Pertanyaannya kurang lebih seperti ini, masbro. Kalau para Anggota DPR bersikap curang dan berusaha mengakali Undang-undang itu sudah biasa atau tidak? Jawabannya pastilah iya. Berbuat curang dan mengakali UU adalah hal yang biasa dilakukan para anggota DPR. Sejak Reformasi bergulir DPR sudah berganti 4 periode tetapi yang namanya Kepercayaan Rakyat terhadap lembaga ini tidak pernah membaik. DPR akan selalu menjadi Lembaga Yang Paling Tidak Dipercaya oleh masyarakat.
Selanjutnya bila berbicara tentang Kasus Papa Minta Saham dimana Mahkamah Kehormatan DPR menyidangkan Ketua DPR yang diduga telah melakukan Pelanggaran Etika maka pada hari kemarin tanggal 7 Desember yang terlihat dan yang terjadi pada Sidang MKD memang “Sangat Biasa” alias Sudah Biasa alias Sudah Ditebak akan seperti itu jalannya.
Semua orang tahu DPR adalah milik KMP. Ketua DPR dan jajaran Pimpinan DPR adalah anggota KMP. Begitu juga para Ketua Komisi-komisi dan Alat Kelengkapan Dewan sampai Setjen adalah orang-orang KMP. Dengan demikian maka MKD pun diatas kertas bisa dianggap milik KMP. Betul kan, masbro?
Dari fakta tersebut maka sejak awal bisa diprediksi bahwa MKD tidak akan mampu mengadili Ketua DPR untuk Kasus PMS ini. Fakta maupun sejarah sudah mencatat Pelanggaran Etika sebelumnya yang dilakukan Setya Novanto dan Fadli Zon yang bertemu dengan Donald Trump sudah berubah menjadi Kasus Asap. Kasus yang berwujud asap sehingga menghilang dengan sendirinya tertiup angin.
Begitu juga dengan Kasus Papa Minta Saham (PMS) ini. Sejak awal para Hakim anggota MKD sudah diganti oleh Golkar. Hakim Yang Mulia menggantikan Yang Kurang Mulia alias yang kurang mampu membela Setnov harus diganti. Berikutnya lagi Pemanggilan saksi yaitu Sudirman Said dan Marouf Syamsudin juga berjalan “biasa”. SS dan MS bukan dimintai keterangannya tetapi disudut-sudutkan dengan pertanyaan interogasi. Kesan yang ditangkap public adalah MKD malah menyalahkan SS dan MS atas terbongkarnya Kasus Setya Novanto.
Dan yang “lebih biasa” lagi terjadi pada hari kemarin dimana Mahkamah Kehormatan Dewan yang seharusnya lebih terhormat dari Anggota Dewan ternyata terbalik dan menjadi kalah terhormat dari salah seorang anggota Dewan. Hehehee.
Mahkamah yang sebenarnya memiliki perangkat UU dan Aturan Baku untuk menyidangkan Anggota DPR yang diduga melanggar Kode Etik ternyata yang terjadi malah Mahkamah tersebut diatur oleh orang yang akan disidang. Loh kok bisa begitu? Ya memang begitu. Tidak aneh.
Mahkamah tadinya merencanakan Sidang dimulai tanggal 7 Desember Jam 09.00. Tetapi yang menjadi Terperiksa kemudian meminta diundur jadwalnya hingga pukul 13.00. Mahkamah Kehormatan nurut. Berikutnya lagi Terperiksa minta mundur lagi sekitar 90 menit sehingga Sidang dimulai pukul 14.30. Eh dituruti juga oleh Mahkamah. Begitu juga dengan permintaan Terperiksa agar Sidang berlangsung secara tertutup maka oleh Mahkamah langsung disetujui secara eek embek bulat-bulat. :D
Dan terakhir pada sidang aneh itu, Terperiksa meminta sidang dicukupkan berlangsung hanya 3 Jam dan Mahkamah Terhormat manut-manut aja. Kalah galak mereka sama yang Terperiksa. Berbeda minggu lalu dimana Mahkamah Kehormatan keliatan Galak Beud sama Sudirman Said dan Marouf Syamsudin hingga pemeriksaan berlangsung 8 jam lebih. Hehehee.
