivis yang semakin merapatkan barisan untuk menyelamatkan KPK.

Kabar terakhir dari DPR  pada hari kamis sore (11 Februari 2016) ternyata Baleg DPR menunda pembahasan Revisi UU KPK dan menjadwalkannya kembali  untuk minggu depan. Ini menarik karena pasti ada sesuatu yang terjadi sehingga menyebabkan pembahasan UU tersebut ditunda.

Sebelumnya gw sendiri agak bingung karena disebut  sudah ada 9 Fraksi setuju dengan Revisi UU KPK, selain Gerindra. Gw nggak heran kalau Revisi itu didukung kuat oleh PDIP bersama  Nasdem, PKB, Hanura dan PKPI.  Gw juga nggak heran kalau PAN mendukung Revisi itu karena PAN  jelas sedang  dalam progress bergabung dengan  Partai  Pemerintah. Begitu juga dengan Golkar, gw nggak heran kalau  elit Golkar mendukung Revisi itu. Gw tahu persis bahwa Golkar sedang dekat dengan PDIP sejak kasus Setya Novanto, baik kasus Donald Trump maupun Kasus Papa Minta Saham. .

Yang gw heran mengapa Demokrat, PKS dan PPP ikut mendukung Revisi itu sehingga  disebut  9 Fraksi sudah mendukung rencana Revisi UU KPK.  Ini pasti ada apanya.

WAWANCARA METRO TV SORE DENGAN WAKIL-WAKIL FRAKSI

Tetapi kemudian akhirnya gw dapat jawaban jelas ketika menonton siaran ulangan Metro Sore dimana tanggal 11 Februari sore Presenter Metro TV melakukan dialog langsung dengan wakil-wakil Fraksi-fraksi yang ada di gedung DPR.  Geli  banget  menyaksikan diskusi dari para anggota Dewan yang terhormat itu.  Beginilah kira-kira diskusi mereka :

Presenter bertanya pertama kepada  PDIP yang diwakili tangan kanan Megawati yang juga Ketua Fraksi PDIP di DPR, Hendrawan Supratikno. Hendrawan menjelaskan Revisi itu dilakukan karena pada pada 18 Julii 2015 dalam rapat dengar pendapat dengan DPR dengan KPK, KPK meminta agar UU KPK direvisi. (versi PDIP tentunya). Hendrawan menjelaskan panjang lebar bahwa  rencana Revisi itu  bertujuan untuk memperkuat KPK sebenarnya. Untuk membuat KPK lebih optimal dan lebih transparan dalam bekerja

Setelah Hendrawan berbicara kemudian giliran Fraksi Gerindra berbicara. Presenter ingin tahu apa alas an Gerindra menolak Revisi UU KPK. Dan dijawab langsung, bahwa Gerindra bukan menolak UU KPK untuk direvisi tetapi karena ada materi draf yang dianggap Gerindra akan membuat KPK lebih buruk. Poinnya pada Dewan Pengawas yang  akan dibentuk dan  difungsikan untuk  mengontrol semua langkah penyidikan KPK.

Dewan Pengawas ini diangkat oleh Presiden. Dan itu berarti secara tidak langsung  Presiden bisa mengintervensi  KPK melalui Dewan Pengawas yang ada. Ini jelas bertentangan dengan Pasal 3 Undang-Undang KPK  sendiri yang menyebut dengan jelas bahwa  KPK adalah Lembaga Mandiri yang bebas dari campur tangan pihak manapun. Itulah yang membuat Gerindra menolak Revisi tersebut.

Selanjutnya giliran Asrul Sani dari PPP yang berbicara. Fraksi PPP mengatakan bahwa dalam draft itu tidak jelas disebutkan bagaimana cara Dewan Pengawas bertugas. Bila seperti  tugas Kompolnas ke Polri atau Komjak ke Kejaksaan itu tidak masalah buat PPP. Yang ditakutkan PPP, Dewan Pengawas melakukan Pengawasan Day to Day Operation KPK. Ini  membuat KPK menjadi tidak maksimal.

Berikutnya giliran PKB dan Golkar yang berbicara. Keduanya setuju dengan Draft tersebut tetapi  dengan catatan dilakukan untuk tujuan memperkuat KPK. Bahasa-bahasa normative yang dipakai karena ditonton rakyat. Hehehee.   Golkar mempermasalahkan Penyadapan yang katanya ditakutkan dilakukan terhadap semua orang. Begitu juga masalah penuntutan yang berlarut-larut sejak penetapan tersangka sehingga KPK kalah berkali-kali di Praperadilan. Makanya KPK harus diperkuat kata Golkar.

