Secara teori Psikolog disebut "Jika seseorang tidak bersalah, tidak perlu menjustifikasi harus mengiklankan dirinya. Kalau dia tidak bersalah harusnya dia akan diam seperti saksi-saksi lainnya, kan tidak melakukan justifikasi di media-media. Tidak perlu ada defense mekanisme," ungkap pakar Hypnoterapi Dewi P Faeni soal sikap Jessica. (detiknews).
“Eye movementnya sangat cepat, ini suatu refleksi dari nervous. Terus sering melihat ke atas, itu berarti orang sedang berusaha membangun fakta, bisa jadi dia tidak mengatakan sesungguhnya. Saya hanya lihat dia dari facial ekspresi. Walau di akhir-akhir sudah mulai tenang, sudah seperti dilatih," jelas Dewi.
Dewi juga mempermasalahkan minuman yang dipesan/diminum Jessica pada saat kejadian yaitu berupa Cocktail. Dewi heran kenapa Jessica membutuhkan minuman beralkohol pada sore hari (jam 16.00) pada hari kejadian.
KESIMPULAN
Teori Kejahatan Tindak Pidana Pembunuhan biasanya harus memenuhi 3 unsur yaitu : Ada Pelaku (dengan alat pembunuhnya), Ada Korban dan ada TKP. Tetapi dalam kasus ini alat pembunuhnya adalah barang tidak Nampak (sianida). Secara psikologis seorang pembunuh yang menggunakan Sianida adalah orang yang ingin menjaga jarak dari korbannya. Jadi teori 3 unsur itu tidak akan berlaku. Pelaku belum tentu ada di lokasi kejadian (TKP).
Akhirnya menurut kesimpulan gw polisi sudah melakukan blunder  karena menetapkan Tersangka hanya berdasarkan pendapat pakar dan bukan berdasarkan bukti fisik.
Entahlah bagaimana dengan  pendapat-pendapat pakar hukum  dengan kondisi penuntutan perkara seperti ini yang hanya berdalih pendapat pakar ahli psikologi.  Tetapi menurut gw bila memang yang dijadikan bukti hanyalah pendapat-pendapat ahli yang umumnya hanya berupa teori dan asumsi dan bukan bukti fisik maka kasus ini kemungkinan besar akan mendapatkan perlawanan keras/ ditolak oleh hakim pengadilan.
Mari kita tunggu perjalanan panjang dari kasus ini.
Sumber :