Pertanyaan selanjutnya dan yang sangat menjadi keingin-tahuan public adalah : Apa kira-kira hasil Sidang MKD? Apakah Setya Novanto akan Dipecat atau Tidak? Itulah pertanyaan utama yang menggelayut di pikiran public.
Kalau soal nantinya Pimpinan DPR dikocok ulang itu tidak penting bagi masyarakat luas. Di sisi lain bila memang terjadi Kocok Ulang Pimpinan DPR yang senang siapa , masbro? Ya tentu saja PDIP dan kawan-kawan. Hehehee… ini masuk kembali ke ranah politik. Ranah Politik itu artinya Rebutan Kekuasaan lagi. Ribut lagi, heboh lagi. Kapan mau kerja kalau ribut mulu? Ckckckck.
Kita jawab belakangan ya masbro, soal apa kira-kira Hasil akhir Sidang MKD. Pertanyaan yang paling pantas dianalisa berikutnya adalah :
MENGAPA PDIP SELALU KALAH DARI GOLKAR DAN MENGAPA KIH SELALU KALAH DARI KMP?
Apakah PDIP memang kalah pintar dari Golkar? Apakah PDIP memang Goblok? (nanya doang, masbro. Nggak usah tersinggung. :p). Terus apakah orang-orang KIH kalah kelas dari orang-orang KMP? Dan seterusnya dan seterusnya.
Sebenarnya tidak begitu. Orang-orang PDIP bukan goblok ataupun kalah pintar dari Golkar. Orang-orang KIH pun sama kelasnya dengan orang-orang KMP. Tetapi yang menjadi masalah dan juga sudah menjadi Fakta adalah: PDIP memang selalu kalah dari Golkar. KIH juga selalu kalah dari KMP.
Bukan kalah kuantitas tetapi kalah strategi. Bukan kalah pintar tetapi selalu kalah strategi. Kenapa bisa begitu? Karena setiap berstrategi Golkar itu selalu menggunakan beberapa kepala sementara PDIP hanya satu kepala. Begitu juga dengan KIH yang hanya menggunakan 1-2 Kepala pasti akan selalu kalah melawan KMP yang menggunakan banyak kepala.
PDIP itu partai Kuno, masbro. PDIP itu mirip Kerajaan dimana setiap keputusan tergantung dari apa yang dipikirkan oleh Rajanya atau Ratunya. Sementara Golkar itu Partai Moderat yang terbiasa menggunakan Strategi Kolektif. Jadi ya mau gimana lagi, sampai kiamat pun PDIP tidak akan pernah menang dari Golkar. Hehehee.
Begitu juga dengan KIH. KIH bergerak tergantung Komandan-komandannya. Kalau Komandannya ternyata cuman 1-3 orang dan kurang berpengalaman, apalagi yang satu itu Sok Pintar Dewek dan Pendendam ya pasti akan selalu kalah dengan KMP yang punya banyak komandan berpengalaman dan mampu bersinergi. Bukan begitu, masbro?
Faktanya kemudian KIH dan PDIP memang selalu kalah dan jadi Pecundang. Kemenangan KIH yang berhasil menempatkan Jokowi menjadi Presiden ternyata tidak dimbangi dengan memperkuat koalisi. KIH dikomandoi PDIP dan PDIP dikomandoi ibu Ratu. Dengan begitu KIH menjadi bergantung pada strategi 1 orang. Apalagi sang Komandan suka Memaksakan Kehendak dan Pendendam. Ckckck.. nggak kurang-kurang bahkan Presiden yang diusung mereka sendiripun berkali-kali Dihantam. Ckckcck. Gimana ceritanya mau melakukan bargaining dengan KMP? Gimana ceritanya bisa mendikte KMP? Hehehee.
Sidang MKD kemarin juga menjadi terbaca sangat jelas. Wakil Ketua MKD dari PDIP cuman Omdo. Cuman pura-pura tegas karena toh semua keputusan MKD akan diputuskan secara kolektif dari hakim-hakim yang ada yang merupakan orang-orang KMP alias orang-orang Setya Novanto. PDIP dan KIH kembali lagi terlihat tidak berdaya menghadapi keperkasaan KMP.