Yang paling menarik kemudian pendapat dari Demokrat yang diwakili Benny K Harman. Benny memulainya dengan mengatakan kemarin yang bilang di Baleg bahwa Demokrat setuju Revisi UU KPK adalah suara Perorangan anggota Demokrat dan bukan Suara Fraksi Demokrat. Jadi jangan dikatakan Demokrat  sudah setuju bahwa UU KPK akan direvisi.

Benny menjelaskan bahwa Demokrat pasti setuju bila Revisi dilakukan untuk memperkuat KPK.  Tetapi setelah membaca pasal-pasal dalam draft itu Demokrat memastikan bahwa  Pasal-pasal itu jelas bertujuan mematikan KPK. Hadeh. Seram.  Alasan Benny, pada poin penyadapan disebut setiap penyadapan KPK harus disetujui Dewan Pengawas. Sementara Dewan Pengawas bertanggung-jawab pada Presiden. Ini jelas-jelas mematikan KPK sebagai Lembaga yang Independen.  KPK akan dikendalikan Presiden.

Benny  menantang PDIP untuk menunjukkan Pasal-pasal mana yang tidak mematikan KPK. Hehehe.Benny pun mengatakan dengan demikian  maka Demokrat mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk segera  menolak keras Revisi UU KPK ini. Ciyeeee.. Gw geli  dengar itu. Mudah-mudahan benar Demokrat seperti itu pandangannya dan bukan karena hanya dapat momen bagus untuk pencitraan.

Berikutnya  giliran PKS. PKS malah menyalahkan kenapa Revisi ini Inisiatifnya dari DPR? Seharusnya dari Pemerintah karena Pemerintahlah yang tahu persis apa kebutuhannya.  Faktanya kemarin KPK tidak bersedia hadir atas undangan Baleg untuk  membahas Revisi ini karena inisiatifnya dari DPR. PKS menyarankan agar Revisi ini ditunda dulu dan berkomunikasi dengan baik terlebih dahulu dengan Pemerintah. Ckckck.. sama nih dengan Demokrat. Pro Rakyat.

Setelah PKS, giliran Nasdem yang berbicara. Nasdem berusaha  meyakinkan presenter bahwa KPK sudah cukup darurat untuk diperkuat karena  index korupsi masih banyak. KPK banyak nangkap orang tapi itu cuman joget-joget saja (pencitraan). Nasdem meminta KPK harus dibenahi.  Dendam nih keliatannya gara-gara  Rio Capela dan 2 Legislatifnya sudah tertangkap KPK. Hehee.

Dan setelah Nasdem berbicara yang ada kemudian para anggota Dewan yang terhormat mulai  berebutan berbicara sehingga tidak ada  lagi yang bisa ditangkap jelas apa pembicaraannya. Biasa penyakit anggota Dewan selalu berebutan kalau berbicara didepan public.  Satu hal yang paling menarik adalah suara terakhir dari PPP yang mengatakan PPP setuju ada Dewan Pengawas tetapi  tidak boleh memperlemah KPK.  Dan pembahasan Draft tidak boleh dilakukan di tempat yang tersembunyi. Hehehee. Kena deh PDIP dan pendukungnya.

Akhirnya  mungkin dari pembicaraan itu kita bisa menyimpulkan, siapa sih sebenarnya  yang  paling bernafsu  untuk merubah UU KPK?

BENARKAH  MEGAWATI SANGAT MENDENDAM PADA KPK?

Sejak 10 tahun yang lalu  banyak  orang sudah mengenal Megawati sebagai pribadi yang pendendam. Kalau masbro nggak percaya Tanya aja sama pak SBY. Hehehee.   Nggak masalah sih kalau dendam sama seseorang.  Tetapi kalau Dendamnya pada suatu institusi mah sungguh terlalu.  Lucu banget kalau ada seorang mantan Presiden yang mendendam pada suatu lembaga.  Mari kita tengok perjalanan KPK ke belakang sebentar.

Sekitar bulan September tahun 2014 Ketua KPK saat itu Abraham Samad sempat membuat statement mengagetkan bahwa disebut  saat itu  KPK sedang membidik seseorang yang Untouchable dalam suatu perkara korupsi besar.  Abraham  juga mungkin agak lebay  sehingga selanjutnya  kemudian  mengatakan  juga bahwa dia tidak takut mengusut siapapun, bahkan mantan Presiden pun kalau tersangkut kasus Korupsi juga akan disidik KPK juga.