Apalagi tidak tertutup kemungkinan KIH ataupun PDIP diiming-imingi sesuatu. Contoh, Megawati kan sangat mendendam pada KPK dan bernafsu untuk memperpendek umur KPK. Paling tidak kalau tidak bisa memperpendek umur KPK maka senjata-senjata sakti KPK harus dilucuti. Makanya Fraksi PDIP dan Menkumham dari PDIP selama beberapa bulan ini sudah ditugasi khusus oleh ibunda Ratu untuk mencari dukungan di Parlemen agar Revisi UU KPK bisa dimasukan dalam Prolegnas 2015.
Ternyata memang berhasil. RUU KPK dan RUU pengampunan pajak yang sudah ditolak public dan tidak disetujui Presiden ternyata diam-diam sudah masuk lagi di Baleg DPR ketika orang-orang (public) sedang terkonsentrasi pada Kasus Papa Minta Saham. Ini dia yang menjadi kecurigaan banyak orang dimana PDIP menjadi tidak galak di MKD tetapi ternyata sudah kongkalikong dengan Baleg yang dikuasai Golkar untuk memasukan kedua RUU tersebut ke Prolegnas.
Faktanya kemudian, tadi malam atau tepatnya habis magrib, Sekretaris Fraksi PDIP di DPR Bambang Wuryanto dengan tergopoh-gopoh menghadap Megawati. Begitu juga dengan Sekjen PDIP dan beberapa elit PDIP berkumpul di rumah Megawati. Jadi dibalik terfokusnya mata public ke sidang MKD diam-diam PDIP melakukan Operasi Senyap. Dan hasilnya kemudian adalah DPR tiba-tiba mengumumkan bahwa besok DPR merencanakan melaksanakan Sidang Paripurna untuk memutuskan kedua RUU tersebut diatas masuk ke Prolegnas.
Begitulah PDIP dan KIH yang kalah dari KMP dan tidak perduli dengan apa aspirasi rakyat. Rakyat menghendaki Setya Novanto segera dilengserkan tetapi PDIP menghendaki KPK segera direvisi. Nah loh. Yang mana yang akan terjadi duluan? Ckckck…
JOKOWI ITU KALAU MARAH PASTI ADA SEBABNYA
Marah itu merugikan. Itu kata almarhum bokap gw. Yang gw ingat nasehat almarhum bokap gw, Marah itu jangan diumbar. Marah itu seperlunya dan marah itu harus dikendalikan. Mengapa? Karena ketika marah kita mengeluarkan Energi yang sangat besar. Energi setiap orang sangat terbatas sehingga harus mampu dikendalikan dengan baik. Sayang kalau energy kita tertumpah karena emosi maupun kemarahan. Akan rusak juga konsentrasi pekerjaan kita bila nafsu amarah sudah menguasai kita.
Jokowi paham hal tersebut dan Jokowi sangat mumpuni didalam mengendalikan marahnya. Makanya banyak orang menilai dan sangat yakin Jokowi itu tidak bisa marah. Mau diapain juga sama orang, Jokowi tidak akan marah. Begitulah kesimpulannya sampai kemarin-kemarin.
Tetapi yang terjadi semalam memang aneh. Jokowi marah besar pada Kasus PMS ini. Menurut gw ini aneh. Tidak biasa Jokowi marah, apalagi mengumbar kemarahannya dipublik. Maksud gw tidak biasa ini adalah bukan tidak pernah. Jokowi sering memarahi anak-buahnya. Jokowi sangat tegas pada anak-buahnya tetapi Jokowi bisa dikatakan tidak pernah memarahi anak-buahnya atau orang lain di depan umum.
Kalau tidak salah sewaktu menjadi Gubernur DKI, satu-dua kali Jokowi pernah meluapkan kemarahannya di depan public. Yang gw ingat, ketika pertama kali Jokowi jadi Gubernur DKI dalam 1 bulan pertama yang dilakukan Jokowi adalah melakukan Inspeksi Mendadak ke kantor-kantor Pelayanan Publik. Jokowi marah dibeberapa kantor karena para pegawainya belum datang pada saat jam kerja. Yang lainnya kemarahan Jokowi yang diumbar ke depan public ketika (kalau tidak salah) sewaktu Menteri Perdagangan SBY meluncurkan Program Mobil Murah Hemat Energi. Jokowi ngambek besar gara-gara hal tersebut. Hehehee.
Jadi sebagai Pengamat Politik dari Gunung, gw sudah lama menyimpulkan Jokowi memang sangat terkontrol kemarahannya. Jokowi bisa marah bila ada sesuatu yang menjadi tujuannya. Inilah hebatnya Jokowi. Kalau orang lain marah itu untuk meluapkan emosinya, maka kalau Jokowi marah itu ada target yang diinginkannya. Begitu masbro, analisa gw.
Mengapa Jokowi sampai marah seperti semalam? Apakah pura-pura Marah? Tentu saja tidak. Masa’ orang marah kok pura-pura? Hehehee. Suer terkewer-kewer, semalam Jokowi memang marah. Bisa juga dibilang Kemarahan yang tertunda. Mungkin di Indonesia hanya beberapa orang termasuk Jokowi yang bisa menunda kemarahannya.
Dan kemarahan besar Jokowi itu menurut gw bukan pada substansi 11 persen itu. Jokowi marah sama MKD yang begitu gampang dikendalikan orang-orang Setya Novanto. Jokowi marah kalau ada Lembaga Negara yang dipermainkan. Dan dalam rekaman Marouf Syamsudin, salah satu hal yang bikin Jokowi marah diluar urusan Freeport adalah informasi dari ucapan Reza Chalid dimana Ketua MA Hatta Ali menyalahkan Jokowi atas langkahnya membekukan PSSI. Semakin jelas sudah isu-isu selama ini bahwa MA dikendalikan oleh ARB. Hehehee.
Jadi sebenarnya ada beberapa poin dari kemarahan Jokowi. Yang utama adalah MKD jangan mencoba bersikap aneh-aneh. MKD tidak boleh dijadikan ajang bargaining politik. Apalagi bila sampai PDIP meminta imbalan dukungan KMP untuk Revisi UU KPK. Jokowi nggak suka ada yang seperti itu.
Kalau sampai Setya Novanto lolos dari sangsi MKD maka kemungkinan besar RUU KPK juga akan berhasil mengkerdilkan KPK. Makanya Jokowi memperingatkan MKD untuk bersikap benar. PDIP juga harus paham dengan kemarahan Jokowi tersebut dan jangan coba-coba melemahkan KPK.
Di sisi lain, untuk Ketua MA harus hati-hati. Selama ini Golkar versi ARB selalu menang di Pengadilan manapun. Itu aneh saudara-saudara. Bahkan urusan PSSI pun Hatta Ali kok ikut ngurusi? Kenapa semua kepentingan Bakri Grup menjadi urusan Hatta Ali? Ada yang bisa jawab? :D.
Kembali ke Kasus PMS. Ada satu pertanyaan lagi di luar konteks Setya Novanto. Pertanyaannya, Apakah marah hebatnya Jokowi semalam itu merupakan tanda bahwa Jokowi percaya dengan Sudirman Said? Eitt nanti dulu ya masbro. Jawabannya ada di bulan januari 2015. Kalau nggak ya di awal Februari 2016. Hehehee.
Terakhir, tentang kira-kira apa hasil akhir dari Sidang MKD tentunya belum bisa diprediksi dari sekarang. MKD terlihat masih mencoba mengulur waktu dengan meminta rekaman orisinil dari Kejaksaan Agung. Rekaman ini katanya akan dibawa ke Bareskrim Polri untuk diperiksa keasliannya. Setelah itu akan ada proses pemanggilan Riza Chalid. Bisa dibayangkan akan makan waktu berapa lama.
Disisi lain hari ini bisa saja terjadi isyu baru yang akan terjadi di Paripurna DPR tentang RUU KPK. Nggak tau deh, focus kita akan terpecah kesana atau tidak. Mungkin dua-tiga hari ke depan kita akan melihat manuver baru dari PDIP maupun manuver dari MKD. Kalau memang ada, maka dari situlah bisa kita lihat atau bisa kita prediksi bagaimana nasib Setya Novanto kedepannya.
Semoga kemarahan Jokowi semalam membuat PDIP berpikir lebih baik lagi dan lebih mementingkan aspirasi rakyat. Gitu aja dulu ya masbro ceritanya. Hehee
*) Ilustrasi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H