Pada saat itu public belum paham maksudnya Samad itu siapa saja. Belakangan baru terbuka yang disebut orang yang Untouchable  itu ternyata adalah Komjen Budi Gunawan dan sementara mantan Presiden yang disindirnya kemungkinan besarnya  adalah Megawati.

Dan selanjutnya kita saksikan bersama-sama, pada bulan Januari 2015 ketika Budi Gunawan sudah disetujui DPR untuk menjadi  Calon Kapolri tiba-tiba KPK melalui Abraham Samad dan Bambang Widjojanto mengumumkan ke public bahwa  BG  sudah ditetapkan sebagai Tersangka pada  Kasus Rekening Gendut.

Geger sudah tanah air.  Megawati dengan PDIP langsung menuduh Abraham Samad sakit hati karena gagal menjadi Cawapres Jokowi sehingga mengganjal Budi Gunawan untuk menjadi Kapolri. Dan selanjutnya kita semua menyaksikan tiba-tiba AS dan BW sudah jadi Tersangka  oleh Bareskrim Polri sehingga dengan  terpaksa harus lengser dari jabatannya sebagai Komisioner KPK.

Dalam hal ini gw bisa pastikan Megawati  bersama Budi Gunawan menaruh dendam pada AS dan BW. Dan selanjutnya negeri ini  berguncang-guncang  selama 6 bulan gara-gara Kasus Kriminalisasi AS, BW, Novel Baswedan dan Denny Indrayana

Publikpun sampai  capek sekali menonton  polemic itu. Presiden Jokowi  pun pusing sekali karena  ditekan habis oleh Megawati, Wapres Jusuf Kalla dan Surya Paloh.  Jokowi tidak mampu berbuat apa-apa. Mahkamah Agung juga tidak bisa berbuat apa-apa dengan Sidang Praperadilan BG yang berujung pembebasan BG dan selanjutnya berhasil  diangkat menjadi Wakapolri.

MEGAWATI DAN PDIP MULAI BERMANUVER

Setelah peristiwa-peristiwa diatas yang sangat mengecewakan rakyat  itu berlalu, public berpikir masalah tentang KPK sudah reda. Eh nggak taunya  tiba-tiba nggak ada angin nggak ada hujan  pada tanggal 18 Agustus 2015 dalam Acara Seminar Nasional Kebangsaan  Megawati  dengan PeDenya membuat Statement  bahwa  Setiap Lembaga Negara yang bersifat Ad Hoc termasuk KPK bila sudah selesai bertugas maka sebaiknya dibubarkan saja.

Buset dah, masbro. Megawati nggak kapok-kapok. Setelah sebelumnya dibully para Netizen karena menyebut Presiden Jokowi sebagai Petugas Partai, kali ini Megawati cari gara-gara dengan rakyat dengan mengatakan KPK kalau sudah selesai tugasnya sebaiknya dibubarkan. Korupsi masih bejibun kok sudah ngomong-ngomong KPK sudah selesai bertugas dan harus dibubarkan? Ckckck.

Pernyataan Megawati langsung menuai kecaman Publik. Sayangnya Megawati memang Kopig.Lebih kopig dari Jokowi.  Nggak perduli dia dengan itu. Karena faktanya kemudian, pada tanggal 6 Oktober 2015 Ketua Fraksi PDIP di DPR, Hendrawan Supratikno menyatakan  Baleg (Badan Legislasi) DPR  sedang  membahas Revisi RUU KPK.  Public terperanjat dan langsung menduga  ternyata Megawati  masih bernafsu untuk mengobok-obok KPK.

Besoknya kemudian beredar  Draft Revisi UU KPK yang berisi poin-poin antara lain : a).Membatasi Umur KPK untuk 12 tahun kedepan, b)Penghapusan Kewenangan Penyadapan, c)menghapus Kewenangan Penuntutan (harus Kejagung yang jadi Penuntut),d)KPK tidak berwewenang lagi menangani kasus dibawah Rp.50 Milyar dan harus diserahkan ke Polisi.

Geger sudah public gara-gara draft RUU tersebut. Dari draft itu terlihat jelas 80% Kewenangan KPK akan dialihkan ke Polri. Entah ini dendam  seorang Megawati ataukah ada titipan kepentingan dari Budi Gunawan atau Polri yang ingin mengkerdilkan KPK?

Hendrawan Supratikno ketika ditanya apakah Pemerintah menginginkan revisi UU KPK tersebut, Hendrawan menjawab  Revisi itu adalah Usulan DPR.  Belakangan media mendapatkan salinan Draft dimana Kop pada Draft ada Lambang Garuda yang berarti itu lembaran dari Pemerintah.  Hendrawan tidak bisa menjawab. Yang menjawab kemudian Bambang Wuriyanto anggota DPR PDIP. Bambang mengatakan  ya namanya juga masih Draft jadi masih oret-oretan. Kebetulan kertas yang dipakai tertukar itu bukan masalah, menurut Bambang selanjutnya bak  layaknya seorang Dukun,  Bambang mengatakan sangat yakin bahwa 12 tahun ke depan kejaksaan dan Polri sudah sangat kuat sehingga KPK tidak dibutuhkan lagi. Ckckckck..

Berikutnya lagi giliran Marsinton Pasaribu yang berkoar-koar.  Marsinton mengatakan  Seluruh Fraksi di DPR sudah setuju dengan pembahasan Revisi UU KPK. Padahal  sebelumnya  Fraksi  Gerindra sudah menyatakan menolak, begitu juga dengan PKS dan Demokrat. Anggota Baleg dari Gerindra  Sareh Wiyono malah mengatakan RUU KPK itu memang belum masuk ke Baleg. Dulu pernah mau dimasukan Menkumham tetapi oleh Jokowi diminta ditarik.. mana yang benar nih?

Tanggal 8 Oktober 2015, selang dua hari  berikutnya sudah bergulir Petisi yang ditanda-tangani 40 ribu netizen menyatakan menolak  rencanan Revisi UU KPK. Sejumlah LSM dan ormas berteriak agar REvisi itu dibatalkan. Diamlah sejenak berita-berita  tentang rencana Revisi UU KPK tersebut.

PDIP NGGAK ADA KAPOKNYA  DAN MULAI MELAKUKAN OPERASI SENYAP.

Jadi menurut gw pribadi, gw cukup yakin bahwa PDIP ini memang partai yang tidak tahu diri. Begitu berkuasa mulai kelihatan buruknya. Suka memaksakan kehendak. Contoh jelasnya  PDIP memaksa Jokowi untuk mengangkat  6 kadernya untuk menjadi Menteri.

Kemudian pada polemic Budi Gunawan. PDIP menggandeng Nasdem dan lainnya berikut  Wapres JK untuk mendesak Jokowi  agar segera mengangkat BG jadi Kapolri.  Jokowi enggan dan memilih Badrodin Haiti. Tetapi akhirnya  BG dengan bantuan kekuatan partai-partai pemerintah (PDIP CS) sanggup  mempengaruhi Wanjakti Polri untuk mengangkat BG untuk menjadi Wakapolri.

Selanjutnya kita lihat Dendam Megawati pada KPK seperti  dendamnya pada SBY.  Megawati bersuara keras KPK kalau sudah selesai  tugasnya sebaiknya dibubarkan.  Suara Megawati itu kemudian terwujud pada Draft Revisi UU KPK yang membatasi umur KPK untuk 12 tahun.

Sejak tanggal 8 Oktober 2015 Draft itu sudah ditolak mentah-mentah oleh public.  PDIP lalu diam. Tetapi ternyata hanya sebentar saja.  Dendam sudah berkarat.  Megawati dan PDIP melakukan cara apa saja untuk meloloskan RUU tersebut. Siapa yang paling menguasai DPR tentunya Golkar dengan KMP nya.

Kemudian akhirnya PDIP melakukan barter kepentingan dengan Golkar.  Kasus Papa Minta Saham Setya Novanto  menjadi aman terkendali di MKD. Tetapi pada saat perhatian public tercurah dengan sidang panjang di MKD,  diam-diam pada tanggal 27 November 2015 Menkumham dari PDIP melakukan rapat gelap bersama Ketua Fraksi PDIP Hendrawan Supratikno dan Wakil Baleg Firman Soebagyo dari Golkar. Deal  sudah mereka memasukan Draft Revisi UU KPK pada Baleg.  Setya Novanto selamat di DPR tetapi imbalannya Revisi UU KPK berhasil masuk Baleg DPR dan kemudian menjadi Prolegnas 2016.

Dan perkembangan selanjutnya terjadi seperti yang  dibahas pada awal artikel. PDIP kena skak telak dari Demokrat, Gerindra, PPP dan PKS. Hehehe.

Mari kita tunggu perjuangan selanjutnya dari PDIP untuk mengebiri KPK. Berhasilkah ? Hehehee..

Tulisan sebelumnya :

Kongkalikong PDIP dengan Golkar

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun